"Aku akan pergi bersamamu." Dia tersenyum dan aku terkikik , karena kami berdua sudah mabuk. Aku tidak yakin apakah itu akan menyakitkan atau membantu memiliki dia dengan Aku. Kami berjalan ke bar dan sampai di sana dalam keadaan utuh tanpa menjatuhkan apa pun atau siapa pun.
"Dua kendi bir!" Aku berteriak pada bartender sambil memegang Naila.
Matanya menatapku sebentar dan dia balas berteriak, "Mengerti," lalu pergi untuk menuangkan kendi. Bartender lain mengatakan sesuatu kepadanya, dan matanya menatapku dan menyapuku dari rambut ke dada. Aku mencoba menempatkannya, tetapi alkohol dalam sistem Aku membuat sulit untuk mengetahui dari mana Aku mengenalnya.
"Apakah kamu kenal dia?" tanya Nalia.
"Aku tidak yakin," teriakku di atas musik.
"Dia lucu," katanya, dan aku menatapnya. Tidak, dia tidak lucu; dia panas . Lengannya dipenuhi tato, dia memiliki pengukur kecil di telinganya, kulitnya berwarna cokelat, dan tubuhnya ditutupi otot yang ditunjukkan oleh kaos ketatnya.
