Chereads / Loucy Looking For Love / Chapter 9 - Penggemar Yang Nyata

Chapter 9 - Penggemar Yang Nyata

"Kau benar. Kalau begitu, aku ikut denganmu saja."

Lusi semakin merapatkan tubuhnya dengan Arkan. Kejadian hari ini, sangat mirip dengan kejadian kemarin. Ketika mereka pertama kali bertemu. Apa ini sebuah kebetulan? Atau memang takdir?

"Arkan, kau masih kuliah?"

"Hm. Kenapa?"

"Oh, tidak. Pantas saja kau masih terlihat muda."

Arkan terkekeh pelan. "Memang usiamu, berapa?"

"Dua puluh lima tahun. Sudah mencapai usia menikah, tapi tidak ada pria yang mau menikah denganku."

Lusi membulatkan mata dan memukul bibirnya pelan. Dasar ceroboh! Bisa-bisanya ia mempermalukan diri sendiri di depan pria yang baru dikenal.

"E-eh, maaf. Aku tidak bermaksud menceritakan semuanya," imbuh Lusi.

"Tidak apa-apa. Memangnya, pria seperti apa yang kau inginkan?"

Lusi mengusap dagunya berpikir. Pria seperti apa, ya? Wanita itu mengangkat bahunya sembari menggeleng. "Aku tidak tahu, pria seperti apa yang aku inginkan."

"Selama hidupmu sejahtera dan tidak kekurangan apa pun, untuk apa terburu-buru menikah, Lusi? Aku yakin, suatu saat akan ada pria yang benar-benar mencintaimu."

Lusi mengangguk beberapa kali sembari tersenyum. Perkataan Arkan benar, untuk apa ia terburu-buru? Keke saja, yang sudah berusia dua puluh tujuh tahun belum merencanakan pernikahan.

"Sudahlah, aku sudah sampai di depan rumah," ucap Lusi menoleh pada Arkan.

"Ya. Aku pun."

Lusi tertawa pelan. Tentu saja, mereka saat ini berada di depan rumah masing-masing. Karena kediaman mereka yang saling berhadapan.

"Terima kasih, Arkan. Sekali lagi kau telah menolongku."

"Sama-sama. Kalau begitu, aku masuk."

Lusi mengangguk dan mengantar kepergian Arkan hingga tubuhnya hilang di balik pintu.

"Lusi, apa yang kau lakukan di sini?"

Lusi menoleh ke belakang dan melihat Keke yang baru saja membuka pintu rumahnya.

"Memangnya ada masalah, denganmu?" Wanita itu menerobos tubuh Keke yang masih berdiri sambil mengerutkan kening. Ada apa dengan Lusi?

Ia kembali menutup pintu dan pergi mengejar Lusi yang sudah merebahkan tubuhnya di atas sofa.

"Bagaimana pertemuanmu dengan, Mas Arman?"

"Lumayan. Ternyata dia adalah orang yang cekatan. Jika dilihat-lihat, Mas Arman ternyata cukup baik."

Aneh. Tidak biasanya Lusi memuji Arman dengan sangat berlebihan.

Keke menyentuh dahi milik Lusi dengan punggung tangannya. "Suhu tubuhmu normal. Tapi, mengapa kau memuji Arman?"

Lusi tersenyum semakin lebar. Suasana hatinya tengah membaik hari ini. "Sudahlah, Keke. Yang paling penting, aku sudah kembali dengan keadaan selamat."

Keke mengangguk pelan dan mengambil satu potong kue cokelat yang berada di atas meja. "Kau benar. Melihatmu tersenyum saja, sudah membuatku sedikit lega."

"Hmm... suasana hatiku berada dalam keadaan baik hari ini. Apa kau, tahu?"

"Tidak. Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu. Oh, aku hampir lupa. Tadi pagi aku mendapat telepon dari Eco Publisher. Apa kau masih ingat?"

Lusi membuka matanya lebar dan segera mengubah posisi tubuhnya menjadi terduduk. "Untuk apa mereka menghubungimu, Keke?"

"Untuk apa lagi? Mereka ingin menarik naskahmu yang sekarang sudah ditangani oleh Mas Arman dan Creatif Publisher."

Lusi berdecih sembari menikmati kue cokelat milik Keke. "Dasar tidak tahu malu. Bukankah mereka sudah menolakku mentah-mentah? Sekarang kembali dan mengemis," ucap Lusi penuh dendam.

Lusi tidak akan pernah melupakan perlakuan mereka. Para manusia sombong itu tidak akan pernah mendapatkan naskah Cinta Yang Hilang.

Walaupun Arman sedikit menyebalkan, tapi Lusi yakin jika nasib bukunya tidak akan berakhir mengenaskan.

"Ya, mereka semua terlalu arogan dan merendahkan naskah milikmu. Aku juga tidak akan setuju, jika kau kembali bekerja dengan mereka."

"Aku tidak berjanji, jika itu menyangkut pekerjaan. Hanya saja, Cinta Yang Hilang sudah bertuan. Aku tidak akan menariknya kembali."

Lusi beranjak dari duduknya dan pergi ke ruangan tempat ia bekerja. Wanita itu mulai menyalakan laptop dan membuka surel yang masuk.

Selama tiga tahun Lusi bekerja sebagai penulis, ia akan selalu mendapat surel yang semua isinya hampir sama. Yaitu tawaran untuk menerbitkan buku yang sudah publish di beberapa platform online sebelumnya.

Namun kali ini ia mengabaikan semua surel itu. Lusi memilih untuk membuka akun platform online tempat semua naskahnya berkembang.

Di dalam sana, ia memiliki jutaan penggemar. Tidak heran, jika semua buku tersebut selalu laris terjual.

Hal yang paling menyenangkan untuk Lusi adalah, ketika membaca komentar para pembacanya. Ia tersenyum senang, para pembaca itu selalu terlihat antusias dan akan bertambah setiap hari.

Jemarinya mulai menari di atas keyboard, mengucapkan selamat sore kepada seluruh pembaca yang masih membanjiri kolom komentar di cerita Cinta Yang Hilang yang sudah ia selesaikan dua bulan yang lalu.

"Halo, bagaimana kabar kalian semua?"

Hanya sekadar sapaan, namun kolom komentarnya sudah dibanjiri oleh beberapa penggemar.

Arkhrvey : "Halo, Loucy. Bagaimana kabarmu? Aku sudah membeli Cinta Yang Hilang, dan aku merindukan karyamu selanjutnya."

Lusi memicingkan matanya. "Arkhrvey? Siapa orang itu? Apa dia penggemarku? Tapi mengapa ia baru muncul?" gumam Lusi.

"Terima kasih. Buku terbaruku akan segera kalian peluk. Semoga kalian tetap bersabar." Lusi mengakhiri percakapan, dengan emoji senyum dipenuhi oleh cinta.

Wanita itu menekan tombol keluar dan menyandarkan punggung di sandaran kursi.

Setelah berinteraksi dengan para pembaca, Lusi selalu tersenyum. Mereka semua selalu memberi pujian atas buku yang ia tulis.

"Mengapa kau tersenyum? Ada yang membuatmu senang?"

"Keke, apa aku sudah setara dengan para artis?"

***

Arkan baru saja membersihkan tubuhnya. Saat ini ia tengah mengeringkan rambut dengan menggunakan handuk bersih.

Pria itu duduk di pinggiran tempat tidur sembari memainkan ponsel.

"Loucy?" gumamnya, ketika melihat satu pemberitahuan dari akun baca online yang ia miliki.

Pria itu memang mengikuti Loucy sejak dulu. Sejak pertama kali ia memiliki hobi membaca, yaitu sekitar tiga tahun yang lalu.

Jarinya bergerak, membuka pemberitahuan tersebut. Kedua sudut bibirnya mengulas senyum. Meski ia tidak tahu, seperti apa rupa wajah Lusi.

Loucy: "Halo. Bagaimana kabar kalian semua?"

Arkan semakin melebarkan senyumnya. Loucy adalah wanita yang ramah dan baik hati. Meski dalam kesibukan, ia tidak lupa untuk menyapa para pembacanya.

"Halo, Loucy. Bagaimana kabarmu? Aku sudah membeli Cinta Yang Hilang, dan aku merindukan karyamu selanjutnya."

Arkan tersenyum membaca tulisannya sendiri. Ia masih menunggu, apakah Loucy akan menanggapi komentarnya?

Ponselnya kembali berdenting, membuat Arkan segera membuka dan tersenyum senang.

Loucy : "Terima kasih. Buku terbaruku akan segera kalian peluk. Semoga kalian tetap bersabar."

"Jadi, dia tidak pernah muncul karena tengah sibuk dengan pembuatan buku baru?" gumam Arkan.

Pria itu sangat senang mendengarnya. Ia menatap sebuah lemari berukuran sedang yang berada di sudut kamarnya.

Arkan beranjak dari duduknya, menghampiri lemari tersebut dan berdiri di depannya.

"Loucy, aku selalu menunggu karya darimu," gumamnya sambil menyentuh buku karya Loucy yang tersusun dengan rapi.

Arkan menoleh ke arah pintu, ketika mendengar suara ketukan dari luar.

"Siapa?"