Entah sudah berapa lama Fadi tertidur di dalam mobil pada saat itu, karena ketika ia terbangun keduanya sudah sampai di hotel tempat di mana mereka memesan, yang tentu saja membuat Fadi sangat terkejut melihat hal itu dan kemudian menolehkan pandangannya menatap ke arah Dafa yang baru saja melepast Seatbelt miliknya.
"Hei! Kenapa Lo gak bangunin gue?!" katakan saja jika Fadi memprotes sang kakak saat itu, yang kini menolehkan pandangannya menatap Fadi untuk kemudian terkekeh untuk kemudian berucap,
"Apus dulu ilernya! Lagian mana bisa sih aku bangunin kamu yang lagi tidur kaya bayi gitu!" jelas Dafa seraya menutup pintu kemudi ketika ia keluar dari sana, yang tentu saja membuat Fadi yang mendnegarnya merasa tidak terima disebut sebagai Bayi, yang kemudian dengan segera keluar setelah ia melepas seatbelt miliknya di sana.
"Bayi?! Woi … enak aja, gua bukan bayi!" protes Fadi kepada Dafa yang tertawa, dan membuat Fadi pun ikut mengambil tas miliknya untuk kemudian menoleh menatap sang kaka yang kini menganggukkan kepala dan tidak menjawab apapun sama sekali, yang tentu saja membuat Fadi cukup kesal karenanya.
"Hei!!" itu lah protesannya lagi.
…
Brught!
"Ught!! nyaman sekali kasurnya!" ucap Fadi yang baru saja sampai di kamar hotel dan segera melompat ke salah satu kasur dari kedua kasur yang ada di dalam kamar hotel saat itu, dan membuat Dafa kini melemparkan tasnya di atas kasur yang lain yang kemudian ia segera menyalakan tv untuk kemudian berkata,
"Kamu yakin mau dateng ke sana, Fad?" pertanyaan yang di lontarkan oleh Dafa saat itu, membuat Fadi mengerutkan dahinya menanggapi pertanyaan dari sang kakak, yang kemudian membuat Fadi berkata,
"Huh? Apa maksud lo?" tanya Fadi kepada Dafa yang kini menolehkan pandangannya dan kemudian tersenyum seraya berucap,
"Mau berendam? Katanya di sini ada kolam air panas!" ucap Dafa kepada Fadi yang segera saja berdiri dan menganggukkan kepala.
"Wih! Enak tuh …. yuk!" ajak Fadi kepada Dafa, dan pada akhirnya mereka pun pergi untuk berendam air panas di malam itu.
Pandangan Fadi saat ini tertuju ke arah Dafa yang tengah bersandar di hadapannya, yang membuat Fadi pun kembali bertanya kepada Dafa,
"Hei Daf! Tadi … lu mau bilang apa? Lu nanya kaya gitu kenapa?" tanya Fadi kembali membahas topik ketika mereka berada di kamar hotel, yang tentu saja membuat Dafa yang terdiam pun kembali menoleh dan kemudian kembali terdiam untuk beberapa saat, dan tentu saja membuat Fadi mengerutkan dahinya menanggapi itu.
"Apakah kau tahu … jika seseorang bisa merasakan bahwa waktu mereka akan habis ketika H min 40 sebelumnya?" sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Dafa saat itu, membuat Fadi semakin mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan itu,
"Apa yang kau maksud, Daf?" tanya Fadi dan kemudian membuat Dafa pun berkata,
"Mereka pasti akan mengirim sebuah pesan sebelumnya, entah ucapan yang tidak kita sadari atau sebuah hadiah yang tidak pernah kita dapatkan!" jelas Dafa kepada Fadi yang kini menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan Dafa pada saat itu.
"Stop Daf! Bisa kita cari topik yang lain?" tanya Fadi kepada Dafa yang kini mengerutkan dahinya lagi dan kemudian bertanya,
"Kenapa? Apakah kau takut?" balas tanya Dafa yang tentu saja membuat Fadi merasa tidak nyaman jika terus berbicara mengenai kematian di sana,
"Daf, Please!" ucap Fadi, dan pada akhirnya Dafa pun menghembuskan napas untuk kemudian menganggukkan kepalanya lagu untuk kemudian berkata,
"Baiklah! Mungkin kau benar, kita perlu mengganti topiknya!" jelas Dafa dan membuat Fadi menganggukkan kepalanya menanggapi hal itu.
…
Selepas keduanya berendam di kolam air panas, Fadi dan Dafa pun memutuskan untuk langsung mengistirahatkan diri mereka, karena merasa lelah dan sekaligus mengisi kembali energi mereka untuk besok, karena besok mereka berniat untuk berkeliling kota lama dan berphoto-photo sebelum nantinya akan menyiapkan kostum untuk acara besoknya lagi.
Yang tentu saja membuat mereka merasa senang karena merasakan waktu berlibur hanya dengan berdua saja, karena selama ini Dafa tidak pernah mengajak Fadi untuk berjalan-jalan seperti itu.
Ruang gelap kala itu membuat Fadi merasa tidak nyaman di dalam tidurnya, selain merasa terlalu gelap, ia juga merasakan tubuhnya berkeringat dengan hebat serta merasa kepanasan, yang membuatnya kini mengerutkan dahinya setelah menyadari jika ia terbangun dari tidurnya.
"Huh? Mati lampu kah?sejak kapan?" itu lah satu dugaan yang muncul ketika ia merasa panas, gelap dan berkeringat, ia menduga bahwa lampu di wilayah itu pada, namun enah mengapa ia merasa jika waktu mati dari lampu itu terasa amat lambat dan lama, yang tentu saja membuatnya kini menyentuh lengan sang kakak seraya berucap,
"Daf … hei! Ini mati lamupu kah?" tanya Fadi kepada Dafa yang terlihat tidak bergeming sama sekali, yang tentu saja membuat Fadi mengerutkan dahinya ketika ia merasa ada yang tidak beres dari Dafa pada saat ini, yang membuatnya kini kembali memukul lengannya untuk membangunkan sang kakak.
"Daf!" panggil Fadi kembali kepada Dafa, dan saat yang bersamaan Fadi dengan jelas mendengar sebuah suara yang berasal dair jendela luar sana, yang tentu saja mengejutkan sekaligus membuat Fadi menjadi bingung mengenai kenapa ada suara seseorang berucap dari luar jendela itu, sedangkan itu merupakan kotel dengan ketinggian hingga 16 lantai dan juga tidak memiliki balkon, yang tentu saja membuat dirinya terkejut sekaligus meras penasaran.
"Apakah aku harus melihatnya? Apakah aku harus melihatnya?" itulah kata yang ia ucapkan sekaligus berulang-ulang untuk memikirkannya dua kali. Namun, ketika pikiran dan hatinya sejalan untuk tidak melihatnya, Fadi pun memutuskan untuk menarik selimutnya ke atas untuk menutupi wajahnya pada saat itu, namun seketika saja selimutnya tidak bisa di tarik ke atas, yang membuatnya merasa aneh dengan hal itu, yang membuatnya kini memutuskan untuk kembali memanggil Dafa yang ada di sampingnya saat itu.
"Sst! Daf!" panggil Fadi dengan separuh berbisik, ia bahkan tidak tahu kenapa dirinya berbisik seperti saat itu, namun ia merasa bahwa ia harus melakukannya, takut-takut seseorang mendengar ucapannya di sana.
"Dafa!" panggil Fadi lagi dan seketika sebuah tubuh menumpuk tubuhnya yang tentu saja mengejutkan bagi Fadi yang segera membuka kedua matanya dan menyadari jika dirinya bermimpi. Napas Fadi menjadi tersengal-sengal, keringatnya bercucuran dan bahkan ia bisa merasakan jika tenggorokkannya sangat sakit pada saat itu.
"Kau baik?" sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Dafa pada saat itu pun membuat Fadi segera menolehkan pandangannya menatap ke arah sang kakak yang kini tengah menyeruput teh hangat dan kala itu hari sudah berganti, yang membuat dirinya kini menghembuskan napasnya lagi dan mengangguk untuk menanggapi ucapan dari sang kakak pagi itu.
"Yeah … aku baik!" jelas Fad kepada Dafa, tanpa sang kakak tahu sebenarnya Fadi merasa ketakutan dengan mimpinya yang terasa amat nyata pada saat itu.
…