Setelah drama mandi pagi selesai, Daffa dan juga Almira segera keluar dari kamar hotel. Mereka akan langsung cek-out hari ini juga meskipun kedua orang tua mereka sudah memesan kamar yang mereka tempati untuk tiga hari ke depan.
Sebelum keluar dari hotel, sengaja mereka mampir dulu ke restoran. perut yang sudah keroncongan karena memang waktunya sarapan pagi, membuat keduanya terpaksa harus mampir dulu ke sana.
"Kau ingin makan apa?" Tanya Daffa sambil melihat buku menu.
"Apa kau sedang berlagak seperti suami yang sebenarnya dengan memperhatikan istrimu ini?" Tanya Almira sambil mengedipkan matanya genit.
Melihat itu, Daffa langsung mendengus kesal. Seandainya saja mereka bukan di tempat umum, sudah pasti Daffa akan mencekik wanita itu saat ini juga.
"Kucing liar pun selalu aku tawari makanan apalagi sejenis tikus kecil sepertimu," jawab Daffa begitu menohok.
Mendengar ucapan Daffa, tentu saja Almira begitu kesal. Enak saja wanita cantik seperti dirinya, Daffa samakan dengan tikus kecil. Benar-benar keterlaluan!
"Terimakasih Tuan komodo, tapi aku tidak berminat dengan tawaranmu itu. Mata dan juga keahlianmu dalam membaca menu masih bisa aku gunakan untuk mengatakan kepada pelayan apa yang aku inginkan," kesal Almira segera merebut buku menu dari tangan Daffa.
Wanita itu langsung menyebutkan makanan apa saja yang dia inginkan sebagai menu sarapan pagi nya.
Daffa hanya geleng-geleng kepala melihat semua tingkah Almira. Biasanya, wanita yang dia tawari menu akan langsung tersenyum dan mengatakan keinginannya dengan malu-malu. Tapi ternyata, itu tidak berlaku untuk wanita menyebalkan yang sayangnya dia adalah istrinya sendiri. Ah, Daffa sampai lupa, kalau Almira itu merupakan spesies wanita langka yang kebetulan nyangkut menjadi istrinya.
Beres dengan memesan menu makan pagi, mereka menunggu pesannya datang sambil memainkan ponsel. Keduanya benar-benar terlihat seperti orang asing dan bukannya pengantin baru seperti pada umunya.
"Hay, Daffa!"
Cup.
"Aku enggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Kamu main sama siapa kali ini?" Tanya wanita yang entah dari mana datangnya dan langsung mendudukan diri merapat pada Daffa.
Almira yang melihat kelakuan wanita itu, langsung mendelik dengan ekspresi jijiknya. Dimana martabat wanita itu sebagai seorang perempuan hingga berani mengecup sembarangan pria dan itupun di tempat umum.
Sedangkan Daffa yang mendapatkan serangan mendadak di pipinya itu, masih benar-benar terlihat kaget.
Laki-laki itu menoleh sofa Almira, dan terlihat wanita yang baru dia nikahi itu menampilkan wajah jijik padanya. Bisa semakin jatuh harga dirinya di hadapan Almira jika seperti ini.
"Kamu ngapain main nyosor enggak jelas! Lagian kamu ini siapa, hah? Dasar tidak sopan!" Kesal Daffa menjauhkan wanita itu dari tubuhnya.
"Aku wanita yang menemani kamu satu Minggu lalu, Daf! Bahkan kamu juga memuji permainanku yang sangat bagus saat itu. Kenapa kamu tiba-tiba melupakan aku seperti ini?" tanya gadis itu benar-benar heran dengan kelakuan Daffa yang tidak mengenalinya.
Bukankah saat bermain dengannya, Daffa mengatakan kalau permainan dia yang terbaik hingga memberikan uang tips yang lumayan banyak sebagai bentuk penghargaan nya.
"Hey, wanita sejenis cacing tanah! Asal aku tahu, laki-laki yang kau Pepet itu setiap menit bergunta ganti wanita. Jadi, dia tidak mungkin mengingat jenis belatung sepertimu!" Sakras Almira dengan tatapan menecemoohnya.
Mendengar perkataan pedas Almira, bukan hanya si wanita yang kaget, tapi juga Daffa sendiri.
" Heh! Apa kau wanita Daffa yang baru? Jangan belagu kau ya, karena kau pun akan segera Daffa lupakan sebentar lagi!" Balas wanita itu tidak terima karena Almira menyamakannya dengan binatang yang menjijikan.
"Oyah? Tapi sayangnya aku bukan wanita yang satu spesies denganmu. Tanyakan saja pada komodo di dekatmu itu apa dia akan melupakan aku secepat itu?" Tanya Almira dengan sinis.
"Daffa, wanita macam apa yang kau kencani sekarang? Kenapa dia begitu jumawa? Apa kau tidak risih padanya?" Rengek wanita itu manja.
"Pergilah dan jangan menggangguku! Tontonlah televisi agar kau tahu siapa wanita yang ada di depanku ini! Makannya kau itu jangan hanya adu lemas saja kerjaannya! Sekali-kali gunakan waktumu untuk membaca informasi terbaru!" Kesal Daffa mengusir wanita itu tanpa perasaan.
Si wanita langsung merengut dan beranjak dari duduknya.
"Awas saja kau! Kalau nanti Daffa membuangmu juga, aku akan membuat perhitungan denganmu!" Ancam wanita itu dengan tatapan tajamnya.
"Oh, tentu saja. Kebetulan aku ini juara olimpiade matematika loh! Kayaknya akan sangat seru bermain hitung-hitungan dengan titisan belatung!" Sakras Almira benar-benar terdengar menyebalkan.
Wanita itu menghentakkan kakinya lalu segera pergi dari sana. Almira hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.
"Maaf, membuat kamu tidak nyaman," sesal Daffa merasa tidak enak karena dia tahu Almira merasa terganggu dengan kehadiran wanita tadi.
"Santai saja. Sepertinya memang aku harus membiasakans diri bertemu dengan para belatung mainan mu itu. Meskipun sangat mengganggu, tapi aku rasa, itu resiko menjadi istri seorang Daffa Eldaz," sahut Almira dengan senyum sinis nya.
Kali ini Daffa mengalah karena memang seperti itulah kenyataanya. Orang yang menjadi istrinya harus mempunyai hati yang kuat ketika harus berhadapan dengan para wanita mainannya. Mereka bisa muncul dimana pun dan kapanpun juga. Beruntunglah Almira mempunyai mulut yang jauh lebih pedas dari pada bakso mercon level 100.
Tak berselang lama, makanan yang mereka pesan akhirnya tiba juga. Almira langsung makan dengan lahap tanpa peduli pada sosok laki-laki berstatus suami di hadapannya.
Tidak ada basa-basi, dan menawari Daffa makanan yang dia santap, karena Almira benar-benar acuh seolah di hadapannya tidak ada siapapun.
Daffa hanya merengut sebal. Padahal dia sendiri yang menginginkan hubungan mereka seperti ini. Tanpa peduli satu sama lain apalagi sampai mencampuri urusan masing-masing.
Setelah selesai makan, barulah mereka keluar dari hotel. Daffa langsung membawa Almira pulang ke rumahnya karena memang Daffa sudah memiliki istana sendiri yang tak kalah besar dari rumah utama keluarga Eldaz atau pun keluarga Chandra.
"Aku tidak suka adengan pernikahan paksa seperti di novel-novel! Aku tidak ingin pisah kamar denganmu!" Tegas Daffa ketika mereka sudah memasuki rumah.
Mendengar perkataan Daffa, Almira refleks berbalik. Matanya memicing dengan kerutan yang kentara di keningnya.
Apa Daffa berniat melakukan hal buruk padanya dengan ingin tidur dalam satu kamar? Apa lelaki itu akan melanggar peraturannya sendiri bahkan di hari pertama mereka menyandang gelar sebagai suami istri?
Batin Almira terus menerka apa maksud ucapan Daffa. Daffa yang mengerti kebingungan Almira kembali membuka suara.
"Kedua orang tua kita memberikan waktu satu tahun untuk kita mencoba saling menerima satu sama lain. Kalau tidur saja kita terpisah, rasanya tidak akan ada yang berkembang dalam hubungan ini. Kau tenang saja, aku tidak akan mungkin melanggar setiap peraturan yang sudah aku buat sendiri untuk tidak mencampuri urusan masing-masing dan aku pun berjanji tidak akan menyentuhmu jika kita belum saling mencintai atau setidaknya kalau bukan kamu yang memintanya," jelas Daffa.
Almira langsung mendelik mendengar ucapan Daffa. Apa laki-laki itu sudah gila hingga menganggap Almira akan meminta sesuatu yang sangat mustahil untuk Almira pinta. Ah, Daffa ini sepertinya belum bangun dari mimpi.
"Jangan berharap terlalu berlebihan hingga menganggap aku akan meminta hal yang tidak mungkin. Dan mengenai kita yang tidur satu kamar aku setuju asalkan kita menggunakan ranjang yang terpisah. Aku tidak ingin kejadian di hotel tadi akan terulang lagi. Apalagi aku tidak percaya pada komodo sepertimu!" Sahut Almira kembali melangkahkan kakinya mendahului Daffa.
"Heh, kejadian di hotel tadi itu adalah hal yang diluar kendali karena terjadi di saat kita tertidur pulas!" Sangkal Daffa tidak terima dirinya di salahkan oleh Almira.
"Kau benar, dan bisa saja nanti kau juga akan lepas kendali hingga membuat aku bertelanjang bulat saat tidur," cibir Almira tanpa mau menoleh sedikitpun pada suaminya.
"Hey! Kau itu terlalu percaya diri! Aku ...."
Perdebatan itu pun kini terus berlangsung memenuhi seluruh rumah mewah milik Daffa. Bahkan para maid yang mendengar perdebatan majikannya hanya melongo tidak percaya.
Ah, sepertinya, setiap hari santapan telinga mereka adalah perdebatan Daffa dan juga Almira dan mereka harus mulai membiasakan diri untuk itu.