Chapter 13 - Jadilah Kekasihku

Tiba di tempat tujuannya, Almira langsung menjadi pusat perhatian. Bagaimanapun juga, kecantikan wanita itu mampu memikat laki-laki manapun untuk tidak mengalihkan pandangan dari dirinya.

Almira segera berjalan menuju meja yang berada di pojokan. Tidak dia pedulikan semua pasang mata yang terpesona karena kedatangannya.

Almira segera memesan kopi latte sebagai temannya untuk melepaskan segala penat yang menjejal, membuat dasanya sesak sedari tadi. Wanita itu berharap, dengan menghabiskan waktu di tempat ini, mampu membuat dia melupakan sejenak semua masalah yang kini terasa menumpuk di pundaknya.

"Hey, Al, kamu datang sendirian ke sini? Mana suami kamu?" Tanya seseorang tanpa permisi langsung mendudukan diri di hadapan Almira.

Almira langsung mendelik kesal melihat orang di hadapannya. Sudah pasti acara menenangkan diri yang tadinya akan Almira lakukan malah jadi buyar karena kehadiran tamu tak diundang itu.

"Hey, Almira! Kenapa kamu malah melamun? Apa sudah terjadi sesuatu?" Tanyanya heran melihat Almira tidak bersuara.

"Ayolah, David! Tidak bisakah kamu memberikan aku ketenangan? Aku ingin menikmati me time, jadi tolong menyingkirlah!" Kesal Almira pada laki-laki di hadapannya yang ternyata bernama David.

"Mana bisa seperti itu! Sebagai teman sekaligus sahabat dari kamu kecil hingga sekarang, aku tidak akan mungkin meninggalkan kamu dalam keadaan galau seperti ini. Aku akan ada, mempersiapkan bahu milikku ini agar bisa kamu gunakan untuk bersandar," cerocosnya berapi-api.

"Astaga! Mimpi apa aku punya teman sejenis Komodo seperti kamu David! Sudah, sana kamu kembali pada wanitamu! Nanti mereka salah paham lagi terus membuat kepalaku pusing!" Usir Almira benar-benar tidak menambah rasa sakit di kepalanya.

"Almira sayangku, kamu tenang saja. Hari ini aku datang bersama teman-teman ku dari kantor. Itu mereka!" Tunjuk David pada meja yang tak begitu jauh dari mereka.

Almira mengalihkan pandangannya mengikuti jari telunjuk David. Namun, matanya malah bukan fokus pada teman-teman David yang kini sedang menyapanya, melainkan pada meja yang berada tepat di belakang meja yang teman-temann David tempati.

"Jadi kau tenang saja, Al. Hari ini, aku milikmu!" Celetuk David berhasil membuat fokus Almira beralih padanya.

"Benarkah?" Tanya Almira dengan seuara tercekat menahan kesedihan.

"Ya tentu saja, aku tidak mungkin mengingkari kata-kata ku Almira," jawab David penuh kesungguhan.

"Kalau begitu, jadilah kekasihku untuk beberapa waktu ke depan," pinta Almira berhasil membuat senyum di bibir David langsung mengembang.

"Apa aku tidak salah dengar? Putri Almira Chandra memintaku menjadi kekasihnya? Cubit aku, Al! Supaya aku tahu kalau tidak sedang bermimpi!" Pinta David menyodorkan tangannya.

Plak!

Almira menampar tangan sahabatnya itu. Tentu dia kesal melihat respon lebay yang David lakukan.

"Wah, Al. Aku benar-benar tidak sedang bermimpi. Jadi, apa yang akan kita lakukan pertama kali sebagai kekasih, Hem? Apa kita langsung cek-in di hotel saja?" Celetuk David berhasil membuatnya menerima hadiah cubitan maut dari Almira.

"Sembarangan! Enak saja langsung main ngamar! Kamu pikir aku cewek apa'an?" Gerutu Almira dengan wajah cemberut.

"Ya, Tuan Putri Almira, maafkan hamba-Mu ini. Aku hanya bercanda. Jadi, untuk apa kamu memintaku menjadi kekasihmu?" Tanya David mulai serius.

"Kita pindah ke meja milik temanmu lalu kenalkan aku sebagai kekasihmu! Suapi aku, manjakan aku. Tapi, kau harus ingat! Jaga batas aman lima meter dariku!" Tekan Almira membuat David langsung membulatkan matanya.

"Ayolah, Almira. Kau jangan bercanda. Bagaimana aku bisa melakukan hal itu padamu jika aku harus menjaga jarak aman lima meter darimu. Yang benar saja!" Kesal David dengan wajah cemberut.

"Emmm, baiklah. Aku akan mengurai batas jarak amannya. Lima centi meter?"

"Ya, itu baru bisa aku lakukan untuk tetap terlihat mesra dengan mu. Memang kenapa aku harus melakukan itu, Al?" Tanya David bingung. Pasalnya, Almira bukan wanita yang penuh dengan drama. Tidak mungkin gadis itu melakukan sesuatu jika bukan karena ada sebabnya.

"Lihatlah ke meja di belakang yang tadi kamu duduki! Ada siapa di sana?" Titah Almira sambil menundukkan pandangannya.

David menurut dan langsung melakukan apa yang Almira perintahkan barusan. Matanya langsung membulat, begitu melihat siapa yang ada di sana.

"Itu kan, Suami kamu, Al? Bagaimana dia bisa begitu mesra dengan wanita lain? Apa dia tidak menghargai kamu sebagai istrinya?" Geram David penuh kemarahan. Meskipun dia juga seorang pemain, tapi kalau melihat sahabat masa kecilnya disakiti seperti ini, tentu David tidak terima.

"Sudahlah, Dav, kau tahu benar kenapa aku bisa menikah dengannya. Sebenarnya aku tidak masalah kalau dia melakukan hal gila itu bukan di tempat umum yang bisa membuat siapa pun melihat kelakuan mereka. Tapi, ini? Ah, sudahlah. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, Dav. Aku hanya ingin terlihat baik-baik saja dihadapannya," lirih Almira sambil menunduk, menahan kesedihan.

David menggenggam erat tangan sahabatnya, seolah menyalurkan kekuatan lewat sentuhan itu.

"Mari kita tunjukan padanya, kalau kamu lebih berharga dari pada apa pun. Kamu tidak akan kalah hanya dengan Casanova kelas teri seperti itu," ajak David membuat Almira menganggukan kepalanya.

Mereka langsung berjalan menuju meja teman-teman David. Tentu kedatangan mereka itu langsung di sambut riuh teman-teman David.

"Astaga, Dav! Sebenarnya kamu memiliki kesaktian apa, hingga bisa menggandeng Nona cantik ini?" Tanya salah satu teman David geleng-geleng kepala.

"Hey, tentu saja ketampananku selalu berguna dalam setiap kesempatan. Tapi, bukan hanya ketampanan yang bisa membuat aku meluluhkan nya, tapi juga cinta yang penuh ketulusan," jawab David membuat gelak tawa para sahabatnya langsung meledak.

Keributan yang tercipta di meja David, membuat Daffa yang sedang asik main suap-suapan dengan wanita yang akan dia kencani langsung teralihkan. Apalagi, nama Almira yang terdengar saat memeprkenalkan diri dengan para lelaki di meja sebelah, membuat Daffa benar-benar penasaran.

Begitu menoleh, matanya langsung membulat sempurna malihat sang istri yang dikelilingi banyak pria. Yang menarik perhatiannya, ada satu laki-laki yang terlihat begitu dekat dengan Almira dan memproklamirkan diri sebagai kekasih dari wanita itu.

Tentu itu membuat tangan Daffa terkepal erat. Enak saja laki-laki itu mengaku-ngaku sebagai kekasih Almira, sementara wanita itu sudah resmi menjadi istrinya.

"Tuan Daffa, apa yang Anda lihat?" Tanya wanita yang kini menemani Daffa berkencan.

Daffa menoleh, dan langsung mendengus kesal.

"Bayaranmu akan aku langsung transfer. Sekarang, pulanglah!" Titah Daffa yang sudah tidak berminat untuk bermain lagi.

"Maksud, Anda? Bukankah kita belum bersenang-senang?" Tanya wanita itu heran.

"Pergilah! Aku sudah tidak berminat lagi! Turuti saja perkataanku dan jangan membuatku semakin marah!" Geram Daffa dengan tatapan tajamnya.

"Ba-baik, Tuan." 

Wanita itu segera beranjak meninggalkan Daffa yang tiba-tiba dipenuhi amarah. Meskipun kebingungan dan tidak tahu apa yang sudah terjadi, tapi dia tidak berminat untuk melayangkan pertanyaan yang akan membuatnya dalam masalah besar.

Sementara Daffa yang sudah tidak tahan lagi dengan suara yang begitu menyakiti telingannya dari meja samping, langsung berdiri. 

Laki-laki itu berjalan dengan tangan yang terkepal erat. Matanya memerah memancarkan amarah yang siap meledak sebentar lagi.

Begitu sampai di dekat meja yang Almira duduki, kehadirannya yang memang belum disadari semua orang membuat Daffa langsung mendengus kesal.

Laki-laki itu langsung menarik tangan Almira, membuat wanita itu refleks beridiri.

"Kita pulang sekarang!" Ucap Daffa dengan suara yang kentara menahan kemarahan.

"Ta-tapi …."

"KITA PULANG SEKARANG, ALMIRA!"