Seolah terhipnotis Farah luluh mendengar pengakuan bersalah Adrian, ia memberi kesempatan pada Adrian untuk memperbaiki sikapnya.
"Apakah kau benar bersungguh-sungguh dengan ucapanmu?" Farah bertanya pada Adrian.
Adrian menatap Farah, lalu menganggukan kepalanya sebagai jawabannya.
"Apakah kau berjanji, tidak akan mengulangi perbuatan mu lagi yang menyakitiku, baik fisik maupun hatiku?" Farah memberanikan diri untuk bertanya lagi.
Sebenarnya ia takut dan tak ingin mempercayai ucapan Adrian namun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia masih menyayangi Adrian, seolah hatinya berkata ingin memberikan lelaki itu kesempatan.
Saat ini ia bingung pikiran dan hatinya tidak sejalan, hatinya menginginkan agar Ia tetap bertahan pada Adrian, namun logikanya menuntun ia untuk tak mempercayai setiap ucapan Adrian, mengingat semua perlakuan kasar Adrian padanya dulu.
"Baiklah aku memberimu kesempatan, namun Ini kesempatan terakhir untuk. Jika kau ingkar janji dan mengingkari semua perkataanmu, maka aku akan pergi dari kehidupanmu," ucap Farah memberi kesempatan kepada Adrian.
Adrian tersenyum mendengar perkataan Farah yang memberinya kesempatan. Ia berjanji tak akan pernah menyakiti dan mengingkari kata-katanya.
Adrian lantas memberanikan diri memeluk Farah, Farah dengan reflek membalas pelukan Adrian. Lelaki itu tersenyum senang.
Adrian melepas pelukannya pada Farah, mereka saling pandang satu sama lain, lelaki itu memberanikan diri mendekati Farah.
Arah matanya tertuju pada bibir ranum sang istri, ia mendekatkan wajahnya pada Farah.
Degub jantung Farah berdetak dengan kencang, "Apakah dia ingin menciumku? Aku harus bagaimana ini, haruskah aku?" Farah semakin deg-degan ia bingung harus apa.
Cup ...
Satu kecupan berhasil mendarat di bibir mungil itu, Farah melotot tak percaya jika Adrian benar-benar akan menciumnya.
Adrian hanya tersenyum jahil setelah berhasil memberi kecupan kilat di bibir Farah, ia pun berkata, "Aku akan meminta Hak ku jika kau sudah siap melakukannya." Adrian langsung berlalu pergi meninggalkan Farah yang mematung di ruang tamu.
Farah tersenyum malu, ia langsung saja naik ke atas menuju kamarnya. sesampainya di kamar wanita itu menutup pintu dan berusaha mengatur kembali degub jantungnya.
Ia bahagia mendapat perlakuan seperti itu dari Adrian, sedang Adrian sendiri langsung menuju ruang kerjanya menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Farah tertidur di kamar, sedang Adrian masih bergulat menyelesaikan pekerjaannya.
Tok ... Tok ...
"Non, sudah waktunya makan malam, Tuan muda sudah menunggu Nona di bawah," ucap Bibi membangunkan Nona mudanya.
Farah terbangun mendengar suara ketukan pintu, " iya Bi, aku akan segera turun," jawabnya dari dalam kamar. Farah bergegas ke kamar mandi lalu membersihkan diri. Ia tak menyangka bisa tidur sepulas itu.
Farah turun kebawah dan ia melihat Adrian sudah menunggunya di meja makan.
"Maaf aku tadi ketiduran," ungkap Farah saat sudah berada di meja makan.
Adrian tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa,kau bisa melanjutkan lagi setelah makan malam."
Mereka makan bersama, Farah mengambil makanan untuk Adrian dan kemudian untuk dirinya sendiri.
"Aku, akan keluar sebentar bersama Joe, tidak akan lama, kau tidurlah terlebih dahulu tak usah menungguku," Adrian berpamitan pada Farah, lalu tak lama kemudian Joe datang.
"Tuan, Nona," ucap Joe sambil membungkukkan kepalanya.
Farah tersenyum kearah Joe, "Apa kalian akan pergi sekarang?"
Joe melihat ke arah Adrian, sebagai tanda apakah ia harus menjawab pertanyaan Nona mudanya itu, Adrian pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Iya Nona, kami akan pergi sebentar ada urusan yang harus di selesaikan malam ini juga," terang Joe.
"Baiklah, kalian hati-hati di jalannya," ucap Farah, ia lalu mengantar Adrian pergi sampai di depan pintu.
Farah mencium punggung tangan Adrian sebelum pergi, Adrian tersenyum bahagia, ia pun menggoda Farah.
"Tunggu aku pulang," bisiknya di telinga Farah dengan suara yang begitu lembut dan menggoda, kemudian ia mengecup pipi Farah.
Wajah Farah bersemu merah, ia merasa malu di perlakukan seperti itu oleh Adrian, terlebih itu di lakukannya di depan Joe.
Farah langsung berlari menaiki tangga lalu pergi begitu saj masuk kedalam kamarnya.
Adrian dan Joe langsung saja masuk kedalam mobil lalu pergi, Farah menatap kepergian Adrian dari arah jendela kamarnya.
"Tuhan, jangan buat aku jatuh cinta padanya karena aku tak ingin terluka kembali untuk yang kedua kalinya." Farah masih merasa takut, takut jika ia harus kecewa untuk kedua kalinya.
Adrian dan Joe telah tiba di sebuah rumah kosong, rumah yang selama ini dia beli tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ia sengaja membeli rumah itu untuk basecamp agar gerak geriknya tak di curigai.
Rumah yang berada di kawasan elit yang tak akan pernah di temukan oleh orang tuanya, ia sengaja membeli rumah itu atas nama Farah.
Rumah besar nan megah, berwarnah putih, rumah yang di lengkapi dengan fasilitas yang canggih, yang semua serba otomatis, dan terkunci pin, di seluruh penjuru rumah di beri CCTV untuk memantau kegiatan dalam rumah dan pergerakan dari luar.
Tak hanya itu rumah itu pun di jaga ketat oleh bodyguard di segala penjuru rumah, baik yang terlihat maupun yang tidak.
Adrian memang telah merencanakan sesuatu untuk dirinya dan Farah kedepannya nanti, ia tak ingin Farah bernasib sama seperti Vania, jadi dia menyiapkan segala sesuatunya lebih awal.
"Bagaimana Joe apa ada perkembangan baru tentang kasus itu?"
Adrian menatap tajam ke arah Joe meminta ia memberi kabar baik padanya.
"Ada Tuan, tapi maaf mungkin ini akan membuat anda merasa tak senang, saya sudah tau siapa orang yang ada di CCTV itu," ungkap Joe, ia sedikit khawatir dengan kabar yang akan dia berikan itu.
"Aku tau Joe, pasti itu adalah ayahku kan?" Adrian sudah bisa menebak langsung apa yang akan di bicarakan oleh Joe.
"Maaf Tuan, benar itu adalah Ayah tuan muda, Tuan besar Surya," ungkap Joe.
"Selidiki terus sampai aku benar-benar yakin bahwa orang tuaku terlibat atas kasus ini, aku tak ingin salah kali ini," ia mencoba untuk menepis berita itu, dan tak mempercayainya.
Adrian harus benar-benar yakin bahwa ayah dan ibunya terlibat atas kasus ini, sebelum ia menemui ayahnya itu.
Sedang di sisi lain Surya telah merencanakan sesuatu, agar anaknya tak pernah tau jika dialah dalang dari pembunuhan Vania.
Surya meminta anak buahnya untuk merekaya kejadian saat ia berada di CCTV, ia membayar beberapa toko yang berada dalam jangkauan CCTV tersebut.
Ia menggunakan uangnya kembali untuk menyuap pemilik toko itu dan mengancam akan membuat mereka gulung tikar jika tak membantunya.
Ia membayar dan meminta mereke meberikan info palsu kepada Adrian jika ada yang bertanya pada mereka.
Semua sudah Surya perhitungkan dengan matang, ia tak akan membiarkan anaknya tau yang sebenarnya.
Surya pun tersenyum devil, menyunggingkan salah satu sudut bibirnya ke atas,