Chereads / Pemilik Toko di Death Valley / Chapter 15 - Kolonel Kataleya

Chapter 15 - Kolonel Kataleya

Di sebuah kota yang berada di timur Kerajaan Westya, bernama Ethyria.

Wilayah kota Ethyria berdekatan dengan perbatasan ke Kerajaan Farnodt yang berada di arah timur laut. Serta Abyss yang berada tepat di timur kota.

Akibat keberadaan kota yang berbatasan langsung dengan Abyss, perang demi perang melawan bangsa iblis selalu terjadi sepanjang tahun.

Maka tidak aneh bila banyak ditemukan tentara, adventurer, dan pengelana kuat di Ethyria.

Hari menjelang malam. Di kediaman walikota Ethyria, terdapat segerombolan orang yang berjubah putih, berdiri menunggu di lobi. Memimpin rombongan orang itu adalah seorang gadis remaja yang berdiri di depan dengan senyum manis.

Gadis itu berambut pirang pucat dengan mata biru seindah permata. Wajah oval dengan hidung mancung, serta kulit putih halus, membuat gadis tersebut anggun seperti peri.

Dia mengenakan gaun biru tua dengan baju zirah yang menutupi badannya. Jubah hoodie putih, menutupi seluruh badan, memperlihatkan kalau gadis tersebut tidak ingin keberadaannya diketahui khalayak banyak.

Gadis itu adalah Putri Ketiga dari Kerajaan Huntara, Putri Sravati Lye Huntara.

Sang Putri dari kerajaan di utara itu datang ke Ethyria dengan sembunyi-sembunyi untuk suatu maksud tertentu.

Tidak butuh menunggu lama, sebelum akhirnya pintu besar di kanan lobi terbuka. Seorang pria paruh baya berpostur tinggi dengan otot-otot yang berisi, melangkah dengan penuh percaya diri.

Pria itu menuai senyum lebar di wajahnya yang agak kotak, dengan rambut pendek merah bergelombang, dan kumis tebal. Pria itu adalah penguasa dari Kota Ethyria, Duke Terrion Grenhal.

Di belakang Terrion terdapat beberapa pelayan dan satu orang butler dengan rambut hitam dan mata kuning. Butler tersebut berjalan mengikuti tuannya dengan memperlihatkan senyum juga, namun matanya yang agak sipit itu mengamati tajam semua tamu yang ada di lobi.

Putri Sravati merasakan kengerian di dalam hatinya, ketika kedua mata kuning si butler tersebut menilik dirinya. Dia agak gemetar, dan memperlihatkan raut wajah yang mengerut. Ajudan dari sang putri yang berada di sampingnya, menyadari hal ini lalu melangkah maju dengan wajah geram.

"Hey, apa yang kau lakukan?! Kamu sedang berada di hadapan Tuan Putri Sravati dari Huntara. Apaan-apaan dengan tatapanmu itu? Apa seperti ini perlakuan orang-orang dari Duke Grenhal kepada tamu bangsawan kerajaan?!"

Ajudan dari Sravati, Mia, dengan lantang menunjuk ke arah butler yang berdiri di belakang Duke Grenhal.

Hal ini menyebabkan Duke Grenhal dan para pendampingnya tertegun. Duke serta merta melihat ke belakang, memicing tajam ke arah butlernya.

"Apa yang kau lakukan?"

Butler itu membungkuk sedikit sebelum menjawab, "Maaf, Tuan. Saya hanya memeriksa bila mereka adalah ancaman atau bukan."

"Apa yang kau lakukan itu adalah ancaman! Apa kau mau bertanggung jawab bila ketidaksopanan kamu memicu perang antar dua kerajaan?" Tanya Duke Grenhal, suaranya tidak lantang, namun nadanya terdengar penuh akan otoritas. Membuat semua yang mendengarnya hanya bisa diam tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

"…"

Grenhal menggeleng, "Gyo, tinggalkan pertemuan ini sekarang juga."

Butler itu, Gyo, membungkuk menyalami, sebelum berbalik lalu berjalan keluar dari ruangan. Namun, ketika dia berbalik, Mia melihat tatapan Gyo mengarah padanya. Lelaki itu pun menyunggingkan senyum sedikit sebelum akhirnya pergi.

Sebelum Gyo keluar dan mau menutup pintu, dia melirik ke seorang perempuan yang berada di belakang barisan Duke Grenhal.

Seorang perempuan dengan rambut putih panjang dan mata hijau bagai zamrud. Perempuan tersebut terlihat dingin tanpa ekspresi di wajahnya. Ketika Gyo ingin menutup pintu, dia berhenti sejenak karena mendapati sepasang mata zamrud itu menatapnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Kolonel Kataleya?" Tanya Gyo pelan agak berbisik.

Dia melihat perempuan berambut putih yang memakai seragam militer kerajaan itu hanya memiringkan kepalanya sedikit, lalu membalas singkat pertanyaan Gyo.

"Tidak ada, hanya perasaanku saja."

Kolonel Kataleya kembali menghadap ke depan, melihat Duke Grenhal telah mulai menyapa tamu kerajaan dari Huntara.

Gyo agak tertegun sejenak, sekelibat matanya terlihat suatu silau dingin, lalu dia tersenyum sinis, dan menutup pintu.

Di tengah lobi, Duke Grenhal menyalami rombongan Putri Sravati dengan membungkuk menyalami lalu menjulurkan tangannya.

"Selamat datang di Ethyria, Tuan Putri Sravati. Semoga saya tidak membuat anda menunggu lama."

Putri Sravati membalas dengan membungkuk sedikit sembari mengangkat sedikit ujung gaunnya.

"Tidak masalah, Duke Grenhal. Malah saya harus meminta maaf, karena telah mengganggu anda menjelang malam seperti ini." Ucap Putri Sravati menjabat tangan dari Duke Grenhal.

Mereka berbasi-basi sejenak sebelum Grenhal membawa rombongan Putri Sravati ke ruang tamunya untuk membicarakan keperluan sebenarnya dari kedatangan sang putri.

Duke Grenhal dan Putri Sravati duduk di sofa empuk nan antik yang saling berseberangan. Sedangkan para pendamping hanya berdiri di belakang masing-masing tuan mereka.

Putri Sravati kemudian menjelaskan maksud kedatangannya ke Ethyria. Dia yang selama beberapa bulan terakhir mengikuti program pertukaran pelajar untuk belajar di Akademi Sihir Westya, beberapa minggu kemarin dia mendengar kabar akan berita yang kurang mengenakkan dari Kerajaannya.

Duke Grenhal langsung tahu akan berita yang dimaksud. Berita tentang persekutuan Kerajaan Huntara dengan bangsa iblis dari Abyss.

Ternyata jauh dari perkiraan Reiss, bukan hanya dia seorang yang berhasil selamat dari pembantaian kelompoknya waktu itu. Terdapat satu orang lain yang selamat, seseorang yang menjabat sebagai warrant officer.

Pada malam sebelum kejadian, dia pergi dari perkemahan militer untuk pergi ke Kota Marina. Dia ditugaskan oleh Kapten ekspedisi tentang firasat buruk yang dimilikinya, dan meminta bala bantuan untuk datang secepatnya.

Namun tidak disangka, sore hari esoknya ketika warrant officer itu kembali dengan puluhan tentara bantuan. Hal yang dilihatnya pertama kali adalah tentara dari Kerajaan Huntara dan para iblis yang sedang berfoya-foya membakar tentara Farnodt sambil menari-nari.

Melihat itu, walaupun emosinya memuncak dan ingin segera membalaskan dendam. Namun, dia pada akhirnya memilih mundur, dan berlari kembali sekencang-kencangnya ke Marina. Membawa berita besar akan kerjasama Huntara dan Abyss.

Beberapa minggu setelah itu, dunia yang terasa damai di permukaan mulai menunjukan gelombang kekacauan.

Masih banyak yang belum diketahui apakah berita itu benar atau tidak, namun setidaknya, itu membuat posisi Huntara menjadi sedikit terpojok.

Minggu lalu, di tengah keresahan, Putri Sravati menerima pesan dari keluarga kerajaan di Huntara yang dibawa oleh seekor burung magis. Pesan itu menyuruhnya untuk berdiam dan bersembunyi di Westya, dikarenakan Kota Blackwinter telah membelot dan bersekutu dengan Abyss.

Tanpa diketahui oleh kerajaan luar bahkan oleh penduduk kerajaannya sendiri, Huntara saat ini sedang dalam situasi perang saudara. Namun, kedua belah pihak belum melakukan suatu agresi karena banyaknya hal yang harus mereka pikirkan dahulu.

Ibu dari Sravati meminta putrinya untuk bersembunyi sampai persoalan dalam kerajaan telah mereda.

Tapi apakah Sravati akan melakukan yang mereka minta? Tidak. Membaca kabar itu malah membuat dirinya semakin cemas. Dia langsung menyuruh rombongannya yang ada ibukota Westya untuk pergi secara sembunyi-sembunyi, tujuan mereka tentu saja adalah Kerajaan Huntara.

Namun masalah timbul bagi mereka saat ini. Untuk sampai ke Huntara, terdapat tiga jalur, yang di mana dua jalur adalah jalur yang sangat berbahaya. Yakni jalur Death Valley dan jalur Abyss. Sisa jalur lainnya, adalah satu-satunya jalur aman dan selalu dipakai oleh pedagang dan siapapun yang ingin pergi ke Huntara dari Westya.

Jalur itu adalah jalur yang melewati Kerajaan Farnodt.

Yup, kerajaan yang tentaranya telah terbantai oleh pasukan Huntara dan iblis. Bila Sravati pergi ke kerajaan itu tanpa rencana yang matang, maka dia akan menghampiri ajalnya.

Entah apa nasib sang putri bila ketahuan berada dalam Kerajaan Farnodt, dia mungkin menjadi sandera, mungkin juga dieksekusi secara publik. Entahlah, namun pergi ke sana bukanlah hal baik untuk Sravati pada saat ini.

Untuk itulah dia pergi ke Duke Grenhal meminta bantuan. Sravati ingin meminjam orang-orang Grenhal untuk menyelundupkannya ke Farnodt.

"Itulah tujuan saya kemari, Duke Grenhal," ucap Sravati yang telah usai menjelaskan alasan kedatangannya.

Grenhal menyentuh dagunya tampak berpikir. Dia sedikit tertarik dengan aksi dari sang putri, namun hal yang lebih nyangkut di pikirannya adalah isu akan kerjasama antara Huntara dan Abyss.

Untuk saat ini Westya masih belum mampu mengkonfirmasi kebenaran isu tersebut. Bukan saja karena Huntara menutup-nutupinya, namun pemeriksaan di perbatasan Kerajaan Farnodt pun semakin ketat, membuat berita dari utara Kastia sedikit terhambat.

Dan bukan itu saja, sepertinya mata-mata Westya yang ada di Farnodt sedang dalam kesulitan. Karena setelah isu itu tersebar, sama sekali tidak ada berita dari mereka.

Grenhal tertarik untuk membatu sang putri, karena dia juga ingin mencari tahu kebenaran isu tersebut. Pria paruh baya itu lalu melirik ke perempuan berambut putih panjang yang sedari tadi berdiri diam di pojok ruangan.

Grenhal tersenyum lebar, sebelum akhirnya menyetujui keinginan sang putri.

Sravati agak terkejut karena tidak menduga Duke Grenhal akan menyetujuinya begitu saja, bahkan tanpa negosiasi soal imbalan sama sekali. Dia hanya bisa berterima kasih sedalam-dalamnya sambil berjanji akan membalas kebaikan Duke di kemudian hari.

"Kolonel." Panggil Grenhal.

Perempuan berambut putih yang memakai baju militer itu maju mendekat, menyaluti Duke dan putri bergantian.

"Putri Sravati, dia adalah Kolonel Kirana Kataleya. Dia salah satu bawahanku yang saya percaya," ujar Grenhal memperkenalkan perempuan berambut putih tersebut ke Sravati. Dia lalu berpaling ke Kolonel Kataleya, "Kolonel, saya serahkan urusan Putri Sravati dan rombongannya di tangan anda."

"Siap, laksanakan, Tuan."