Seorang pria tampan berbadan kekar dengan brewok tipis dan memiliki mata biru hazel, sedang berjalan sambil menarik koper hitamnya, keluar dari bandara internasional Seattle, Washington DC. Dia mengenakan celana jeans hitam yang dipadu dengan kaos putih dan jaket kulit sepadan dengan warna celana, mengenakan kacamata hitam yang membuatnya terlihat semakin keren.
"Aku sudah sampai, kamu di mana, Jack?" tanya pria itu sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
" .. .. .. "
"Oke, aku akan ke sana," lanjutnya lalu segera memutuskan sambungan telepon itu, kemudian berjalan menuju pinggir jalan. Dia melihat sebuah mobil jenis mustang hitam sudah menunggunya.
"Zach," sapa Jack sambil tersenyum melihat kedatangan Zach. Dia adalah sepupu Zach yang juga mantan kekasih Adriana sebelum menikah dengan Mark. Pria itu terlihat tampan dengan rambut yang agak ikal, memiliki brewok agak tebal dan mata abu-abu.
"Hi, Bro," sahut Zach kemudian memasuki mobil..
"Apa perjalanan mu menyenangkan?"
"Tidak terlalu. Ada kejadian turbulensi udara tadi. Ini sangat menyebalkan," ucap Zach dengan agak kesal.
"Itulah resiko naik kendaraan paling aman di dunia, tapi juga paling bahaya. Pesawat memang minim kecelakaan, tapi sekali celaka, semua penghuni pesawat akan berpindah alam," sahut Jack sedikit terkekeh.
"Yeah ... terasa bertaruh nyawa setiap akan melakukan penerbangan." ucap Zach sambil memasangkan seatbelt nya, kemudian melirik Jack. "Bagaimana kabarmu? Apa semua baik-baik saja?".
"Aku sibuk akhir-akhir ini," jawab Jack kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. "Perihal rumah tangga, semua baik-baik saja bahkan terlalu damai hingga terasa hambar," lanjutnya dengan malas.
"Hm... aku juga," gumam Zach. "Aku punya jadwal yang sangat sibuk akhir-akhir ini," lanjutnya, menatap pemandangan dari jendela kaca depan.
"Jangan hanya memikirkan karirmu, Zach. Di antara semua teman kita, hanya kamu yang belum menikah." Jack menggoda Zach masing-masing, yang masih lajang.
Zach tidak langsung menanggapi sarkasme Jack. Dia terdiam memikirkan Adriana yang selalu ada di pikirannya meskipun Dia sudah berusaha melupakannya, karena dia adalah merupakan mantan kekasih sepupunya itu.
"Hei, kenapa kamu diam?" tanya Jack, memecahkan lamunan Zach.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ... ." jawab Zach gugup.
"Hanya apa?" tanya Jack menyelidiki.
"Aku lelah," jawab Zach. "Aku hanya ingin tidur, kalau sudah sampai tolong bangunkan aku!" serunya.
Zach memposisikan dirinya senyaman mungk, lalu memejamkan matanya meski tidak mengantuk. Semua itu untuk menghindari ocehan Jack karena itu yang membuatnya ragu untuk menikah adalah mantan sepupunya beberapa tahun yang lalu..
"Huh... malah tidur." Jack kesal karena Zach lebih suka tidur daripada mengobrol dengannya. Padahal, sudah hampir tiga tahun mereka tidak bertemu.
Setelah 30 menit menempuh perjalanan, mereka tiba di rumah Jack. Semua anggota keluarga mereka berkumpul di sana untuk sekedar mengobrol dan training. Biasanya, mereka makan bersama kembali beberapa hari sekali dan hari ini kebetulan tepat ketika Zach kembali dari Meksiko.
"Zach, kamu akhirnya kembali," kata seorang pria paruh baya. dia adalah Darren, ayah Jack.
"Ya, karena pekerjaanku sudah selesai," jawab Zach sambil tersenyum ramah sambil duduk di sofa.
"Kamu pulang sendirian, Nak?" tanya Christie, ibu Zach.
"Tentu saja," jawab Zach singkat.
Christie menghela nafas, melirik pada Zach yang pulang sendirian. itu artinya sang putra belum mendapatkan jodoh.
"Hmm, kenapa kamu tidak membawa kekasih atau istri?" tanya Christie dengan kecewa. "Lihat, Jack. dia sudah menikah dan punya anak," lanjutnya sambil melirik wanita yang sedang menggendong balita.
"Aku belum memikirkan itu, Bu," jawab Zach.
"Apakah Anda ingin menjadi lajang sampai tua?" tanya Irina, istri Jack. Dia terlihat sangat glamor dengan pakaian sexy berupa terusan dress hitam sebatas lutut, mengikat rambutnya ala ekor kuda, serta memakai make up agak tebal. Dia sedang memangku putranya yang bernama George, berusia sekitar dua tahun.
"Terserah aku ingin menikah atau, itu bukan urusanmu!" Zach menjawab dengan ketus, karena tidak pernah menyukai Irina sebagai saudara perempuan karena dia sangat arogan. Zach tidak mengerti mengapa sepupunya lebih memilih wanita itu daripada Adriana yang lebih sopan dan ramah, bahkan lebih cantik meskipun berpenampilan sederhana.
"Mungkin belum ada yang memikat hatinya, itu sebabnya dia tetap melajang," kata Jack santai.
"Yeahh" Zach menganggukkan kepalanya. "Aku tidak tertarik pada gadis mana pun," lanjutnya.
"Kamu tidak perlu khawatir, Christie. Anakmu tampan, pasti banyak gadis yang akan memikatnya," bujuk Darren dengan tersenyum hangat.
"Ya...." Christie pasrah soal jodoh Zach."Lebih baik kita makan bersama, Irina dan aku sudah masak banyak tadi. " lanjutnya sambil beranjak dari sofa.
Mereka semua setuju, lalu pindah ke ruang makan. Mereka makan bersama sambil mengobrol membahas pengalaman masing-masing dan memanfaatkan waktu bersama dengan bertukar cerita.
Beberapa menit setelah santai di ruang tengah, Zach merasa bosan dan terus memikirkan Adriana. Dia ingin tahu kabar gadis yang selalu ada di hatinya itu. Meskipun gadis itu sudah menikah, dia tidak bisa menghilangkan rasa sayang yang sudah lama terpendam di hatinya
"Aku akan keluar sebentar," kata Zach sambil bangkit dari tempat duduknya. Dia berencana untuk pergi ke minimarket, untuk membeli beberapa barang yang dia butuhkan.
"Kau mau ke mana, apa kamu tidak lelah?" tanya Christie.
"Aku ingin membeli sesuatu, Bu," jawab Zach sambil mengambil kunci mobil Jack, kemudian berjalan keluar rumah. 'Mungkin aku akan menemuinya setelah ke minimarket,' batinnya dengan tersenyum simpul.