Chereads / Love, Jerk, and Affair (Indonesia) / Chapter 15 - Rasa kesal

Chapter 15 - Rasa kesal

Sudah dua hari Evan dirawat, Mark tidak ada kabar samasekali bahkan nomornya masih belum bisa dihubungi. Selama balita itu dirawat, hanya Adriana dan Dave yang merawatnya. Margareth dan Byanca bahkan tidak menjenguk. Hal itu membuat Adriana semakin sedih dan terluka karena Evan hanyalah anak polos dan tidak tau apa-apa yang diabaikan begitu saja.

Terkadang Zach tetap datang menjenguk Evan meski hanya sebentar meski Adriana melarangnya. Ibu muda tidak bisa menghindari sikapnya yang selalu peduli, karena dia membutuhkan dukungan, karena Mark sebagai suami malah pergi entah ke mana.

Adriana curiga terhadap Mark. Biasanya, suaminya saat keluar kota akan memberi kabar meski hanya beberapa kali. Namun kali ini tidak memberikan kabar sama sekali, bahkan ponselnya sepertinya sengaja dimatikan.

Adriana berusaha menutupi kecurigaannya dan lebih fokus merawat Evan yang sedang sakit. bocah itu tidak lagi mencari ayahnya karena Dave dan Zach datang dan menghiburnya, membuatnya merasa lebih diperhatikan.

____

"Cari tahu di mana dia, pastikan ada berita tentangnya hari ini atau aku akan memecatmu!" seru Dave di telepon dengan nada penekanan dan mata berapi-api penuh amarah. Dia yakin kakaknya tidak sedang keluar kota, tetapi mungkin sedang bersenang-senang dengan wanita lain.

Dave mencoba mencari keberadaan Mark dengan menyuruh seseorang yang dia percaya. Dia kesal pada kakaknya karena dia terlalu banyak berbohong pada Adriana. Pemuda itu juga membenci ibu dan adiknya yang tidak peduli dengan kondisi Evan yang sakit bahkan dirawat di rumah sakit.

Sore harinya sepulang kerja, Dave memutuskan pulang untuk menegur ibu dan adiknya, karena merasa kasihan dan mapu pada Adriana atas perilaku mereka yang tidak menunjukkan kepedulian terhadap Evan sebagai cucu.

___

Sesampainya di rumah, Dave berjalan ke ruang tamu dan melihat ibu dan adik perempuannya sedang duduk santai di sofa ruang tamu yang berwarna putih kekuningan, sambil membaca majalah.

"Kalian tidak punya hati!" kata Dave dengan nada tinggi. Dia masih berdiri menatap benci pada dua wanita yang penting dalam hidupnya itu

"Kamu baru saja datang. Kenapa marah-marah tidak jelas? Ada apa, Dave, apa kamu mabuk?" Margareth bertanya dengan heran

"Evan sakit, dia sedang dirawat dan kalian tidak menjenguknya sama sekali," jawab Dave dengan tatapan tajam. "Kalian benar-benar keterlaluan!"

"Apa masalahnya? Bukankah ada Adriana yang merawatnya?" Byanca bertanya dengan santai, bahkan masih menatap majalah.

Dave yang kesal karena adiknya tidak menghargainya dan malah bersikap acuh tak acuh, langsung menyambar majalah itu dan membuangnya ke sembarang arah.

"Kamu kenapa, Sih?" tanya Byanca yang terlihat marah, dia langsung berdiri menatap kakaknya dengan heran.

"Seharusnya kamu ke rumah sakit untuk menjenguk Evan, walau bagaimanapun dia adalah keponakan mu!" seru Dave geram.

"Aku tidak pernah menginginkan dia jadi keponakan ku! Hak ku untuk datang ke sana atau tidak, kamu jangan mengaturku!" Byanca malah makin bersikap kurang ajar. Gadis yang mengenakan celana jeans abu-abu sebatas paha dipadu dengan t-shirt biru dengan terbuka itu bahkan berani menunjukkan ke arah wajah sang kakak. "Aku sudah muak dengan drama-drama yang dibuat oleh Adriana dan anaknya itu!"

"Persetan, ini bukan drama!" geram Dave hendak menampar Byanca.

Byanca langsung menunduk memalingkan wajah dan saat itu Margareth segera mencegah, dan mendorong Dave supaya menjauh.

"Kenapa kalian berkelahi hanya karena wanita murahan itu?" bentak Margaret, lalu menatap Dave. "Berani-beraninya kamu akan menampar adikmu hanya karena wanita sialan itu!"

"Dia bukan wanita murahan, bukan wanita sialan!" Dave menegaskan, napasnya agak terengah-engah karena emosi, menatap ibu dan adiknya dengan heran. "Kenapa kalian bisa sangat tega padanya, bahkan dia adalah menantu yang disayangi papa. Andai papa masih hidup, papa pasti malu melihat sikap kalian yang tidak berperikemanusiaan samasekali! Aku benar-benar muak dengan kalian, kalian memalukan!"

Margareth tersenyum sinis pada putra kedua dan malah bertanya, "Apa namanya jika bukan wanita murahan? Dia menyerahkan dirinya kepada kakakmu, lalu menjebaknya dengan membuat dirinya hamil sehingga dia bisa menikah dan hidup nyaman di sini, apakah kamu masih ingin membelanya? Papa mu baik padanya juga karena sudah tertipu, bahkan kamu juga sudah tertipu oleh sikapnya yang sok lugu, tertipu oleh airmata palsunya!"

"Dia tidak seperti itu. Dia memang menangis karena menderita! Mark yang merusak masa depannya dengan merayu, menghamilinya, menikahinya, dan membawanya ke sini sementara mama berlaku tidak baik padanya. Dia juga tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena Mark. Dia adalah korban. dan seharusnya mama tidak membenci Evan! Bagaimana dia tidak sedih dengan nasib ini? Bagaimana bisa mana menyebutnya airmata palsu?" Dave tetap ngotot membela Adriana. Selain didasarkan pada kasih sayang dan kebenaran, dia membelanya karena dia mencintainya.

"Tetap saja dia yang salah karena tidak bisa menjaga dirinya sendiri dari rayuan kakakmu ... lagipula, kenapa kamu selalu membelanya, bahkan sekarang kamu berani berteriak pada mama hanya karena dia?" Margareth bertanya-tanya dengan heran dengan matanya menajam.

"Karena dia juga suka Adriana, Ma," timpal Byanca bermaksud memojokkan Dave.

"Benarkah yang dikatakan kakakmu?" tanya Margareth dengan tatapan marah pada Dave. Tentu saja dia marah, karena Adriana yang dibencinya juga disukai oleh putra keduanya. Ugh, dia jadi makin benci pada menantunya itu.

Dave menghembuskan napas kasar, hanya diam melirik Byanca dengan kesal. Dia bahkan muak dengan mulut adiknya yang seperti kompor yang selalu membuat suasana makin pana. Pria yang mengenakan celana dasar hitam dipadu dengan kemeja putih itu memilih untuk pergi daripada menjawab pertanyaan ibunya yang pasti akan makin marah jika tau tentang perasaannya.

____

Dave mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Dia tidak bisa berhenti memikirkan pertanyaan ibunya karena dia juga tidak mengerti perasaannya.

"Aku selalu ingin bersama Adriana, selalu ingin membantu, dan merasa khawatir padanya. Tapi apakah ini cinta? Apa aku gila karena mencintai istri kakakku sendiri?'

dret... dret...

Terdengar suara dering ponsel yang terletak di atas dashboard. Dave menepikan mobilnya sambil meraih benda canggih itu, kemudian melihat ada panggilan masuk dari Frank, orang kepercayaannya.

"Hallo, Frank. Ada apa?" tanya Dave.

"Saya sudah tahu di mana Mark," jawab Frank dari telepon.

"Kirim alamatnya, aku akan ke sana!" seru Dave, lalu segera mengakhiri panggilan itu.

"Aku akan menyeretmu untuk pulang malam ini, Mark!" gumam Dave dengan tatapan begitu dingin membayangkan akan bertemu dengan sang kakak yang pembohong, berpikir untuk segera menggiringnya ke rumah sakit supaya tau keadaan putranya.

____

Di rumah sakit, Adriana menyuapi Evan dengan sup ayam yang dibelikan oleh Zach. Pria itu datang tiba-tiba dan dia tidak mampu mengusirnya karena kekeraskepalaannya tidak bisa dikalahkan dengan mudah.

"Dia menyukainya, kan?" Zach bertanya sambil melihat Evan makan sup dengan lahap.

"Iya karena dia memang suka sup," jawab Adriana tanpa menoleh, karena masih fokus memberi makan anaknya. Wanita yang mengenakan celana jeans biru dipadu dengan atasan hitam itu, terlihat agak pucat dengan mata yang terlihat seperti kurang tidur. Mungkin karena harus menjaga putranya.

Zach mengangguk mengerti lalu bertanya,") "kenapa suamimu belum juga datang, apa kamu tidak meneleponnya?"

"Tidak," jawab Adriana. "Aku tidak ingin membuatnya khawatir, mungkin besok dia akan pulang," lanjutnya.

Zach mengangguk mengerti, lalu kembali menatap Evan yang tampak lebih baik dan tidak demam lagi. Bocah yang mengenakan setelan piyama berwarna biru itu, terlihat selalu menarik karena parasnya yang tampan meskipun kini agak terlihat pucat

"Sepertinya dia semakin membaik," gumam Zach.

"Ya, dokter bilang dia bisa pulang besok," sahut Adriana.

"Oh itu bagus."

"Sebaiknya kamu pulang, ini sudah larut," kata Adriana melirik Zach yang berdiri di belakangnya.

"Hei... ini masih jam tujuh," kata Zach sambil melihat jam tangannya yang berwarna hitam. Dia selalu terlihat keren dengan gaya kasual dengan mengenakan celana jeans hitam dipadu dengan sweater abu-abu dan menyisir rambutnya dengan style spiky.

Adriana menghela napas kasar, lalu menatap Zach dengan kesal karena susah untuk diusir. "Tapi sejak sore kamu di sini. Aku tidak ingin Dave atau orang lain salah paham."

"Ngomong-ngomong, kurasa adik iparmu itu menyukaimu," kata Zach santai. "Dia begitu perhatian padamu sejak kemarin. Aku bisa melihat dari caranya memperlakukan mu dan menatapmu," lanjutnya.

"Jangan mengada-ada. Dia iparku, Zach," kata Adriana dengan cemberut..

"Adik ipar juga bisa menyukai kakak iparnya karena dia sangat menarik." Zach tersenyum dan melirik Adriana.

"Lalu, apakah kamu juga tertarik?" tanya Adriana, memancing kejujuran Zach. dia ingin tahu apakah pria itu masih bertingkah seperti pengecut.

"Tentu saja, bahkan kurasa kamu tahu bahwa aku tertarik padamu sejak lama," jawab Zach.

"Omong kosong." Adriana tersenyum sinis pada Zach, lalu membuang muka. Dia kembali untuk menyuapi Evan, yang fokus makan sambil bermain dengan mobil mainan berwarna merah berbentuk mobil sport yang dibelikan oleh Zach.

"Hem...." Zach menghela napas sambil menyugar rambutnya, lalu mengalihkan pandangannya dari Adriana. "Jika kamu bukan mantan pacar Jack, aku mungkin akan menikahimu," ucapnya pelan.

"Kenapa membicarakan ini lagi? Ini semua percuma karena sekarang aku sudah menikah. jika kamu selalu memiliki niat untuk bersamaku dan berani berterus terang, mungkin tidak akan terjebak dengan Mark. Sekarang pergilah ... setelah selesai makan, aku akan segera menidurkan Evan!" kata Adriana dengan ketus.