Chereads / Love, Jerk, and Affair (Indonesia) / Chapter 16 - Para pria brengsek

Chapter 16 - Para pria brengsek

Flashback on:

Adriana dan Zach sedang duduk di kursi panjang di dekat danau. Mereka saling menatap pemandangan alam yang hijau dan sejuk, terkadang suara kicau burung membuat suasana semakin nyaman.

Adriana menatap Zach yang terlihat keren meski hanya sekedar berpakaian santai berupa celana jeans hitam dipadu dengan t-shirt putih agak ketat, menonjolkan bagian-bagian tubuhnya yang kekar, serta memakai kalung dengan liontin berbentuk kunci. Pria itu hanya diam dengan tatapan kosong. Membuatnya tak tau ke mana arah pembicaraan yang sebenarnya?

"Bisakah aku bertanya sesuatu?" tanya Adriana, memecahkan keheningan.

"Hem, katakan saja," seru Zach santai.

"Aku ingin kamu jujur ​​tentang perasaanmu padaku sebelum aku jatuh terlalu dalam," seru Adriana agak canggung.

Zach menghela napas, menoleh menatap Adriana yang begitu cantik dalam balutan celana jeans hitam dipadu dengan blouse abu-abu, memakai make up natural yang membuatnya terlihat polos, rambutnya tergerai indah tertiup angin, membuatnya begitu menawan. Namun tiba-tiba bayangan gadis yang pernah berkencan dengan sepupunya itu, membuatnya muak dan cemburu.

"Adriana, ini sulit, aku sangat nyaman denganmu, tapi ...." Zach memalingkan wajahnya.

"Tapi apa?" tanya Adriana.

"Aku tidak yakin bisa menjalin hubungan dengan mantan kekasih sepupuku sendiri, aku hanya akan terbakar cemburu ketika membayangkan atau mendadak teringat masa-masa kalian begitu mesra di depanku," jelas Zach dengan gusar.

Adriana tersenyum tipis dengan ekspresi tidak suka, bahkan hatinya mulai terasa tidak nyaman . "Jadi kamu mempermasalahkan sebuah masalalu? lalu apa yang kamu mau?"

"Adriana, aku mencintaimu tapi aku tidak bisa bersamamu, mungkin kita hanya berteman mesra karena aku yakin kamu masih memiliki perasaan untuk sepupuku selama dia masih mencintaimu. £ku yakin dia akan sangat kecewa jika kita menjalin hubungan," jelas Zach seolah-olah bingung.

"Teman mesra katamu? Kamu pikir aku gadis sembarangan yang ingin bermesraan tanpa kepastian dengan pria pengecut sepertimu. Aku bahkan melupakan Jack sialan itu dari pikiranku, itu semua karena kamu! Kamu membuatku nyaman, jatuh dalam cinta, tapi ternyata kamu hanya ingin aku menjadi teman mesra? sepertinya kamu tidak jauh berbeda dengan laki-laki lain yang hanya memberi harapan palsu!" Adriana sangat kesal, lalu bangkit dari kursi dan hendak pergi namun langsung dicegah oleh Zach.

"Adriana, aku... aku tidak bisa jauh darimu." Zach memegang tangan Adriana...

"Dan kamu juga tidak bisa memberikan kejelasan tentang hubungan kita. Aku bukan gadis murahan yang bisa bermesraan dengan pria yang tidak ingin menjadi pendampingku di masa depan," kata Adriana dengan tegas lalu melepaskan tangan Zach darinya. lengannya.

Adriana segera pergi sementara Zach menatap kepergiannya, tidak ada niat mengejar karena keraguan dihatinya. Dasar pengecut!

"Jack, Zach ... kalian adalah saudara, dan kalian bermain-main dengan hatiku. Aku bahkan menyesal telah terjebak dalam cinta kalian yang hanya menganggap aku seperti mainan kalian!"

Sejak hari itu, Adriana enggan untuk bertemu Zach lagi. Dia memutuskan untuk menyendiri dan fokus pada pendidikan sampai dia tidak sengaja bertemu dengan Mark, pria tampan yang merupakan seorang CEO yang menyumbangkan dana untuk kampus tempat dia belajar.

Mark begitu perhatian dan memberikan apa pun yang dibutuhkan Adriana dari hari demi hari hingga mereka sangat dekat. Pria tampan yang memiliki rambut agak bergelombang dan brewok yang tipis itu mengungkapkan perasaannya pada gadis yang terluka dan membutuhkan angin sejuk untuk menyembuhkan luka di hatinya yang disebabkan oleh Zach yang hanya memberinya harapan palsu.

"Aku mencintaimu, Adriana, bahkan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu," kata Mark sambil memegang tangan Adriana.

"Apa kamu sedang membual? Aku tidak bisa menerima pria yang hanya mengganggap aku sebagai pemuas saja." Adriana melepaskan tangan Mark dari tangannya.

"Maksudku, aku jatuh cinta padamu saat pertama kali melihatmu di kampus. Aku tidak bisa menghilangkan wajah cantikmu dari pikiran ku. Setiap saat, itu membuatku gelisah dan tidak bisa fokus pada pekerjaan," jelas Mark dengan tatapan memohon.

"Benarkah?"

"Aku ingin menjalin hubungan denganmu ... Aku ingin kamu jadi pacarku selalu suatu hari nanti kita akan menikah ... " kata Mark, meraih tangan Adriana lagi.

Adriana terdiam sejenak, mengingat Zach yang sudah tidak bisa diharapkan lagi lalu menatap Mark yang sepertinya tulus mencintainya.

"Aku akan belajar mencintaimu," kata Adriana sambil tersenyum canggung pada Mark.

Saat itu, Mark sangat senang karena Adriana akan belajar mencintainya, memberi kesempatan untuk menjalin hubungan dengannya.

Flashback off

Adriana muak dengan alasan Zach selalu menggunakan nama Jack sebagai penyebab keraguan menjalin hubungan dengannya, meskipun dia tidak lagi memiliki perasaan cinta untuk Jack, Apalagi Jack juga sudah menikah dengan Irina.

Merasa tersindir dengan kata-kata Adriana yang menyadarkan dirinya ajan sifat pengecutnya, Zach memutuskan untuk pulang. "Oke, aku pulang."

Adriana hanya diam.

Zach segera keluar dari ruang rawat. Dia berjalan pelan sambil memikirkan perkataan Adriana yang seolah menusuk hatinya.

"Aku ragu untuk bersamamu karena dulu Saat Kamu bersama sepupuku, kalian sangat mesra. Aku terus merasa cemburu dan takut dia akan menggoda kamu lagi karena aku tahu kalian pernah saling mencintai,' kata Zach yang masih bertingkah seperti pengecut.

____

Di tempat lain, Mark sedang makan malam dengan Maura di sebuah restoran. Mereka berdua, selalu menghabiskan waktu bersama dan bersenang-senang.

Pria itu bahkan sepertinya lupa bahwa dia punya istri dan anak. Dia sengaja mematikan ponsel-nya dan memasukkannya ke dalam kopernya agar tidak mengganggu aktivitas perselingkuhannya.

"Besok kita akan berpisah lagi," gumam Maura dengan ekspresi tidak senang.

"Jangan sedih, aku akan sering mengunjungimu," bujuk Mark sambil memegang tangan Maura yang duduk berhadapan dengan berbatasan pada meja bundar yang tidak terlalu lebar.

.

"Tapi aku ingin selalu bersamamu seperti ini," sahut Maura manja.

"Kalau sudah waktunya, kita akan selalu bersama. Sekarang kamu harus bersabar karena aku tidak bisa meninggalkan Adriana begitu saja," seru Mark dengan perasaan dilema.

Maura hanya bisa mendengus kesal karena Mark masih keberatan melepaskan Adriana secepatnya.

"Lebih baik kamu pulang sekarang, Evan sakit!" kata seseorang yang berdiri di belakang Mark.

Mark segera menoleh dan menatap orang itu.

"Dave ... Kenapa kamu bisa tahu aku di sini?" tanya Mark yang terkejut.

"Tentu saja," jawab Dave sambil mencibir. "Sangat mudah bagiku untuk menemukan kamu yang sudah membohongi Adriana."

Mark terlihat bingung, sedangkan Maura menatap penuh kebencian pada Dave yang merusak suasana.

"Cepat pulang atau aku akan menghajar kamu di sini dan semua orang akan tahu bahwa seorang Mark William Anderson sedang berselingkuh!" Dave mengancam dengan erangan rendah, sesekali melirik Laura yang menatapnya dengan kesal. Dia ingin memukul Mark atau menampar pipi wanita itu.

Mark menatap Maura yang sepertinya tidak i ingin ditinggal pergi,.tetapi dia tidak ingin Dave mengamuk di tempat umum. Pria itu cukup mengerti bahwa sikap adiknya saat sedang marah akan sangat brutal.

Mark menghela nafas, mencoba untuk tetap tenang dan terlihat pasrah. Mau tidak mau dia harus pulang. "Aku akan mengambil koperku dulu. Kamu pulang saja, aku akan menyusulmu nanti!" katanya

"Pergi saja ke rumah sakit, karena dia masih dirawat di sana!" Dave menyarankan, lalu bergegas pergi.

Mark menghela napas kasar sambil meremas rambutnya dengan kesal dan frustrasi. Dia masih ingin bersama Maura tetapi dia juga mengkhawatirkan Evan.

"Apa kamu akan pergi sekarang?" tanya Maura sedih.

"Ya," jawab Mark dengan tatapan sedih sambil mengusap pipi Maura dengan lembut. Gadis itu hanya bisa mengangguk patuh meski hatinya menolak.

"Sekarang kita kembali ke apartemen, aku akan mengambil koperku dulu," kata Mark sambil beranjak dari kursi sementara Maura hanya bisa pasrah mengikutinya dengan kecewa.