Sesampainya di rumah sakit, Zach langsung bertanya pada resepsionis tentang di mana Evan dirawat. Setelah mengetahui di kamar mana anak itu dirawat, dia langsung berjalan menuju kamar dengan menyusuri koridor rumah sakit dengan cat dinding berwarna putih kecoklatan yang mendominasi.
Sampai di kamar yang dituju, Zach tidak langsung masuk. Dia melirik ke arah pintu di mana terdapat kaca tembus pandang yang membuatnya melihat Adriana sedang duduk sambil sesekali menyeka matanya. Wanita itu terlihat seperti sedang menangis.
'Kenapa kamu selalu terlihat sedih? Apa kamu tidak bahagia bersama Mark? Dan di mana dia sekarang, mengapa tidak di sini?' Pikir Zack bertanya-tanya, matanya mencari keberadaan Mark tetapi tidak menemukannya. Pria itu segera membuka pintu dan masuk.
Adriana yang sedang menangis langsung menyeka air matanya dan menoleh ke arah Zach yang baru saja masuk. Pria itu menatapnya intens, lalu menatap Evan yang sedang tidur dengan infus terpasang di tangan kanannya.
"Kenapa kamu ke sini," tanya Adriana yang tidak menyangka Zach datang. Tatapannya datar dan terasa canggung.
"Tentu saja aku datang karena aku mengkhawatirkanmu dan anakmu, Adriana," kata Zach sambil berjalan ke arah Evan dari sisi kanan tempat tidur.
"Namanya Evan," Adriana membenarkan.
"Maaf aku lupa, di mana Mark?" Zach bertanya sambil melirik ke arah kamar mandi atau sofa, mengira mungkin suami Adriana ada di sana.
"Dia di luar kota," jawab Adriana tanpa menatap Zach.
Zach mengerutkan kening dan bertanya, "Putranya sakit tetapi dia malah pergi. Apa dia tidak peduli padanya?"
"Dia pergi sebelum tahu Evan sakit, dan tentu saja dia peduli padanya," kata Adriana berbohong. Dia enggan untuk mengatakan yang sebenarnya tentang masalah keluarganya karena pasti Zack akan menceramahinya.
"Hmm... bagus, aku lega mendengarnya." Zach mengangguk puas tapi ekspresinya menunjukkan ekspresi tidak senang. Mungkin dia cemburu karena Adriana selalu memuji suaminya.
Sampai beberapa saat, hanya ada keheningan di antara mereka. Zach duduk di sofa sementara Adriana tetap di kursi di sisi kiri tempat tidur Evan.
___
Adriana melirik Zach yang selama ini menatapnya serius, itu membuatnya tidak nyaman.
"Seharusnya kamu pulang, Zach," serunya, tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama dengan pria itu.
"Kenapa kamu mengusirku? Aku ingin menjaga Evan sampai pagi." Zac bersikeras untuk tetap tinggal dan malah mendekati Evan. "Aku tidak tega membiarkanmu merawatnya sendirian," lanjutnya dengan iba.
"Jangan gila, Zach, pulanglah! Aku tidak ingin ada yang salah paham kalau kamu ada di sini!" Adriana mulai kesal dan mendorong Zach menuju pintu agar pria itu mau pulang. tetapi ketika mereka berada di pintu, malah ada Dave yang baru datang membawa tas berukuran sedang.
Dave terdiam di depan pintu menatap Zach yang tampak asing baginya.
"Dave, kamu sudah datang. Eh....kebetulan aku harus keluar sebentar untuk membeli makanan. tolong jaga Evan." Adriana berkat agak gugup, lalu bergegas keluar menyeret Zach dengan tidak sabar.
Dave masih terdiam menatap kepergian Adriana dan Zach. 'Siapa dia?' batinnya.
____
Setibanya di halaman rumah sakit, Adriana melepaskan cengkeramannya pada Zach dan menjauhkan tubuhnya dari pria itu.
"Kamu tidak bisa sembarangan menemui ku lagi, Zach... aku sudah menikah, aku wanita bersuami!" Adriana mengingatkannya dengan kesal.
"Ya aku tau, tapi kita sudah berteman sejak lama dan Mark juga tahu itu, jadi apa masalahnya?" tanya Zach.
Adriana menghela napas, melirik Zach yang bersikap tidak peduli tanpa memikirkan akibat dari kedatangannya.
"Kamu tidak tahu bagaimana mertuaku akan menuduhku sembarangan jika dia melihat pria lain bersamaku, aku tidak ingin ada masalah. Jadi, jangan temui aku tanpa izin! Aku takut ketika mertuaku datang menemui Evan saat kamu di sini, lalu ada kesalahpahaman ..." Adriana menjelaskan dengan ekspresi hampir marah saat itu.
"Lalu siapa pria itu?" Zach bertanya sambil mengingat tentang Dave yang masuk ke ruang rawat Evan.
"Dia Dave, aduk iparku," jawab Adriana sambil membuang muka.
Zach mengangguk mengerti dan menghela nafas kasar karena dia masih ingin bersama Adriana, tetapi harus pulang untuk kebaikannya.
"Baiklah, aku akan pulang ... hubungi aku jika kamu merasa membutuhkanku," seru Zach sambil tersenyum pada Adriana.
"Ya," sahut Adriana.
"Aku pulang." Zach pamit lalu segera kembali ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri bersama Adriana.
Adriana hanya menatap kepergian Zach hingga lenyap dari pandangan. 'Jangan mendekat, Zach. Hatiku dalam keadaan tidak stabil ... aku takut kamu akan menjadi penyembuh lukaku hingga aku mulai mengharapkanmu lagi,' pikirnya.
Saat Zach pergi, Adriana langsung membeli makanan dan minuman di kantin rumah sakit, lalu kembali ke ruangan tempat Evan dirawat.
____
Adriana melihat Dave tertidur di sofa berwarna putih susu, lalu menyelimutinya. setelah itu, dia duduk di kursi dekat tempat tidur Evan. Ibu muda itu menatap putranya yang sedang tidur tetapi sambil mengigau memanggil ayahnya.
"Papa, papa ...." Evan terus mengigau. hal itu membuat Adriana sedih dan berpikir untuk memberitahu suaminya tentang keadaan pitra mereka.
Adriana langsung menghubungi Mark dengan ponsel-nya tapi tidak bisa sama sekali. Berkali-kali dia menelepon suaminya, tetapi nomornya tetap tidak aktif.
"Apa di sana tidak ada sinyal?" gumam Adriana kesal, bahkan tidak bisa tenang karena Evan terus mengigau hingga membuat Dave terbangun.
Dave bangkit dari sofa, lalu berjalan ke arah Adriana dan Evan.
"Apa yang terjadi?" tanya Dave dengan ekspresi menunjukkan matanya yang mengantuk.
"Dia terus memanggil Ayahnya," kata Adriana sedih.
"Apa kamu tidak menghubunginya?" Dave bertanya sambil menyentuh dahi Evan yang kembali terasa panas.
"Ya, tapi nomornya tidak aktif, atau mungkin tidak ada sinyal di sana?" kata Adriana dengan gusar.
Dave menghela nafas sambil menatap iba pada Adriana. "Besok aku akan menyusulnya."
"Tidak perlu. Aku tidak ingin mengganggunya, dia pasti sibuk bekerja. Pokoknya, aku bisa menjaga Evan tanpa dia." Adriana mencegah karena dia tidak ingin merepotkan Dave.
"Baiklah kalau begitu, aku akan memanggil dokter," kata Dave lalu berjalan keluar ruangan mencari keberadaan dokter untuk memeriksa demam keponakannya.
Adriana mencoba menenangkan Evan yang terus mengigau. "Sabar ya sayang, kalau kamu sudah sembuh dan papa sudah kembali, papa akan selalu menemanimu bermain," ucapnya sambil mengusap-usap kening putranya itu.
Ceklek...
Dave datang dengan dokter. Adriana segera bangkit dari kursi, membiarkan dokter memeriksa putranya
Dave menatap kasihan pada Adriana, merasa yakin bahwa Mark berbohong padanya.
'Mark, jika kamu tidak pergi ke luar kota dan malah berbuat melenceng, aku akan menghajarmu!' pikirnya dengan rahang tegang, sambil mengepalkan tangannya.
___
Di tempat lain, Mark sedang menikmati makan malam di restoran bersama Maura. .
Di restoran bertema outdoor dengan lampu jingga dan hiasan bunga di sekeliling pinggiran, mereka berdua terlihat serasi dan dimabuk cinta. Pria itu sama sekali tidak memikirkan istri dan anak-anaknya di rumah.
"Sudah lama kita tidak makan malam romantis seperti ini," gumam Maura sambil tersenyum manis pada Mark.
"Jika kamu tidak pernah pergi meninggalkan aku, mungkin tidak akan seperti ini jadinya," sahut Mark dengan ekspresi tidak senang.
"Kita bisa mengubah situasi ini dengan kamu menceraikannya. bukankah kamu tidak mencintainya?" .tanya Maura dengan percaya diri.
"Aku tidak ingin munafik. Aku sedikit menyukainya, dia menarik, dia adalah ibu dari anakku. Tapi ... aku tidak bisa menghindari kamu setelah kamu kembali." Mark menjawab dengan tegas, lalu bangkit dari kursi dan berjalan menuju pagar pembatas. Dia menatap gemerlap lampu yang menerangi gedung-gedung pencakar langit di sekitar restoran.
Maura mengerucutkan bibirnya karena kesal pada Mark yang terang-terangan mengatakan bahwa dia menyukai Adriana.
"Lalu untuk apa semua ini?" tanya Maura dengan suara tinggi.
"Hei ... jangan marah!" Mark berbalik untuk melihat Maura. "Aku tidak bisa langsung menceraikannya. Kamu tahu anak kami masih sangat kecil, aku kasihan padanya jika aku menceraikan ibunya," bujuknya sambil mengusap lembut pipi Maura.
"Oh… jadi aku harus menunggu dia sampai besar .. , dewasa. Apa kamu gila? Aku pasti sudah tua saat itu ... aku tidak ingin menjadi selingkuhan mu sampai tua!" kata Maura dengan nada tinggi, lalu membuang muka.
"Aku akan memikirkannya nanti... aku tidak ingin berdebat..Aku sudah berbohong dengan alasan pergi ke luar kota selama tiga hari padanya hanya untuk bersamamu, hargai pengorbananku," kata Mark sambil memeluk Maura dari belakang.
"Hmm... yah, aku akan bersabar, tapi tidak terlalu lama." Akhirnya, Maura meleleh lagi.
"Sebaiknya kita kembali ke apartemen, aku khawatir seseorang yang kenal aku akan melihatku di sini dan melapor ke Adriana," kata Mark yang hanya ditanggapi Maura dengan anggukan.
Mereka segera kembali ke apartemen Maura tidak jauh dari restoran.
___
Di dalam kamar, Maura sengaja mengganti bajunya dengan yang lebih seksi. Tampaknya dia ingin membuat Mark semakin tergila dan segera menceraikan Adriana. Gadis itu hanya mengenakan atasan tang top merah dan celana jeans sebatas paha, membiarkan rambutnya yang bergelombang tergerai dengan indah.
"Kamu terlihat lebih cantik dan seksi, apa kamu sedang menggodaku, sayang?" tanya Mark sambil mendekati Maura. Pria itu menatapi selingkuhannya dengan penuh gairah.
Maura tidak menjawab, dia hanya tersenyum menggoda lalu naik ke ranjang.
"Kamu akan terima akibatnya." Mark segera mendorong Maura hingga berbading, lalu mengungkung di atasnya. Dia menghujani perselingkuhan dengan ciuman mesra, menanggalkan pakaiannya sampai tidak ada yang tersisa. Astaga, dia bahkan melakukan itu tanpa memikirkan istri dan anak-anaknya.
Maura menikmati perlakuan Mark yang dia rindukan setelah sekian lama. Malam itu, mereka bercinta tanpa berpikir bahwa pihak lain akan terluka karena perselingkuhan mereka.
.