Malam itu, Briella mengantarkan Vanessa pulang. Dan setelah itu, Briella pulang dengan kawalan dari mobil Jack.
Briella sudah terbiasa mendapatkan kawalan seperti ini. Semua ini adalah ide kakeknya. Dikarenakan bisnis kakeknya yang cukup berbahaya, Briella harus mendapatkan pengawalan ekstra agar hidupnya aman.
Ibunya telah beberapa kali memberitahunya agar Briella harus selalu berhati-hati. Selama ini, Briella mempelajari ilmu bela diri dari Jack agar ia bisa melawan saat ada musuh yang menyerang.
Selama ini, Briella selalu menentang pembelajaran itu. Menurutnya, itu sudah menjadi tugas Jack untuk melindunginya. Namun, setelah ia beranjak dewasa, Briella mulai menyadari jika tidak ada salahnya jika ia belajar sedikit bela diri.
Briella akan menggunakan ilmunya itu untuk menghajar Ben si pria berengsek. Sejujurnya, ia masih mengkhawatirkan perkataan Ben mengenai pembalasan dendamnya pada Briella.
"Ada apa, El?" tanya Jack saat mereka sedang berjalan dari tempat parkir menuju ke dalam rumahnya. Tangannya sedang menenteng hasil belanja Briella di mall tadi sore.
Briella menoleh pada sang pengawal. "Tidak ada apa-apa. Memangnya kenapa?"
"Kamu tampak seperti yang sedang kesal. Apa kamu tidak suka jika aku mengawalmu tadi? Aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk merusak acaramu dengan Vanessa. Aku hanya—"
"Menjalankan tugas," sambung Briella yang memotong perkataan Jack.
"Ya, El. Aku hanya menjalankan tugasku," ucap Jack yang melengkapi kalimatnya.
Briella mengangguk. "Ya, aku mengerti. Aku tidak pernah menyalahkan Om karena sudah mengawalku."
"Lalu, kenapa kamu tampak kesal? Apa kamu bertengkar dengan Vanessa?"
"Tidak!" seru Briella sambil menautkan alisnya. "Aku dan Vanessa baik-baik saja. Hanya saja …."
"Ada apa? Apakah ada yang mengganggumu atau merundungmu di kampus? Beri tahu aku," ucap Jack dengan nada waspada.
"Ah, tidak ada. Tidak ada yang berani menggangguku di kampus." Briella menggerakkan tangannya. "Hanya saja, ada seseorang yang berbuat masalah denganku."
"Benarkah? Siapa orangnya? Biar aku selidiki kehidupannya," ucap Jack tanpa ampun.
"Astaga, Om. Kamu tidak perlu seperti itu. Tenang saja. Aku akan baik-baik saja. Hari ini, aku tidak sengaja merusak ponsel seseorang. Dia marah padaku dan hendak membalaskan perbuatanku itu."
"Oh ya? Biar aku belikan ponsel yang baru untuk mengganti yang rusak," ucap Jack sigap.
"Tidak. Bukan itu yang dia inginkan," kata Briella memberitahu Jack. "Dia sepertinya ingin aku melakukan sesuatu yang lain, tapi tenang saja. Aku tidak akan semudah itu menyerah padanya. Kalau dia sampai berani menggangguku, aku akan menghajarnya."
"Beri tahu saja siapa namanya, biar aku yang membereskannya." Lagi-lagi, Jack berkata seolah ia akan membunuh Ben.
"Tidak, Om. Ini hanya urusan … hmmm … urusan anak muda. Kamu paham kan?"
Jack melebarkan matanya sambil menoleh pada Briella seolah tak percaya dengan ucapannya. "Jadi, kamu menyukai anak itu?"
"Anak apa?"
"Orang yang sudah kamu rusak ponselnya. Dia pasti seorang anak laki-laki kan?" tebak Jack.
"Astaga, dari mana kamu tahu, Om?" Briella agak terkejut dengan penilaian sang pengawal.
Jack mengedikkan bahunya. "Entahlah. Hanya firasat saja. Aku bisa melihatnya dari caramu membicarakannya."
"Apa? Apa yang kamu lihat, Om?!" Briella sengaja membelalakkan matanya.
Jack pun tertawa pelan. "Kamu adalah cucu kesayangan Pak Raditya Armadilo. Matamu mirip seperti mata ibumu."
Briella menyipitkan matanya dan melihat lurus ke depan. "Om tidak menjawab pertanyaanku."
Jack tersenyum, membuat wajahnya yang dingin jadi terlihat sangat tampan dan mempesona. Briella membayangkan saat pengawalnya itu masih muda. Ia pasti banyak digandrungi oleh para wanita.
"Aku hanya menebaknya saja, El. Biasanya kamu tidak pernah tertarik membicarakan pria atau masalah temanmu. Namun, saat kamu membicarakan hal ini, matamu seperti yang berbicara sesuatu hal yang lain."
Briella mendecak. "Apa itu? Sungguh tidak masuk akal. Aku kan hanya berkata bahwa aku akan menghajar orang itu jika dia berani menggangguku. Itu saja. Apa yang salah dengan itu?"
"Kamu tidak pernah menghajar siapa pun, El," ucap Jack yang kemudian menghentikan langkahnya. "Kamu tidak pernah repot-repot berurusan dengan orang lain karena kamu lebih suka hidup tenang dan menjadi berbeda dengan orang-orang di sekelilingmu supaya semua orang tidak menganggapmu sama seperti keluargamu."
Briella menelan ludah. Ia tak menyangka jika sang pengawal begitu mengenal sifatnya.
"Uhm, ya begitulah." Briella berjalan lebih dulu dan kemudian masuk ke dalam rumah.
Dua orang pelayan menyambutnya dan kemudian membantu mengambilkan barang belanjaan dari tangan Jack.
"El, kamu bisa menceritakan apa saja padaku, kalau kamu mau," ucap Jack saat ia hendak naik tangga.
Briella menoleh pada Jack dan tersenyum. "Tenang saja. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri. Kalau aku kewalahan, aku baru akan meminta bantuanmu. Oke? Om pasti akan menolongku kan?"
"Tentu saja!" ucap Jack tegas. "Aku akan selalu ada untukmu."
Briella mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Aku naik dulu ke kamar."
"Selamat malam, El," ucap Jack dengan suaranya yang dalam dan mampu menggetarkan jiwa. Jika Jack masih muda dan bukan pengawal kakeknya, ia mungkin akan jatuh cinta pada pria itu.
"Selamat malam, Om Jack," balas Briella.
Lalu Briella pun naik tangga dan berjalan menuju ke kamarnya. Ia segera masuk dan mengunci pintu kamarnya. Para pelayan sudah menaruh barang belanjaannya di dekat meja rias.
Baru kali ini, Briella tidak tampak begitu bersemangat saat melihat hasil belanjaannya.
Ia pun melepaskan pakaiannya dan mandi. Setelah itu, Briella mengenakan piyama sutranya dan menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang.
Briella menatap layar ponsel dan membaca pesan singkat dari Vanessa.
"El, apa kamu sudah tiba di rumah? Tidak perlu cemas memikirkan tentang Ben. Kamu hanya perlu bersikap natural dan semuanya akan baik-baik saja. Oke?"
Briella membalas pesan singkat itu. "Aku sudah tiba di rumah, Van. Aku tidak mencemaskan apa pun, tenang saja. Sampai bertemu lagi besok ya. Bye."
Lalu Briella menaruh ponselnya di nakas dan kemudian memiringkan tubuhnya sambil memeluk guling. Seketika kata-kata Ben kembali terngiang di kepalanya.
"Aku akan memberimu waktu beberapa hari untuk merenungkan kesalahanmu. Setelah itu, aku akan menghubungimu. Tidak perlu mengganti nomor ponselmu. Aku akan mencarimu ke mana pun kamu pergi."
Briella jadi merasa galau. Perasaannya antara takut jika Ben akan mengganggu hidupnya atau justru senang karena perkataan Ben itu.
Selama ini, tidak ada satu pun pria yang pernah mengatakan hal seperti itu padanya.
"Aku akan mencarimu ke mana pun kamu pergi."
Briella pun tersenyum sambil meremas gulingnya.
Tiba-tiba, sesuatu dalam kepalanya memukulnya dan menyadarkannya. Ini bukanlah saat yang tepat untuk tersenyum dan tergoda dengan kata-kata Ben.
Briella membenci Ben karena pria itu adalah pria yang sangat menyebalkan. Ia harus mengingat hal itu baik-baik dalam kepalanya.