Chereads / The Look Of Love / Chapter 19 - 19. Gairah Menggebu-Gebu

Chapter 19 - 19. Gairah Menggebu-Gebu

"Bercintalah denganku malam ini, Ben," pinta Lisa. "Aku berjanji akan memuaskanmu."

"Lisa …."

Wanita itu memiringkan wajahnya dan mengecup bibir Ben dengan lembut. "Aku mohon …."

Kemudian Ben pun membalas ciuman Lisa sambil menyusupkan jarinya ke tengkuk Lisa, meremas rambutnya perlahan. Bibirnya terus bergerak, melumat bibir Lisa yang merah bagaikan sekuntum mawar.

Ciuman mereka jadi semakin liar dan Lisa pun menarik Ben menuju ke kamarnya. Punggung Lisa menabrak pintu sementara tangannya meraba-raba ke pegangan pintu untuk membukanya.

Ben mendorongnya dan Lisa pun terhempas ke kasur. Mencium Lisa tak akan pernah membuat Ben puas. Bibirnya bergerak untuk mengecup pipi Lisa, lalu turun ke lekuk tulang selangkanya. Ben menggodanya dengan menjilatnya di sana sambil menghisap kulitnya yang wangi.

Lisa mendesah sambil menggeliat sambil memejamkan matanya, seolah menikmati setiap cumbuan Ben. Tak berhenti di sana, Ben semakin turun ke bawah dan membuka kancing kemejanya hingga belahan dada Lisa terpampang di hadapannya.

Dibukanya pengait yang menghalangi pemandangannya hingga ia bisa melihat puncak payudara Lisa yang mengerut. Ben jadi semakin liar saat ia melihat buah dada Lisa yang menggoda. Ben menangkupkan tangannya ke bulatan kenyal itu sambil meremasnya dengan penuh gairah.

Lalu Ben menunduk dan menghisap puncaknya Lisa dengan suara yang berisik. Tak hanya Ben yang berisik, Lisa pun mengerang sambil meremas seprai dengan tangannya. Wanita itu telah setengah telanjang di hadapan Ben, membuat kejantanan Ben mengeras ke ukuran maksimal, siap untuk bertempur.

Ben pun melepaskan kausnya dan melemparnya ke kursi. Lisa yang nakal, meraba-raba celana Ben dan melepaskan kancing dan retsletingnya. Buru-buru, Ben menurunkan celananya. Kini ia hanya tinggal mengenakan celana boxer-nya saja.

Ben kembali membenamkan wajahnya di dada Lisa sementara kedua tangannya meraba paha Lisa dan menyusup ke balik roknya yang pendek. Ia menarik kain berenda tipis itu dengan kedua tangannya hingga terlepas.

Lisa mendesah-desah seperti yang kehabisan napas sementara matanya memandang Ben dengan gairah yang menggebu-gebu.

Dan tak lama kemudian, mereka pun melakukannya lagi.

Sejauh ini, Ben hanya puas saat bersama dengan Lisa. Belum ada wanita lain yang sanggup membuatnya bergairah seperti yang Lisa lakukan.

Ben sadar jika ia telah bersalah pada Edgar. Ah, mau bagaimana lagi? Ben terlanjur menyukai Lisa dan masih akan tetap menjalani hubungan gelap ini hingga waktunya selesai.

Selesai bercinta, Ben masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Ia merasa kelelahan karena sejak kemarin dia terus menerus 'berolahraga' dengan beberapa wanita. Sekarang, pinggangnya terasa pegal seperti yang akan terlepas dari tubuhnya.

Seharusnya ia jangan terlalu memforsir dirinya. Namun, bagaimana bisa ia menolak tubuh Lisa?

Ben mengeringkan tubuhnya dan kemudian mengenakan kaus dan celana pendek. Sementara itu, Lisa sedang duduk di ujung ranjang sambil melihat layar ponselnya.

Wanita itu masih belum mengenakan apa-apa. Ia hanya menutup dadanya dengan bantal sementara punggungnya yang putih dan mulus terlihat bercahaya di kamar Ben.

"Ben, sepertinya aku harus pulang," ucap Lisa tanpa berpaling dari layar ponselnya.

"Oh ya?" Ben kemudian duduk di sebelahnya.

"Ya," jawab Lisa. "Jim bangun dan kemudian menangis. Dia sedang mencariku sekarang. Aku tidak tega melihat Jim menangis seperti itu."

Ben mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Sepertinya malam ini, kamu akan berbaikan lagi dengan suamimu."

Lisa menggelengkan kepalanya dan kemudian menoleh untuk menatap Ben. "Aku tidak tahu, apa aku sanggup terus menjalani rumah tangga ini."

"Kalian hanya bertengkar hal sepele. Bukankah itu wajar dalam rumah tangga? Aku rasa, kamu pasti bisa mengatasi masalahmu itu."

"Ya, tapi aku tidak mau jika Edgar terus menerus membentakku dan mengatakan hal-hal yang kasar. Aku ini perempuan yang rapuh. Mana ada perempuan yang mau diperlakukan seperti itu oleh suaminya?" keluh Lisa.

"Ya, ya. Aku mengerti, tapi sekarang, Jim mencarimu."

Lisa mengangguk. "Maafkan aku, Ben. Malam ini aku tidak akan tidur di sini. Aku harus pulang."

"Oke. Aku akan mengantarkanmu pulang," ucap Ben yang sudah bangkit berdiri.

"Tidak," tolak Lisa yang kemudian berdiri di sebelah Ben.

Segera saja Ben menurunkan pandangannya untuk menatap buah dada Lisa yang bulat dan menantang. Ia pikir, ia tidak akan pernah puas untuk menikmati tubuh Lisa.

"Aku bisa pulang sendiri."

"Ini sudah malam, Sayang. Aku tidak ingin sampai terjadi sesuatu padamu."

Lisa menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin Edgar sampai menemukanmu."

"Tenang saja. Aku hanya akan mengantarmu sampai ke ujung jalan. Kamu bisa jalan kaki sedikit sampai ke depan rumahmu."

Lisa menautkan alisnya. "Lebih baik aku naik taksi saja."

Wanita itu mengambil bra-nya dan kemudian mengenakannya. Ben membantu memungut pakaian-pakaiannya yang berserakan di lantai dan kemudian menyerahkannya pada Lisa.

"Kenapa?"

"Di sepanjang jalan rumahku itu ada banyak CCTV. Aku tidak mau kalau Edgar sampai memeriksanya dan menemukanmu yang sedang mengantarku pulang. Itu bunuh diri namanya."

Ben mengangguk. "Atau kamu mau agar temanku yang mengantarmu pulang?"

Lisa sudah selesai mengenakan celananya, kemudian ia berjinjit untuk mengecup bibir Ben. "Terima kasih, Sayang. Aku baik-baik saja. Lebih baik aku naik taksi."

"Baiklah. Biar aku yang memesan taksinya."

Ben mengeluarkan ponselnya dan kemudian menelepon taksi premium dengan mobil-mobil mewah. Ia tidak mungkin membiarkan Lisa pulang dengan menggunakan taksi murahan berbau apek. Sebenarnya, tidak ada taksi murahan di Batam. Ben hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Lisa.

Selesai memesan taksi, Ben menaruh ponselnya di meja. Lisa yang sedang membenahi lipstiknya sambil mengaca, tiba-tiba menoleh, menatap ponsel Ben dengan layar yang retak.

"Apa yang terjadi dengan ponselmu?" tanya Lisa.

"Ah, tadi ada seseorang yang menabrakku, lalu ponselku jatuh dan … beginilah." Ben mengedikkan bahunya.

"Yang benar? Layarnya retak, Ben. Jatuhnya pasti keras sekali."

Ben mengangguk. "Begitulah. Aku sedang berpikir untuk meminta ganti rugi pada orang yang sudah menyebabkan semua kerusakan ini." Ia mengambil ponselnya sambil mengamati layarnya yang retak.

"Ya sudah. Minta saja orang itu membelikan ponsel yang baru," usul Lisa.

"Tidak. Aku sudah memikirkan cara yang lain. Tenang saja. Aku tidak suka pada orang itu. Dia adalah orang yang sangat sombong dan menyebalkan. Aku akan melakukan sedikit pembalasan."

Lisa menautkan alisnya, tak setuju dengan pikiran Ben. "Ah, kamu ini. Tidak usah balas dendam."

Tiba-tiba, terdengar suara klakson dari depan rumah Ben. "Taksinya sudah datang."

Lisa bergegas merapikan rambutnya dan kemudian keluar dari rumah Ben. Dengan sigap, Ben membukakan pintu untuk kekasih gelapnya itu dan melambaikan tangannya.

"Good night, Ben. Terima kasih atas segalanya. Aku sangat menikmatinya," ucap Lisa sambil tersenyum.

Ben pun balas tersenyum. Ia senang jika bisa melihat Lisa tersenyum lagi. "Sama-sama, Sayang. Good night."

Lisa mengecup bibir Ben sekali lagi dan kemudian ia pun masuk ke dalam taksi mewah itu. Pintu otomatis menutup saat Lisa sudah di dalam. Sedetik kemudian, mobil pun melaju meninggalkan Ben.

Saat Ben kembali ke kamarnya, pinggangnya terasa pegal lagi. Ben benar-benar butuh istirahat.