Air mata Sesil berderai. Mengambil tisu dari tasnya Hati dan jiwa serasa patah jadi dua. Tak menyangka kalau Bram akan diam saja di depan Mamanya sendiri. Tak membelanya sama sekali. Ia sangat takut dengan Mamanya sendiri. Berati benar ucapan Clarys itu. Ia hanya mengincar dirinya sendiri. merasa selamat dan berterima kasih pada Clarys itu berkat dirinya tau kalau Bram seorang pecundang.
Bram mengejar Clarys,
"Clarys tunggu!" cegah Bram.
Clarys berhenti dan menatap tajam ke mata Bram. Hatinya sakit serasa ada ribuan belati menancap seluruh ulu hatinya. Bram menghampiri Sesil lalu meraih tangannya. Mencoba menenangkan Sesil, ia pasti marah.
"Sesil, maafkan Mama ku," pinta Bram dengan muka memelas. Sesil menghapus air matanya yang masih menetes.
"Aku maafkan Mama kamu, Bram. Tapi aku tak lupa hinaan Mama kamu!" seru Sesil marah.
"Sesil, ayo aku antar pulang, kamu masih emosi," ucap Bram.
"Tidak Bram! Aku bisa pulang sendiri!"