Chereads / Isi Hati Rania / Chapter 28 - Bab 27. Kemarahan Ayah.

Chapter 28 - Bab 27. Kemarahan Ayah.

Ridho terbaring di sofa sambil main hape. Di layar ponsel game kesukaan Ridho. Namun pikirannya tertuju pada dua istrinya Rania dan Arini.

"Ridho," Panggil Pak Sugeng lirih. Ridho mendengarnya.

Ia segera beranjak menghampiri Ayahnya yang sedang berbaring.

"Ya Ayah, apa yang kau butuhkan?"

Plak!

Ridho memegangi pipinya, panas menyengat sampai ke telinga.

Ridho diam terpaku, kenapa tiba- tiba Ayah menamparku? Pikir dalam benak Ridho. Ia mengusap pipi yang terasa panas.

"Ayah, kenapa menamparku? tanya Ridho bingung. Masih tak percaya kejadian barusan.

Pak Sugeng memandang ke arah lain, tak sudi memandang putra sulungnya itu. Benar- benar jijik, ia tak mengajarkan anaknya menjadi pecundang seperti ini. Ia berusaha menetralkan denyut nyeri jantungnya.

Pak Sugeng memejamkan matanya. Dadanya sakit sekali.

Melihat Ayahnya kesakitan Ridho tak tega tanya lagi. Ia membiarkan Ayahnya tenang.

Ridho terduduk di kursi samping Ayahnya. Masih bingung dengan apa yang terjadi. Ayah menamparku? Apa salahku?

Ridho berusaha tenang.

Penasaran mengelitik hati. Mencoba bertanya pada Ayahnya. tak mungkin Ayah akan menampar dirinya kalau tak salah.

"Apa aku punya salah sama Ayah?" tanya Ridho mengunakan suara selembut mungkin. Mengingat Ayahnya baru saja selesai operasi.

Pak Sugeng menghela napas panjang. Ia ingin duduk bersandar, ketika Ridho ingin membantunya duduk Pak Sugeng menolaknya. Ia menatap tajam ke arah Ridho. Di matanya ada kekecewaan yang dalam. Ridho makin tidak mengerti dengan tatapan Ayahnya.

"Kamu tidak punya salah dengan Ayah, tapi dengan Rania!" Bentak Pak Sugeng Ia mengatur napasnya, tersengal menghirup udara.

Ridho tak tega lihat raut wajah Ayahnya yang kesakitan.

"Ayah please, jangan bicara lagi. Sekarang Ayah minum obat ya," ucap Ridho panik. Ia gegas mengambil obat di nakas dan memberikan ya pada Ayahnya. Pak Sugeng menatap tajam obat di hadapannya.

Enggan di layani Ridho, tapi akibat suara kerasnya dada kirinya berdenyut nyeri. Terpaksa mengambil obat dari tangan Ridho. Lalu menelannya.

Pak Sugeng memejamkan mata, ia benar- benar kecewa. Anak sulungnya mengkhianati kepercayaan yang di bebankan kepadanya. Ridho Menikah lagi di belakang Rania. Apa yang harus di katakan pada temenku Husen? Kalau anakku Ridho menodai pernikahannya. Batin Pak Sugeng.

"Keluarlah Ridho, Ayah males melihatmu! usir Pak Sugeng tegas namun pelan.

Ridho menunduk sedih. Ia tak tau apa salahnya. Ayahnya telah mengusir dari kamar. Ia melangkah gontai keluar, Duduk di bangku panjang depan pintu. Sedih menjalar merasuk hati Ridho. Tak biasanya Ayah bersikap seperti itu. Ketus dan kasar. Hilang kehangatan seorang Ayah saat mereka bersama. Yang ada di matanya adalah kekecewaan yang besar akan dirinya. Apa salahku? Bukankah Ayah tak tau kalau aku menikah lagi? Ridho mengusap belahan rambutnya. Ridho tak mau sampai Ayahnya tau. Dalam hidup Ayah mengagungkan kesetiaan.

Bu Harti baru datang, membawa tas isi pakaian ganti suaminya. "Kenapa kamu di luar Ridho? Ayahmu sendirian di dalam kan?"

"Aku cari angin Bu, mau merokok . Di dalam kan nggak boleh merokok," Ridho berpikir untuk merokok, sudah seharian ia tak menghisap batang tembakau itu. mengambil rokok dari sakunya.

"Jangan merokok di sini, Ridho. Kalau mau merokok di luar sana! Suruh Bu Harti.

"Ayahmu tidur?" tanya Bu Harti lagi.

"Iya Bu," jawab Ridho singkat. Setelah Ibunya masuk kamar. Ridho pergi ke luar duduk di bangku panjang teras RS. Membakar sebatang rokok menyulutnya dan mengebulkan asap ke atas. Inilah caranya terbebas dari pikiran. Pikiran tentang Ayah kenapa menamparnya? Rania juga Arini.

Saat ini Ridho takut Ayahnya akan meninggal. Merasa belum pandai mengelola dua usahanya. Usaha cat dan bangunan ia belajar dari Ayahnya tentang usaha. dulu saat kuliah mengambil jurusan keguruan. Tak berniat menjadi penerus usaha Ayahnya. Tapi karena rasa Sayangnya pada Ayahnya ia mau meneruskan usaha milik Ayahnya. Berkat kerja kerasnya ia berhasil menambah usaha mebel. Saat itu adalah hari terpenting buat Ridho. Di mata Ayahnya ada kilatan kebanggaan untuk Ridho.

Bu Harti masuk. Suaminya memejamkan mata. Saat Bu Harti membuka pintu menaruh baju di pojokan. Pak Sugeng terbangun mendengar suara langkah kaki. Ternyata strinya. Membawa makanan ringan dan buah- buahan. Ada anggur juga jeruk sunkist.

Pak Sugeng mencoba bangkit dan duduk bersandar.

"Udah minum obat Pak?" tanya Bu Harti membantu suaminya duduk.

"Udah Bu, tadi di layani Ridho," balas Pak Sugeng.

"Mau buah Pak," Pak Sugeng menganggukkan kepalanya. Bu Harti menghidangkan anggur di piring.

Pak Sugeng, mengambil Anggur dan memasukan ke mulutnya. Tapi pikirannya tak tertuju pada makanannya. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Sejujurnya ia ingin menemui sahabatnya Husen. Tapi kesehatannya tak memungkinkan.

"Ridho mana Bu?"

Pak Sugeng menatap Istrinya lurus. Ragu ia ingin mengatakan hal ini. Tapi tak mungkin sembunyikan terus. Bangkai kalau lama- lama di simpan akan tercium juga pada akhirnya.

"Ridho di luar sedang merokok, Kenapa Pak, sepertinya ada masalah serius?

"Ini memang serius Bu, aku menyesal menjodohkan Ridho dengan Rania." Pak Sugeng menunduk ada kekecewaan di matanya.

"Maksudnya Pak?" tanya Bu Harti tak mengerti ucapan suaminya.

"Ridho selingkuh Bu! dia sudah menikah lagi. Saat ini malah istrinya sedang hamil!" ucap Pak Sugeng kemudian memegang dadanya yang berdenyut. Kalau dirinya punya tenaga ingin sekali menghajar anak itu. Tapi tak berdaya. Untuk ngomong saja dadanya terasa sakit banget. Rasanya seperti tertusuk ribuan belati.

"Astaghfirullah... " pekik Bu Harti tak percaya ia memegang mulutnya sendiri.

"Yang benar Pak, tak mungkin Ridho berbuat seperti itu." Bu Harti tak percaya berita yang baru saja ia dengar. Menurutnya anaknya adalah lelaki bertanggung jawab. Tak mungkin ia melakukan itu.

"Nggak mungkin Pak, Ridho tak mungkin selingkuh. Dia anak yang baik. Contoh buat adiknya!" ucap Bu Harti ngotot. Ia masih membela anaknya.

Pak Sugeng merebahkan dirinya. Pembelaan istrinya membuat jantungnya tambah sakit. Nyeri.

"Nyatanya itu benar Bu, Ridho sudah menikah lagi. Malah saat ini istri mudanya sedang hamil," ucap Pak Sugeng pelan sambil memegangi dadanya. Ia menghirup udara, mengaliri jantung yang serasa penuh.

Bu Harti terduduk di kursi, lemas seluruh persendian kakinya. Bengong, dirinya bagai tersambar petir di siang bolong. Bagaimana persahabatan suaminya yang telah di rajut sejak dulu. Apa akan hancur saat ini juga? Terlintas seminggu yang lalu Ayah Rania datang. Memasang wajah datar, tak biasanya datang ke rumah sahabatnya dengan muka dingin seperti itu.

"Pak, lalu persahabatan kalian gimana? Akankah hancur setelah bertahun- tahun?

" Entahlah Bu. Aku pusing memikirkannya. Saat ini aku hanya ingin Ridho berpisah dengan Rania. Tak sanggup aku melihat air matanya.

"Ibu nggak mau Pak, kamu tau kan aku pingin punya anak perempuan. Aku menemukannya di Rania. Aku tak mau kehilangan mantu seperti dia Pak, " Bu Harti tak ingin kehilangan Rania.

"Jadi Rania di madu gitu Bu? tak ada wanita yang mau di madu, biarkan Rania bebas mencari kebahagiaannya sendiri Bu." Pak Sugeng tak ingin bicara lagi. Jantungnya berdenyut nyeri seperti akan meledak.

Bersambung.