Chereads / Jangan Salahkan Janda / Chapter 31 - Sudah Bisa Menempati Kamar Mess

Chapter 31 - Sudah Bisa Menempati Kamar Mess

Arsya bingung, tapi dia mengangguk saja toh Arsya juga tahu kalau Nia tidak akan melarang Arsya pergi ke Club.

"Oh ya udah, pergi tidur gih sana!" suruhnya, "mama juga mau tidur lagi."

"Iya Ma, makasih ya." Arsya kembali tersenyum.

Nia yang sudah ingin berbalik badan pun tidak jadi, dan kembali menoleh pada Arsya.

"Makasih untuk?" tanyanya dengan senyuman heran.

"Makasih karena udah baik banget sama Arsya dan tidak pernah ngebentak-bentak Arsya apalagi nyalah-nyalahin Arsya." Arsya pun memeluk Nia. Pelukan yang sangat tulus.

"Haha, kamu nih. Sudah sewajibnya Mama baik sama kamu, meskipun kamu anak tiri Mama. Mama sayang banget sama kamu." Nia tersenyum, senyuman yang penuh akan kemenangan.

Di ambang pintu kamar Arsya, Radit sedang mematung.

Harus Radit akui kalau pertama melihat ibunya terlihat menyayangi kaka tirinya, Radit sangat cemburu.

Tapi, setelah tahu kalau Nia selama ini berakting … Radit jadi kasihan pada Arsya.

Radit pun memilih pergi ke kamarnya, memilih untuk tidak menyaksikan drama sinerton yang tenga dijalani oleh ibunya sendiri.

"Iya Ma, kalau begitu Arsya masuk kamar ya."

"Iya Sayang, Mama juga mau tidur lagi … takutnya Papa kamu nyariin." Nia terkekeh.

Arsya pun mengangguk dengan kedipan mata, terlihat begitu sayu sekali.

Keduanya pun berpisah menuju kamar mereka masing-masing.

Nia memperhatikan langkah Arsya menuju kamar sesudah dia setengah jalan menaiki tangga.

"Kamu bodoh sekali Arsya, bodoh!" gumamnya sembari tersenyum senang.

Arsya membuka pintu kamarnya, lampu kamar masih terang benderang.

Tapi sosok lelaki yang tadi dia suruh untuk menjaga kamarnya sudah tidak terlihat, Radit sudah pergi ke kamarnya sendiri.

Arsya melepas jaketnya dan menggantungnya di gantungan tembok belakang pintu.

Menggaruk kepalanya yang gatal, tapi … sekelebat senyum Sarah terngiang di benaknya.

"Ah gila, masa gue suka ke Tante-Tante sih. Gara-gara si Irwan nih, di otak gue jadi negatif semua," gumam Arsya dan diacak-acaknya rambutnya sendiri seraya membanting tubuhnya ke kasur.

"Gue jadi penasaran deh, si Intan tuh kayak gimana sih? Irwan belum nunjukkin foto cewek itu ke gue. Apa cewek itu sengaja Tuhan bikin versi Limited Edition, ya? Buktinya si Irwan kelepeok-kelepek abis sama dia. Tapi, kok suaminya justru lebih milih perempuan lain ya dibanding dia? Kan aneh? Makan tuh cinta Wan Wan, jatuh cinta ke janda kok segitunya."

Arsya tertawa sendiri, memang aneh pikirnya.

Tapi, si Irwan memang sudah biasa ribet dengan polemik percintaannya.

Arsya juga sudah terbiasa terlibat dengan konflik percintaan sahabatnya itu, jadi kebawa seru dan sama tegangnya meskipun kadang juga terasa direpotkan.

"Sebaiknya gue tidur, siap-siap ngehadepin bejibun urusan di kantor. Semoga saja si Bram bisa ngatasin semuanya deh."

Arsya pun terlelap ….

***

Tidak mau merepotkan Mandar yang menawari Intan tumpangan ke pabrik, bergiliran dengan Asri –Intan lebih memilih naik ojeg yang hanya butuh beberapa meter saja jalan kaki menuju depan, ke parkiran.

Hari ini, Intan dan Karin sudah bisa menempati kamar mess yang kosong di pabrik. Intan juga sudah diterima jadi cleaning service di sana berkat orang dalam yaitu Mandar.

Sesudah sampai, Intan memberikan ongkos ke si abang ojeknya dan bersama Asri masuk ke dalam pabrik.

"Intan, aku masuk ya. Kamu tunggu aja suamiku, dia lagi markirin motornya. Nanti dia yang arahin kamu harus ke mana," ucap Asri sambil menepuk bahu Intan.

"Iya, semangat kerjanya Asri. Makasih ya, udah mau nampung aku sama Karin semalam." Intan tersenyum.

"Ah, itu tidak seberapa. Maaf ya enggak bisa bantu lebih." Asri tersenyum. "Karin, tante masuk kerja dulu ya. Kamu yang semangat sekolahnya, minggu depan kan? Nih, buat kamu jajan nanti."

Asri memberikan uang seratus ribu pada Karin. Karin menohok pada Intan, seolah meminta izin untuk menerima uang itu atau tidak.

Tapi, Asri memaksa hingga Karin pun mengambilnya.

"Asri, kamu enggak perlu repot-repot gituh." Intan tidak enak.

"Ih, enggak apa. Kalau begitu aku pergi ya."

"Iya, sekali lagi makasih."

Asri tersenyum dan kemudian pergi menuju ke jalur pejalan kaki untuk para pekerja.

Intan dan Karin menunggu di pos satpam sambil duduk di bangku luar. Tiba-tiba, satpam yang kemarin pun datang dan menyapa Intan.

"Eh, si Eteh yang kemarin. Jadi kerjanya ya?" tanya lelaki yang tingginya sama dengan Mandar. Satpam yang kemarin berjalan sambil memegang cangkir.

Intan mengangguk seraya melempar senyum padanya.

"Iya Pak, alhamdulillah," balas Intan.

"Ih jangan Pak, saya masih muda, panggil 'Aa' aja ya!" Dia tersenyum menggoda Intan.

Aa adalah panggilan orang sunda pada seorang laki-laki dewasa ataupun yang dihormati seperti pada kakak sepupu laki-laki yang biarpun seumuran tapi penyebutannya juga bisa dipakai dengan Aa agar terdengar sopan.

Bisa juga ke lelaki yang belum kita ketahui siapa namanya.

"Baik, Aa? Aa siapa namanya kalau boleh tahu, A?" tanya Intan.

Dia kemudian duduk di samping Intan. Kali ini di tangannya tidak ada apa pun, kosong melompong.

"Nama saya Romeo, panggil saja Aa Rom. Tapi itu terserah Eteh, mau manggil nama saya lengkap 'ROMEO' atau hanya sekadar singkatnya 'ROM' saja, bebas itumah."

Eteh adalah pelesetan dari 'TETEH' yang berarti panggilan untuk seorang perempuan, kebalikan dari Aa.

Intan pun tersenyum. "Aa Rom aja ya."

Dalam hati, Intan bergumam, 'istrinya namanya Juliet bukan ya? Hehe.'

Intan sebenarnya ingin bertanya tentang kebenaran nama si lelaki itu, terasa tidak yakin kalau namanya Romeo.

"Boleh. Kalau Eteh sendiri namanya? Saya lupa kemarin Eteh teh siapa?"

"Saya Intan, A."

"Kalau anaknya?" Romeo melihat pada Karin.

"Anak saya namanya Karin." Intan pun kembali tersenyum agar tampak sopan.

Wajar, orang baru seperti Intan haruslah berperangai baik. Namanya juga pendatang, ya kan?

"Oh, cantik kayak Mamanya." Romeo tersenyum, seperti senyuman yang merayu. "Tapi, ngomong-ngomong suaminya ke mana Teh? Kerja atau gimana?" Rome sebenarnya sudah menduga kalau Intan itu janda, antara bercerai atau ditinggal maut.

"Saya sudah pisah sama suami saya dan hak asuh anak sama saya, A."

Romeo mengangguk-ngangguk seperti paham saja.

"Single Mother berarti ya?"

"Iya, A."

"Kalau begitu sangat cocok banget Teh," ucapnya seperti senang.

"Maksudnya?" Intan tidak tahu apa maksud ucapan Romeo barusan.

"Sama temen saya Teh, namanya Bahrul. Dia bercerai sama istri karena sang istri balikan lagi sama mantannya terus pindah ke Malaysia. Nanti kalau ada saya kenalin ya." Romeo tersenyum.

Intan hanya senyum menyeringai saja, dia tidak tahu harus membalasnya apa.

Baru saja patah hati, sudah ada yang mau ngejodoh-jodohi rasanya hati Intan masih belum bisa terbuka untuk orang lain.

Kemudian, Mandar datang.

"Maaf Intan, lama ya?"