Chereads / Jangan Salahkan Janda / Chapter 17 - Rachel yang Selalu Dicampakkan

Chapter 17 - Rachel yang Selalu Dicampakkan

Bayu dan Erik membelalakkan matanya, merasa jijik melihat Arsya yang cengingiran.

Arsya pun terkejut, begitu banyak pesan di handphonenya dan rasanya dia jadi malas untuk membuka handphone dan kemudian memasukkan handphonenya ke saku celana levis yang sedang dia pakai.

Mereka kemudian meninggalkan tempat itu, Bayu terlihat memainkan handphonenya sambil berbicara. "Iya deh. Cewek-cewek tadi nanyain lo lagi.

Katanya mana si BM, si BM mana? Males gue dengernya." Bayu memperagakan gaya teman-teman ceweknya yang tadi mempertanyakan keberadaan Arsya.

"Males atau lo ngerasa tersaingi sama si Arsya, Bay?" Erik menggoda.

Arsya pun tertawa. "Lo puitis dong kayak gue biar perempuan kangen sama lo."

"Kayak gue juga dong, gaya lebih necis. Pake jaket levis, jaket kulit, rambut selalu rapi." Erik sangat agul sembari memegang jaket kulitnya yang baru saja dia beli.

Bayu sebenarnya juga sama rapinya dengan mereka, hanya saja penampialan dia lebih biasa dan kadang sesekali yang membuat penampilannya acak kadul adalah rambut panjangnya yang tidak diikat.

Kalau lagi serius berpenampilan, baru dia mengikat setengah rambutnya ke belakang.

"Eh, mau ke mana kita?" tanya Arsya bingung.

Pikirannya bertambah ruwet karena masih teringat Salsa. Arsya sangat penasaran mengapa Salsa tidak mengundang teman-temannya jika dia menikah.

Atau mungkin Arsya saja yang tidak diundang. Memikirkan Salsa, dia jadi terus berpikiran buruk pada perempuan berjilbab itu.

"Nongkronglah, orang enggak ada jadwal. Kuliah juga hampir beres, kan? Tinggal tugas akhir, Thesismah gampang. "Erik begitu pede.

Arsya pun menghentikan langkahnya. Bayu dan Erik serempak melihat ke belakang, dua langkah lebih maju dari posisi Arsya yang memutuskan berhenti dengan wajah penuh pikir.

"Gue kayaknya harus cabut deh. Lain kali kita nongkrong. Oke? Gue tinggal." Arsya pun membalik posisinya.

Dia langsung berlari pergi sambil melambaikan tangan tanda perpisahan.

Bayu dan Erik termangu dan saling tatap satu sama lain, tidak biasanya Arsya menolak ajakan nongkrong mereka saat tidak ada jadwal.

"Jomlo aja so sibuk banget." Erik mencari persetujuan dari kata-katanya barusan pada Bayu. "Bener, kan?"

Bayu juga masih dengan wajahnya yang terlihat bego. "Udahlah kita ngerokok aja."

Keduanya pun pergi ke arah berlawanan.

Arsya masih mencari-cari keberadaan Salsa di parkiran, dia celengak celinguk memerhatikan sekitarnya.

Bukan untuk meminta kejelasan, tapi dia masih penasaran saja.

Arsya berharap ada info yang lebih pasti terkait Salsa. Tapi tetap tidak ada, Arsya pun menyerah. Dia kemudian berjalan ke mobilnya sendiri untuk berencana pulang.

Namun setelah hampir dekat dengan mobilnya, ternyata Salsa masih ada di sana. Arsya semakin tercengang karena sekarang Salsa tidak hanya terlihat dengan dosennya, Pak Doni.T

api juga dengan kedua anak kecil. Terlihat seperti keluarga yang harmonis.

Sadar kalau Arsya sedang melihatnya dari kejauhan, Salsa bersegera masuk mobil.

Dia seperti ketakutan ditatap oleh Arsya yang penuh dengan kecurigaan kalau Salsa menikahi seorang duda kaya dengan gelar yang berderet di belakang nama suaminya yang bahkan digadang-gadang akan jadi calon Rektor berikutnya.

Mobil mereka pun melewati Arsya yang masih berdiri di tepi jalan keluar. Salsa sama sekali tidak melihatnya, dia pura-pura mengobrol dengan sang suami.

Arsya pun segera masuk ke mobilnya.

Di dalam mobil, sembari menyetir dia menelpon Irwan. Menurutnya Irwan juga harus tahu soal Salsa yang selama ini menghilang begitu saja.

Perkara hubungan Irwan dengan Salsa memang bukan urusan Arsya. Tapi, Arsya tidak ingin Irwan menaruh benci pada perempuan itu.

Bisa saja Salsa dijodohkan oleh orang tuanya, makanya dia memutuskan hubungannya dengan Irwan.

Salsa itu perempuan baik-baik, wajar kalau dia tunduk dan patuh pada kedua orang tuanya untuk menikah dengan seorang duda.

"Lo di mana?" tanya Arsya setelah sambungan teleponnya terhubung.

"Gue di kantor. Ada apa tumben-tumbenan lo telpon gue?"

"Gue ke sana sekarang. Ada hal yang harus gue bicarakan ke lo." Arsya pun memutuskan sambungan telepon itu tanpa menunggu Irwan memperbolehkannya atau tidak untuk datang ke sana.

Arsya masih memikirkan Salsa, segala kemungkinan seakan bertarung di kepalanya.

Mungkin Salsa memang tidak ingin meninggalkan Irwan, mungkin dia memang dijodohkan tapi tidak ingin Irwan tahu. Arsya tidak boleh su'udzon pada perempuan itu.

***

Irwan bingung, dan dia masih memegang handphonenya. Kemudian bersandar ke kursi putar yang sedang dia duduki sembari melihat langit-langit ruang kerjanya.

"Gue udah enggak peduli sama si Salsa, yang gue mau sekarang cuman Intan," gumamnya lirih. "Tapi, gue juga memang masih penasaran mengapa Salsa tega ninggalin gue. Dia sama saja dengan Intan, sama-sama ninggalain gue di saat gue butuh mereka dan ingin serius sama mereka."

Irwan memijat kepalanya sendiri, sampai ketukan pintu terdengar. Membuyarkan lamunannya, tapi hatinya masih terasa sakit. Memikirkan kedua perempuan itu pasti selalu mengingatkan kembali dirinya akan luka.

TOK! TOK! TOK!

"Masuk!" ucap Irwan. Dia masih memejamkan mata sembari memijat kepalanya sendiri.

Seseorang itu kemudian berjalan ke arahnya, terdengar suara sepatu High heels-Nya sangat jelas memecah kesunyian. Irwan pun membuka mata dan mengarahkan pandangannya pada perempuan itu.

"Rachel? Ngapain kamu ke sini?" tanya Irwan terkejut.

Rachel dengan wajah terlihat malu, tetap mendekati Irwan.

Dia berdiri di hadapannya dengan tangan yang memegang tas kecil dan senyum yang dipasang begitu manis, tapi tidak pernah membuat Irwan tertarik.

"Aku mau ngajak Kakak makan siang hari ini," ucapnya menerangkan maksud tujuan kedatangannya.

Pipi Rachel memerah, dia tersipu malu. Irwan juga tidak sampai hati kalau menolaknya terang-terangan.

Irwan bingung, dia tidak bisa menolak Rachel karena kalau sampai dia menolak, ibunya pasti marah dan mengomel terus saat Irwan pulang ke rumahnya nanti.

Irwan tahu kalau Rachel begitu polos, dia datang ke sini hanya disuruh oleh ibunya sendiri agar Irwan dan dia menjadi lebih dekat dan pernikahan dilangsungkan dengan cepat.

Tiba-tiba pintu terbuka paksa, tanpa ada ketukan terlebih dahulu. Rachel dan Irwan pun berbarengan melihat siapa orang yang telah berani masuk ke ruangan Irwan tanpa permisi.

"Kak Arsya?" Rachel terkejut sepupu tirinya datang ke sini. Arsya juga sangat terkejut ternyata ada Rachel di ruangan Irwan.

'Untung saja lo cepat datang,' gumam Irwan, sembari tersenyum dalam hati.

Arsya pun tersenyum dengan paksa, menyapa Rachel dan mendekati mereka berdua.

"Rachel? Kalian sedang berduaan ya? Maaf aku mengganggu." Arsya tidak enak hati, lagian dia juga heran mengapa Irwan tidak bilang kalau dirinya dan Rachel sedang menghabiskan waktu berdua.

Irwan menepuk keningnya sendiri, berpura-pura lupa di depan Rachel yang sekarang terlihat bingung karena Arsya ada di sini.

"Aduh, kakak lupa. Kakak ada urusan sama sepupu kamu. Jadi, kakak tidak bisa makan siang bareng kamu ya. Enggak apa kan?" tanya Irwan dengan alasannya yang penuh drama tapi Rachel menganggapnya serius.

Dia tahu kalau perusahaan Arsya dan Irwan memang bekerja sama, jadi tidak ada yang aneh kalau keduanya juga punya urusan yang tidak bisa dicampuri oleh Rachel.