Semua orang memandang Richard. Selama ini Nayla mengenal sosok Richard Green. Sebagai teman kampus juga seorang petani di Winging Dark.
Ia memiliki sebuah tanah pertanian yang sangat luas. Richard merupakan putra dari Tuan dan Nyonya Mark Green. Pria yang sangat baik dan bersahaja. Richard menghabisakan waktunya di pertanian keluarga.
Alan, Andre, dan Nayla menatap Richard dengan takjub. Keempatnya melihat tubuh Richard yang sudah berubah ke tubuh manusianya.
Memandang ketiga, "Apa kabar Tuan Thompson?" tanya Richard.
"Ah, kau Richard Green. Kejutan sekali! Aku berterima kasih kau telah menyelamatkanku dan Nayla tadi. Jika Tuan Green tidak ada, aku tidak tahu bagaimana keadaan kami," ujar Andre.
"Yeah, aku pun tak sanggup jika harus sendirian melawan mereka. Entah mengapa mereka seperti terkena wabah," ujar Richard.
Keempatnya saling diam tidak bersuara lagi, "Aku ... Maksudku, apakah ini benaran nyata?" lirih Nayla.
Ia masih saja tidak percaya akan banyak hal, ia melihat Alan dan Andre dari kaum vampir. Kini, sahabatnya sendiri Richard Green adalah seorang serigala jadi-jadian.
"Nayla, apa yang kamu lihat adalah benar adanya. Ini bukanlah di negri dongeng atau mimpi. Apakah kamu tidak melihat jika Wingging Dark sudah berubah menjadi kota yang sudah hancur lebur?" tanya Andre.
Nayla mengedarkan pandangannya, ia benar-benar melihat kehancuran. Namun, ia tidak melihat seorang mayat pun di sana. Ia menggigit bibirnya, "Ini sangat mengerikan! Tidak adanya mayat seorang pun di sana," batinnya.
Nayla menatap ke wajah ketiga pria di depannya yang tidak lain adalah monster, "Hari sudah pagi, aku ingin kembali ke kaumku! Nay, apakah kau ingin bersamaku atau bersama keluarga Thompson?" tanya Richard.
"A-aku .... " Nayla tidak tahu ingin ikut bersama dengan siapa. Ia hanya memandang ke arah Alan dan Richard.
Namun, untuk saat ini ia berpikir "Alangkah lebih baik aku bersama dengan keluarga Thompson saja," batin Nayla,
"aku bersama dengan keluarga Thompson saja," balas Nayla. Richard hanya memandangnya sejenak dengan sebuah tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Baiklah, sampai bertemu lagi! Tuan Thompson aku ingin menitipkan sahabataku Nayla. Tolong jaga dan lindungilah dia. Nayla sedikit naif terkadang," lanjut Richard.
"Jangan khawatir. Selama ini kami menjaganya dan dia masih tetap menjadi manusia seutuhnya," balas Alan ketus.
Akan merasa Richard masih saja tidak percaya dengan segala eksistensinya.
Richard memandang ke arah Alan dengan tatapan curiga yang sangat besar, "Baiklah aku harap kau tidak memangsanya!" ejek Richard.
"Dasar anjing jadi-jadian!" balas Alan menggeram.
Richard pun tidak kalah sengitnya ingin membalas geraman Alan. Andre dan Nayla secepatnya maju untuk melerai keduanya, "Sudahlah Richard. Aku akan baik-baik saja bersama keluarga Thompson. Percayalah kepadaku!" balas Nayla.
Richard memandang wajah Nayla yang tepat berada di depannya, kedua telapak tangannya sedang berada di dadanya.
Sekelumit rasa hangat mulai menjalari tubuhnya, "Baiklah jika itu yang kamu mau! Tuan Thompson, saya permisi!" ucap Richard yang langsung berlari menembus fajar yang mulai menyingsing.
Ketiganya hanya melihat Richard yang sudah menghilang di balik reruntuhan gedung-gedung. Andre menatap ke angkasa, "Aku rasa, sebaiknya kita pulang! Aku tidak ingin istriku yang cantik akan mengomel," balas Andre yang langsung kabur.
Nayla dan Alan saling berpandangan, " Baiklah, aku akan mengendari sepeda motor!" ucapnya.
Namun, secepat kilat Alan sudah duduk di atas sepeda motornya sebelum Nayla mencapainya. Nayla hanya terperanjat ia tidak menyangka jika Alan sudah bertengger di sana, "Berikan kuncinya!" pinta Alan dengan dingin.
Ia sedikit menahan geraman di dadanya, ia merasakan suatu rasa aneh yang mulai menyesakkan dada. Jantungnya terasa terhimpit suatu beban. Ingin rasanya ia marah, Nayla hanya mematung sejenak.
Semenit kemudian, ia memberikan kuncinya ke telapak tangan Alan yang sudah terulur dengan wajah dingin.
Nayla hanya diam mematung, "Apakah kau akan pergi dengan anjing kampung itu? Atau akan pulang denganku?" tanya Alan dengan nada menahan amarah.
Ia berusaha untuk mengendalikan amarahnya yang mulai menjalar ke setiap pori-porinya. Nayla hanya diam saja, ia langsung naik ke boncengan.
Brum! Brum!
Secepat kilat sepeda motor membelah Kota Winging Dark yang mulai hancur lebur. Mereka tidak melihat seorang manusia pun di sana.
Nayla masih memperhatikan sekeliling, ia tidak menemukan sisa sahabat dan temannya. Kampusnya sudah porak poranda begitu pun dengan asramanya, kafe di mana dia bekerja pun sudah hancur.
"Begitu mengerikan serangan vampir ini! Bagaimana cara menghentikan semua ini?" batin Nayla.
Alan mengendari sepeda motor dengan selaju mungkin, Nayla semangkin erat melingkarkan kedua tangannya memeluk erat pinggang Alan. Sekelumit rasa bahagia merasuk ke jiwa Alan dan Nayla adanya suatu kedamaian di sana.
Mereka mulai melintasi jalan-jalan hancur Alan sedikit melambat, "Jalanan ini sangat hancur! Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Apakah ini perbuatan seorang vampir?" ucap Nayla,
"padahal tadi malam jalan ini masih baik-baik saja!" lanjutnya.
"Aku pun tidak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya? Saat aku kemari aku mendengar suara jeritanmu! Aku jauh di hutan lain," ucap Alan.
"Ooo, mungkin karena kami terdesak. Sehingga aku memikirkanmu," balas Nayla.
Alan menghentikan sepeda motornya, keduanya berjalan menyusuri kehancuran yang mengerikan. Tetes darah mulai mengering, Alan sedikit mengernyitkan hidungnya.
Seakan ada sesuatu yang mengganggunya di sana. Ia merasa enggan untuk terus maju, "Nayla sebaiknya kau periksa apakah ada manusia yang sedang terluka di sana? Aku mencium bau darah," ucap Alan.
Nayla langsung bergegas maju menyeruak di antara puing-puing gedung dan jalan raya yang amblas. Nayla terus berjalan, berusaha menyingkirkan sisa reruntuhan, "Apakah ada orang di sana?" tanya Nayla.
"Tolong aku! Tolong, aku mohon!" ujar seseorang di sana.
Nayla semangkin maju menggapai sela-sela puing. Ia melihat seorang wanita yang sedang terluka dengan kaki terimpit sebuah dinding beton.
"Apakah kakimu sangat parah?" tanya Nayla herusaha untuk mengajak wanita tersebut berbicara.
"Iya. Aku tidak bisa bergerak! Tolonglah," mohonnya.
Nayla berusaha mencapai tempat tersebut, di dalam sebuah lorong yang tertimbun sisa runtuhan rumah. Nayla harus berhati-hati agar tidak terluka di dalam lorong gelap rersebut.
Ia hanya melihat siluet tubuh seseorang dan suara wanita. Akan tetapi, saat Nayla sudah mulai mencapainya ia melihat fenomena yang berbeda, tubuh si wanita berubah-ubah menjadi sesuatu yang mengerikan.
Getaran hebat dari dalam lorong membbuat Alan melesat masuk, tepat saat si wanita ingin menerkam Nayla.
"Merunduk, Nay!" teriak Alan yang langsung mencakarkan kuku panjangnya.
Kras! Ke tubuh wanita tersebut.
Membuat tubuh itu menjadi gumpalan asap lenyap dengan sebuah lengkingan yang mengerikan. Nayla terhenyak ia hampir jatuh terduduk jika Alan tidak secepat kilat menangkapnya dan segera melesat ke luar dari tempat tersebut.