Jam sudah menunjukkan pukul 06.35 pagi. Artinya, sepuluh menit lagi bel masuk sekolah akan berbunyi. Dan otomatis, gerbang sekolah juga akan segera di tutup.
Di jalanan menuju sekolah. Seorang pemuda memacu motor nya kencang. Melewati pengendara motor lainnya, menyelip beberapa mobil di depannya dengan gesit.
Di perempatan terakhir menuju sekolah, ia berbelok ke kiri. Mengambil jalan pintas.
Setelah beberapa ratus meter melaju. Ia melihat seorang gadis berdiri di bahu jalan, mengenakan seragam yang sama, membuat mata pemuda itu sedikit menyipit sebelum akhirnya memutuskan untuk berhenti.
Bukan tanpa alasan. Dia sengaja melakukan itu karena merasa kasihan padanya. Lagipula, mereka satu sekolah dan kebetulan ia kenal dengan gadis itu juga.
Siapa lagi jika bukan Evelyn.
Pemuda itu berhenti di depan Evelyn. membuka kaca helm nya.
"Ayok naik!" Perintahnya dengan wajah datar.
Bukannya segera naik, Evelyn malah merasa bingung dengan pengendara motor yang berhenti di depannya ini. Ia malah memandangi mata pemuda itu yang sepertinya tidak asing baginya.
"Ayok naik!" Perintah pemuda itu lagi, dengan mata tajamnya yang menusuk ke dalam netra Evelyn.
Evelyn yang mendengar suara serak itu seketika terkejut. Dengan langkah ragu, akhirnya Evelyn naik ke atas motor. Dan tanpa basa-basi pula, pemuda itu langsung menancap gas. Membuat si gadis sedikit terkejut.
Sedangkan si pemuda hanya melihatnya sekilas dari spion motor.
"Tangan lo mana?!" Teriak pemuda itu pada Evelyn.
Entah kenapa, Evelyn menyodorkan tangannya ke depan yang langsung di raih oleh tangan pemuda itu, lalu melingkarkan nya pada perut. Sontak Evelyn mendelik dan langsung menarik kembali tangannya. Ia kini menepuk bahu pemuda itu berkali-kali agar berhenti.
Pemuda itu, Kanova, tetap melajukan motornya. Tidak memperdulikan tepukan dan celotehan Evelyn yang duduk di belakangnya.
Kanova menancap gas lagi. Membuat Evelyn kembali terkejut dan secara otomatis ia melingkarkan tangannya di pinggang Kanova.
"Ga ada waktu buat marah. Sekarang yang penting nyampe sekolah tepat waktu!" Teriak Kanova lagi membuat Evelyn mengencangkan tangannya erat-erat. Sedangkan Kanova memacu motornya kembali, melaju dengan gesit, melewati semua kendaraan di depannya, membuat jantung Evelyn hampir copot.
Setelah beraksi dengan keterampilan berkendara nya. Akhirnya motor Kanova melewati gerbang sekolah tepat waktu.
Setelah memarkirkan motornya. Kanova segera bergegas ke kelasnya. Pun dengan Evelyn yang juga ikut berlari kecil di belakang Kanova.
Kanova melihat ke belakang sekilas. Menatap Evelyn yang sudah masuk kedalam kelasnya.
Sampai di kelas, Evelyn segera duduk. Wajahnya yang pucat, berkeringat, serta deru nafas yang cepat membuat Rania yang duduk di sebelahnya merasa heran. Ia yang peka pun akhirnya menyodorkan botol minum miliknya pada Evelyn.
Evelyn pun langsung meraih dan meminumnya hingga tersisa setengah botol.
Setelah itu, ia menaruhnya di atas meja.
Kini, Rania tengah menatap Evelyn dengan tatapan penuh tanya. Pasalnya, Evelyn tidak pernah seperti sebelumnya.
"Ta-tadi, anu, gue itu berangkat, ngebut, cape." Ujar Evelyn tidak jelas dan tergesa-gesa. Ia masih ngos-ngosan setelah berlari dari parkiran sekolah menuju kelasnya. Ditambah lagi dengan detak jantungnya yang masih berdebar kencang karena aksi kebut-kebutan nya bersama Kanova tadi.
Rania terdiam mendengar itu. Lalu ia berkata, "Udah, udah. Tenangin diri lo dulu. Baru abis itu cerita. Oke?" Evelyn pun langsung mengangguk. Ia kemudian menghela nafas beberapakali untuk menenangkan detak jantungnya yang berdegup cukup kencang.
Sedangkan di kelas lain. Kanova sudah stay dengan buku di tangannya. Gurunya bilang, bahwa dia akan masuk telat.
Itu sebuah keberuntungan bagi Kanova untuk bersantai sejenak setelah melakukan aksi kebut-kebutan tadi.
Wajahnya yang tenang dan dingin itu menatap lembar tiap lembar buku yang ia baca di pojok kelas.
Tidak seperti hari kemarin, hari ini Kanova berangkat sendirian. Zellio tidak masuk sekolah karena ada keperluan. Aris juga masih sakit. Jadi, hari ini mungkin akan terasa sangat tenang. Pikir Kanova.
"Ka, Lio mana?" tanya Zidan yang baru saja duduk di sampingnya. Di belakangnya juga ada Rafli, dan Arka yang berdiri dengan raut penuh tanya.
"Ada keperluan keluarga," balas Kanova yang masih membaca bukunya.
"Kapan nikah dia? Ko tiba-tiba udah punya keluarga aja." Celetuk Rafli yang membuat anak-anak terkekeh, kecuali Kanova. Memang pemuda es ini, sangat susah di ajak becanda.
"Oh iya, tadi gue li-
"Assalamualaikum anak-anak." Ucapan Zidan terpotong oleh seorang guru yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kelas. Membuat dia, serta anak-anak lainnya bergegas duduk ke tempatnya masing-masing.
***
Rania menganggukkan kepalanya tanda ia paham dengan apa yang baru saja Evelyn ceritakan. Sebelummya Rania cukup terkejut karena cerita Evelyn yang menerima tawaran dari pemuda selain Aris. Pasalnya, Evelyn hanya dekat dan sangat akrab pada Aris yang memang sahabat kecilnya.
Sebenarnya, dulu Evelyn gadis yang friendly, care, dan cukup ceria. Sebelumnya dia tidak pernah menutup diri pada pemuda yang bertemu dengannya. Tapi ada sebuah insiden dimana membuatnya cukup trauma pada pria.
Ia hampir di perkosa oleh empat pemuda. Kejadiannya bermula saat dia kelas 2 SMP. Dimana saat akan pulang sekolah, dia di cegat, dibawa ke rumah kosong, lalu dilucuti. Tapi untungnya, Aris dan satu temannya datang menghajar ke empat pemuda itu. Aris yang memiliki keterampilan karate, dengan mudahnya melawan dua pemuda itu, sedangkan dua pemuda lainnya di hajar oleh teman Aris. Dan mereka menang.
Mulai sejak saat itu, Evelyn agak takut pada pria. Tapi Aris dan temannya mendapat pengecualian. Mereka malah berteman baik. Tapi sayang, temannya itu malah pindah sekolah, menyisakan Aris dan Evelyn.
"Tapi, baguslah kalo lu bisa nerima cowo selain Aris. Itu perkembangan dong! Dan gue seneng!" Pekik Rania seraya memeluk Evelyn erat.
Tapi Rania terdiam saat ponsel Evelyn berbunyi. Evelyn pun langsung meraihnya, melihat notifikasi pesan yang masuk.
Setelah membaca pesan itu, Evelyn tersenyum bahagia. Dia kemudian menatap Rania dan langsung memeluknya erat.
Rania pun sedikit heran.
"Kenapa?" Ujar Rania setelah Evelyn melepaskan pelukannya.
"Sekarang Aris udah di bolehin pulang ke rumah. Gue mau bantuin dia." Balas Evelyn dengan wajah berseri.
Rania mendelik, "Seriusan?! Aris udah sembuh?!"
Evelyn mengangguk kencang seraya tersenyum sangat manis.
Sontak Rania pun memeluk kembali Evelyn. Pun dengan Evelyn juga. Namun berapa lama kemudian, mereka melepaskan pelukannya lagi.
"Jadi, nanti lo ke rumah sakit dong?" Evelyn mengangguk seraya membalas pesan dari Aris.
"Tapi gue gabisa ikut. Gue ada acara keluarga. Sorry ya Ev." Ujar Rania lesu.
Evelyn yang mendengar itu langsung menatap Rania seraya berkata, "Gpp Ran. Lagian gue juga ga maksa lo buat ikut kan."
Rania tersenyum tipis.
"Ke rumah sakitnya bareng Kanova lagi aja. Pasti Aris juga ngabarin dia. Dan otomatis dia juga bakalan ke rumah sakit. Nah! Lo nebeng dia aja Ev!" Seru Rania membuat Evelyn terdiam menatap nya.
"Tapi Ran ... "
"Udah! Gpp! Temen Aris baik-baik ko!" Seru nya lagi.
Meski ragu, Evelyn pun menyetujui usulan Rania.