Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 77 - Dia Terlalu Muda untuk Menjadi Seorang Istri

Chapter 77 - Dia Terlalu Muda untuk Menjadi Seorang Istri

Terlihat, Hanantyo memerhatikan dengan khusu raut wajah Dandi. Dan sama-sama ikut menunggu ucapan Dandi selanjutnya.

"Mmm, Istrimu ini usianya berapa tahun? Dia terlalu muda menurutku. Apakah dia seusia denganku? Kurasa, dia lebih muda dariku. Atau memang, wajahnya ini baby face?" Dandi tersenyum sambil melirik Asih.

Mendengar pertanyaan itu, Hanantyo dan Jajaka Purwa saling menatap. Dan Asih menunduk.

Asih tahu kalau Dandi sengaja bertanya seperti itu sebab dia sudah tahu berapa tahun umur Asih. Dan memang, Dandi hanya ingin melihat reaksi Jajaka Purwa dan mendengar jawabannya.

Akankah Jajaka Purwa jujur pada Dandi soal Asih yang memang masih sekolah?

Hanantyo hanya diam membisu. Dia awalnya memang tidak tahu soal berapa banyak istri Jajaka Purwa.

Hanya saja, setelah tanda tangan kontrak di antara mereka sebagai tanda bahwa kerja sama di antara keduanya sudah ditentukan. Jajaka purwa jujur padanya.

Awalnya, Jajaka Purwa tidak ingin memberi tahu Hanantyo soal itu. Dia takut, Hanantyo tidak mau bekerja sama dengan dirinya karena Jajaka Purwa punya banyak istri.

Tapi, dipikir-pikir lagi. Jajaka Purwa juga tidak bisa terus-terusan menyembunyikan hal itu. Maka, dia memilih jujur dan bahkan Jajaka Purwa menawari bonus pada Hanantyo.

Berupa tawaran seroang perempuan, jika dia nanti merasa kesepian di sini.

"Aku bisa memberikanmu para gadis untuk malam-malammu di sini," bisik Jajaka Purwa waktu itu dengan senyum yang terbingkai di wajahnya.

Seperti seorang Germo, pikir Hanantyo.

Hanantyo yang mendengar tawaran itu. Yang memang sudah menjadi hal lumrah di kalangan pebisnis. Dia menelan salivanya susah payah.

Jajaka Purwa belum mengenal siapa Hanantyo seutuhnya. Dan pikir Hanantyo, wajar kalau Jajaka Purwa beranggapan Hanantyo itu sama dengan para pengusaha lainnya yang kebanyakan memang selalu tergiur akan tawaran perempuan malam sebagai bonus dari kerja sama.

Tapi sayangnya, Hanantyo tidak seperti itu. Dia sangat mencintai Istrinya.

Dan tidak mau menjadi panutan yang jelek untuk Dandi dan juga tidak mau mencoreng nama baik keluarganya.

Dengan tegas, Hanantyo menolak tawaran tersebut.

"Maaf, aku tidaklah tertarik dengan perempuan selain Istriku di rumah," ucap Hanantyo. Berusaha sesopan mungkin pada Jajaka Purwa.

Jajaka Purwa pun jadi sedikit malu karena sudah menawarkan hal itu. Tapi Jajaka Purwa merasa tenang karena Hanantyo tidak begitu mempermasalahkan soal latar belakang Jajaka Purwa.

Dan Hanantyo bilang, masalah pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis mereka.

Makanya, sekarang jajaka Purwa pun bisa bersikap santai atas pertanyaan Dandi padanya.

Meskipun pada awalnya, dia sendiri tercengang ditanya seperti itu oleh Dandi. Tapi tidak apa, pikirnya. Mungkin Hanantyo memang belum bercerita pada Dandi soal berapa banyak istri Jajaka Purwa.

Dengan memegang tangan Asih yang diletakkan di atas meja.

Jajaka Purwa pun menjawab, "Asih berusia di bawah dirimu, Dandi. Dia baru kelas dua belas, SMA. Dia akan segera lulus sekolah." Jajaka Purwa tersenyum pada Asih, Dandi dan juga Hananto bergiliran.

Dandi menelan salivanya. Dia tidak menyangka kalau Jajaka Purwa berani jujur padanya. Apakah dia tidak malu?

Dan lihatlah tangan tuanya itu! Dia memegang tangan Asih di hadapan Dandi.

Hati Dandi memanas melihatnya. Kalau bisa, Dandi akan menyingkirkan tangan tua itu dari tangan Asih yang terlihat masih muda, berseri. Sungguh ketimpangan yang terihat jelas.

'Asih, apakah kau bahagia hidup dengannya?' tanya Dandi di dalam hatinya sambil melirik pada Asih sekila.

Asih tak menatap pada Dandi. Dia terlihat tidak berani.

Tapi Dandi tidak menyerah untuk kembali menyerang Jajaka Purwa dengan pertanyaan sarkasmenya.

"Apakah di sini diperbolehkan menikah walaupun masih sekolah? Maaf, saya tidak tahu aturan di Desa," kata Dandi sambil tertawa.

Entah Jajaka Purwa tahu kalau Dandi sedang menyindirnya atau tidak. Dandi tidak tahu.

Tapi, dari raut wajah lelaki itu. Jajaka Purwa terlihat tampak baik-baik saja. Dia malah tertawa dengan pertanyaan Dandi. Berbeda dengan Asih yanag terlihat malu ditanya seperti itu.

"Hem, begini Nak Dandi." Jajaka Purwa berucap seperti Pria dewasa yang bijak. Tampaknya raut wajahnya berusaha menunjukkan itu.

Hanantyo mulai gelisah. Dia tidak ingin Dandi bersikap di luar batas, hari ini.

"Orang kaya, berkuasa … apa yang tidak bisa mereka lakukan?" Jajaka Purwa bertanya dengan tampang yang terlihat sombong.

Tangannya menengadah ke atas. Dia memberikan Dandi keleluasaan untuk berpikir sejenak.

Dandi menatap Jajaka Purwa dengan tajam. Emosinya terasa dipancing dengan pertanyaan sombong Jajaka Purwa barusan.

Hanantyo mulai harap-harap cemas. Takutnya, Dandi berucap pedas dan membuat suasana saat ini menjadi tegang.

Hanantyo tidak mau itu terjadi.

Dan saat Hanantyo akan berucap, berencana untuk mengalihkan pembicaraan.

Dia urung, sebab Dandi ternyata tidak berucap seperti yang Hanantyo bayangkan. Dia bisa mengaturnya dengan baik.

Dandi tertawa. Dandi bisa menyeimbangkan suasana ini dan tentunya, dia tahu bagaimana karakter Jajaka Purwa.

Dia adalah tipe orang yang harus banyak disanjung, dan Dandi harus pura-pura mendukung dan sepaham dengan pemikirannya. Karena itulah cara yang tepat untuk mendekatinya dan menjalin kerja sama yang baik dengan dia agar tujuan Dandi lebih mudah tercapai.

Dandi mengangguk-angguk.

"Ya, Anda benar Juragan. Orang kaya, apalagi dia berkuasa. Tentunya bisa melakukan apa saja. Dan mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau," kata Dandi. Lalu, dia meneguk air kopinya yang baru. Yang tadi disuguhkan oleh pelayan Villa.

Jajaka Purwa yang merasa didukung oleh perkataan Dandi tersebut, dia pun juga tertawa lebar.

"Ya, itu memang benar. Sayang kan jika tidak digunakan?" Jajaka Purwa melirik semua orang bergiliran dan tertawa lepas. "Kau sepertinya bisa menggunakan priviledge-mu. Aku suka dengan pemikiran anak muda seperti dirimu. Kau pasti sangat tahu kalau harta, tahta dan wanita adalah tiga point utama dalam hidup." Jajaka Purwa berucap dengan begitu bangga dan terus melihat pada Dandi sebagai lawan bicaranya.

Dia tersenyum. Jajaka Purwa melihat sosok pemimpin di dalam diri Dandi. Dan menurutnya, Dandi adalah orang yang tepat untuk bisa diajak kerja sama dengannya. Selain dengan Hanantyo.

Dandi juga sepertinya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk anak gadisnya—Hani. Tak peduli soal usia mereka yang tidak seimbang sebab Dandi lebih muda.

Menurut jajaka Purwa, itu tidak bisa dijadikan patokan.

Yang penting, Dandi menurutnya sangat cocok berpasangan dengan Hani.

Dalam hati, Dandi hanya menertawakan ucapan Jajaka Purwa itu.

Sebenarnya, dia tak setuju dengan ucapan Jajaka Purwa barusan. Apalagi satu pemikiran dengan dia, sangat bertolak belakang dengan Dandi maupun Hanantyo.

Tapi untuk kali ini, Dandi terpaksa harus menyikapinya dengan baik. Begitupun juga dengan Hanantyo.

Hanantyo pun bernapas dengan lega.

Mereka tak lagi membicarakan soal Asih yang sudah menikah dengan jajaka Purwa di saat Asih masih di bawah umur. Dan Asih juga masih bersekolah.