Dan itu membuat Kirani kesal dan kembali memukul bahu Sunarti. Sunarti yang duduk di bawah sofa dengan masih memijati kakinya Kirani pun kembali kesakitan.
"Duh, Nyonya jangan pukul saya terus dong!" kata Sunarti dengan nada merengek.
"Kamu ini ya! Emang setahu kamu aku punya anak berapa, hah? Jelas Adrian-lah yang aku maksud. Siapa lagi?" Kirani mengomel.
Raut wajahnya selalu tampak menyeramkan. Inilah wataknya yang asli. Beda lagi kalau Kirani sedang berakting. Dia selalu menunjukkan wajah manisnya dengan suara yang dibuat selembut mungkin. Seperti yang selalu dia tunjukkan di depan Asih.
"Hehe, iya maaf Nyonya. Maaf." Sunarti memohon-mohon agar dimaafkan.
Kirani melihat padanya dengan pandangan sinis.
"Jangan diulangi!" Kirani memberi peringatan padanya.
Sunarti nyengir sambil mengacungkan dua jarinya. Jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf 'V'.
"Ya udah, lanjutin memijatnya! Yang bener!" kata Kirani karena Sunarti sempat berhenti memijati kakinya.
Dengan semangat, Sunarti pun memijati kaki Kirani lagi setelah dia memberi Kirani hormat tanda siap menuruti perintahnya.
"Siap, Nyonya!" Sunarti sudah seperti prajurit setia.
***
Adrian dan Andara tengah mengobrol berdua di atas balkon rumah sakit yang sedikit menjorok itu.
Di tangan mereka masing-masing saling memegang segela cup coffe yang masih panas, sangat cocok diminum di tengah hujan begini.
Sekarang sudah jam delapan malam. Adrian setia menemani Andara di rumah sakit.
Sedari tadi, keduanya mengobrol banyak hal. Saling bercanda satu sama lain dan tertawa setelahnya.
Sampai Andara berani mempertanyakan soal yang tadi. Soal ucapan Adrian pada Ibunya Andara.
"Mmm, apa aku boleh tanya?" Andara menatap Adrian dengan tambahan senyum di bibirnya.
Andara bertanya dulu soal kesedian Adrian ditanya olehnya. Takutnya, Adrian tidak mau. Dan itu supaya tidak membuat Adrian terkejut karena Andara langsung mempertanyakan hubungan serius mereka.
Yang menurut Andara, sangat sensitif jika membahas itu.
Adrian pun tertawa. "Kamu kayak masih segan gituh ke aku. Kalau nanya, ya silakan aja. Emangnya aku bakal tiba-tiba marah gituh, jika kamu nanya ke aku?" Adrian menatap Andara lekat-lekat.
Membuat hati Andara yang ditatap itu meleleh seketika karenanya.
Tatapan lelaki sekelas Adrian memang beda, pikir Andara. Karismanya itu kuat.
"Emangnya mau tanya apa sih?" tanya Adrian.
Andara yang tadi terhipnotis oleh tatapan Adrian pun mulai mengerjap. Andara sadar dari lamunannya.
Tadi, Andara melamunkan Adrian menekan bibir Andara dengan bibir si lelaki itu. Manis sekali.
Tapi faktanya, tidak. Adrian tidak melakukan itu.
Andara pun tersenyum sebelum mengutarakan pertanyaannya.
"Hmmm, soal yang tadi sama Ibu," kata Andara malu-malu, "soal hubungan aku sama kamu," tambahnya lagi.
Kedua alis Adrian hampir menyatu, dahinya mengerut seketika. Adrian pun menyempatkan diri untuk kembali meneguk kopi miliknya yang sekarang sudah menghangat. Tidak sepanas pertama saat baru beli.
"Hubungan apa? Yang mana?" Adrian bertanya balik sambil bibirnya terlihat mengecap sisa cairan kopi di bibirnya.
Hati Andara pun terasa tercubit atas respon Adrian barusan. Responnya itu seakan menganggap kalau apa yang sudah Adrian nyatakan di depan Ibunya Andara adalah sebuah kebohongan semata sekadar hanya untuk membuat Ibunya Andara senang dan tidak mengkhawatirkan hidup Andara.
Terlebih akan selalu mengizinkan Andara pergi jika Adrian datang untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Hubungan –" Ucapan Andara menggantung. Dia menatap Adrian yang sekarang terlihat tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh Andara.
Tidak mengerti atau memang pura-pura mengerti? Andara tidak tahu pasti. Tapi terlihat Adrian memang menganggap hal tadi itu sebagai angin lalu yang tak berarti.
"Hmmm, ya sudah lupakan!" kata Andara lagi sambil tersenyum kecil.
Melihat ada raut kekecewaan di wajah Andara, Adrian pun tertawa.
Lalu, Adrian menarik tubuh Andara dengan merangkulnya kemudian sambil berkata, "kemarilah! Lebih dekat lagi, agar tubuhmu terasa hangat."
Hujan memang membuat udara terasa semakin dingin.
Andara terkejut. Andara terus mengamati wajah Adrian yang sekarang tersenyum sambil menatap ke depan.
Andara hanya diam. Dia bingung dengan hubungan mereka dan sikap Adrian saat ini. Sampai Adrian pun berucap kembali atas dasar demi menghilangkan kebimbangan hati Andara kini yang Adrian tahu kalau perempuan yang dia sukai ini pasti sedang bertanya-tanya di benaknya soal Adrian yang bertingkah aneh padanya sekarang.
Adrian kemudian menyimpan cup coffe miliknya di bahu balkon. Adrian juga mengambil milik Andara dan juga diletakkannya di samping cup coffe miliknya.
Hujan tidak dapat mengenai kedua cup coffe tersebut sebab kanopi di atas mereka sedikit lebih panjang ke depan, dan rintik-rintik hujan itu berjatuhan dengan jarak yang jauh dari bahu balkon.
Jadi aman. Tak perlu mengkhawatirkan soal cairan kopi yang hangat itu tercampur dengan air hujan dari genteng yang kotor.
Adrian kemudian menghadapkan tubuhnya pada Andara. Tubuh Andara pun dibuat agar menghadap pada tubuhnya.
"I Love You, Andara," ucap Adrian lembut sambil tersenyum.
Andara jadi melongo karenanya. Andara mengira ini semua hanyalah adegan drama yang suka ada di film-film.
Ini tidak nyata. Hnaya ilusi Andara semata.
Melihat Andara yang sekarang justru bengong, Adrian pun kembali mengulang ucapannya dengan senyumannya yang semakin merekah.
Ada sedikit tawa renyah mengiringi juga. Adrian sangat suka melihat wajah Andara yang terihat lugu sekarang.
"I Love You, Andara," ucap Adrian lagi.
Dan kedua mata Andara yang sedari tidak mengedip itu pun, sekalinya mengedip. Air mata juga ikut mengalir di kedua pipinya.
"Aku rasa, dengan tiga kata itu … sudah membuatmu yakin dengan hubungan kita ini. Mau disebut pacaran, juga boleh," kata Adrian.
Andara masih belum bisa merespon Adrian. Andara masih merasakan kebahagiaan yang menyeruak di dadanya. Seperti bunga teratai yang mulai mekar diam-diam.
"Aku, akan selalu ada untukmu. Kamu tidak perlu khawatir akan hidup ini yang selalu kamu bilang menyakitkan." Adrian memberi kekuatan pada Andara lewat senyumannya yang menabahkan. "Jangan pernah merasa sendirian lagi, ya! Ada aku sekarang." Adrian mengamati wajah Andara yang sekarang berseri.
Andara tersenyum haru atas ucapan Adrian barusan. Dan kemudian, dipeluklah Andara oleh Adrian.
Gemericik hujan menjadi saksi keromantiasan mereka berdua kali ini.
Dan efek hangatnya begitu mendamaikan keduanya.
***
Obrolan di kelas, semuanya hampir membahas soal yang sama.
Yaitu, soal ketiadaan Alfred dan juga Bara.
Dari guru-guru yang mengajar, maupun para murid yang sekarang mulai bising karena sekarang adalah jam istirahat.
Kebetulan, hampir setengahnya dari mereka lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di dalam kelas.
Pembahasan mereka itu meliputi seputar keributan kelas yang berbeda dari biasanya.
Tidak ada Alfred dan Bara, menjadi suatu keganjilan tersendiri. Dan harus sama-sama mereka akui kalau kelas mereka ini sungguh sepi tanda kehadiran dua tokoh yang sering bersiteru itu.
"Bener sih, gak seru ya rasanya dunia ini tanpa ada orang yang bikin konflik," celetuk Tata yang sekarang duduk di atas meja.
Bella and The Gengs-nya itu tengah mengemil jajanan kemasan yang sudah mereka beli tadi. Sudah makan bakso pun, tampaknya itu tak cukup membuat perut mereka kenyang.