Miftah yang baru pulang dari sekolah ini juga sudah tahu kalau tadi, Bara berkunjung ke rumah Karin karena Miftah sudah memberi tahukan Bara soal kondisi kesehatan Karin yang sebenarnya.
Yang kata Dokter, tidak akan sembuh. Hanya perlu kesabaran untuk menerima semuanya.
Miftah tak kuasa menatap Karin balik. Miftah menundukkan pandangannya.
Sekarang, mereka tidak bertemu langsung melainkan hanya lewat video call.
"Maaf, Karin. Tapi menurutku Bara juga harus tahu soal kondisi kamu. Dia kan juga sahabat kamu, Karin." Miftah berkata sesuai dengan apa yang menurutnya harus dikatakan.
Karin tampak menghela napas berat. Terlihat dari layar handphone-nya Bara yang sekarang disengajakan berdiri dekat komputer agar tidak perlu dipegang.
Karin sendiri tidak bisa apa-apa lagi. Toh, sudah terjadi.
Karin tahu maksud baik Miftah. Hanya saja, Karin tidak senang dengan itu. Miftah sudah melanggar janjinya pada Karin.
Karin masih terdiam. Miftah pun terpaksa harus kembali membujuk Karin agar tidak cemberut.
"Sekali lagi maaf." Miftah menatap Karin dengan rasa bersalah. "Kamu maafin aku, kan?" tanya Miftah.
Miftah sedikit menambahkan ekspresi lucu di wajahnya. Agar Karin tidak terus-terusan marah pada Miftah.
Setidaknya, Karin harus kembali tersenyum.
Miftah terus menggoda Karin yang sekarang tampak merajuk, sebal pada Miftah.
Dan lambat laun, Miftah berhasil membuat Karin tidak marah lagi dengan guyonannya. Miftah memang selalu bisa membuat kemarahan Karin mereda.
Dan setelah hati Karin kembali membaik, Karin mulai bercerita soal Bara yang tadi datang ke rumahnya.
Miftah kemudian duduk dengan sangat nyaman. Miftah dengan senang hati mendengarkan cerita Karin sampai habis meskipun Miftah sampai sekarang belum berganti baju. Dia masih memakai baju seragam sekolahnya.
***
Asih yang sekarang duduk di samping Bara, di dalam mobil.
Asih berulang kali memerhatikan Bara yang anteng mengemudi tanpa Bara sendiri sadari akan hal itu.
'Dia kok jadi pendiam begini? Laju mobilnya pun gak kayak pembalap MotoGP. Apa si Bara lagi kesambet hantu pendiam ya?' tanya Asih dalam hati.
Asih menatap Bara dengan matanya yang menyipit. Sampai Bara pun jadi sadar kalau dirinya sedari tadi tengah diperhatikan oleh Asih.
Dengan kepala yang tetap lurus ke depan, Bara melihat pada Asih dengan kedua matanya yang sengaja disipitkan juga. Jadi tampak sinis.
Asih yang tertodong oleh tatapan sinis Bara itu pun langsung tersentak karenanya. Asih berdeham karena malu tertangkap basah oleh Bara kalau dia tengah memerhatikan anak tirinya itu.
"Apa lo, hmmm? Dari tadi lihat-lihat gue mulu," ucap Bara. Jutek sekali. "Ganteng ya? Ahahaha, soal gue yang good looking ini gak susah dipikirin. Nanti kalau lo jatuh cinta ke gue bisa gawat darurat! Soalnya gue gak bakal suka sama lo dan gak punya niat untuk berselingkuh sama lo. Lo kira gue mau ngekhianati Ayah gue sendiri?" Bara menodong Asih dengan tatapannya yang sengaja didekatkan pada Asih.
"Ogah!" Bara tersenyum kecut dengan wajahnya yang semakin didekatkan dengan wajah Asih, seperti mau mencium. Tapi bukan.
Dan kedua tangan Bara tetap fokus di kemudi. Asih sebal karena ucapan Bara tersebut dan karena tindakan Bara yang bisa saja membuat laju kendaraan mereka sekarang berkelak-kelok.
Itu adalah kata terakhir yang Bara ucapkan sebelum dia tertawa puas sambil melihat pada Asih dengan tatapannya yang mencibir, merendahkan.
Dan sebelum wajah Bara kembali berjarak dengan wajah Asih. Asih melakukan tindakan yang membuat Bara terkejut luar biasa.
PLAKKK!
Asih menampar wajah Bara dengan sangat keras.
"Kamu itu ya! Ngomong ngelantur, ke mana aja. Emangnya siapa yang suka sama kamu? Modal wajah belagu gituh juga. Kepedean banget jadi orang. Sok kegantengan banget sih!" Asih berucap dengan nada kesal sekali.
Bara juga sangat bisa merasakan kekesalan Asih itu.
Sebelumnya, Bara masih syok. Tak menyangka dengan apa yang dilakukan Asih padanya barusan.
Menampar wajah Bara yang tampan? Wow! Berani sekali si Asih itu.
Namun, setelah berselang beberapa detik. Sesudah Asih berucap dan sekarang napasnya masih menderu kesal. Bara pun menjaga jaraknya terhadap Asih dengan menjauhkan wajahnya darinya.
Sekarang, posisi Bara kembali normal.
Tangan kanannya bertumpu di kaca mobil sambil mengelus-elus rambutnya, sok ganteng. Dan sebelah tangannya lagi masih tetap menyetir.
Sekarang, Bara tampaknya masih merasakan sakit di area pipinya yang menjalar ke mata. Luka lebam berkat pukulan Alfred pun belum juga sembuh, sekarang ditambah dengan pukulan baru dari Asih barusan.
Asih saja sampai lupa kalau lebam di wajah Bara juga belum sembuh. Lalu, Asih dengan senangnya menambahkan rasa sakit Bara, barusan.
'Duh, apa sih yang udah aku lakuin?' Dalam hati, Asih sangat cemas. Dia takut Bara membalas perlakuan Asih. 'Tamat riwayatku!' ucap Asih dalam hati sekali lagi. Asih semakin takut. Cemas!
Dan kemungkinannya, Bara akan marah besar pada Asih.
Sekujur tubuh Asih sudah gemetar. Tadi saat memukul, Asih tidak pikir panjang karena sangat kesal pada Bara. Dan dapat memukul Bara, adalah suatu kesempatan yang bagus bagi Asih.
Namun dampak setelahnya, sungguh membuat Asih ketakutan.
Saat mulut Asih kembali terbuka dan akan meminta maaf. Tiba-tiba suara tawa terdengar.
Wajah Bara sekarang tampak semakin menyebalkan di mata Asih.
Bara malah tertawa puas seperti orang gila. Dia juga sampai memukul-mukuli dashboard mobilnya sendiri.
Asih mengernyit melihatnya. "Bener-bener udah gak waras!" sindir Asih sambil kemudian mengalihkan pandangan ke sebelah kiri.
Asih memandangi jalanan di luar mobil. Sebal dengan orang di sebelahnya yang sekarang malah asyik tertawa sendiri.
'Parah banget sih punya anak tiri sinting kayak si Bara,' gerutu Asih dalam hati.
Sementara Bara, tengah menikmtai kegilaannya sendiri.
Bara sendiri tidak tahu kenapa dia jadi tertawa melihat sikap Asih yang sangat jengkel padanya itu. Mendapatkan tamparan dari Asih yang membuat sakit di wajahnya bertambah dua kali lipat karena sudah ada bekas pukulan dari Alfred.
Bara merasa dia tengah ditampar oleh banyaknya kegalauan yang ada.
Ini perihal menyadarkan Bara soal kegilaannya sendiri sesudah pulang dari rumahnya Karin.
Bara yang tahu kalau tadi Karin memakai baju pemberian dari Miftah. Cantik, dan membuat Karin bahagia karenanya.
Miftah memang lelaki yang bisa menyenangkan hati perempuan.
Wajar, kalau banyak perempuan yang menyukainya.
Dan bodohnya, kenapa Bara sampai lupa memberi Karin sesuatu?
Dan, apakah Baramemang masih mencintai Karin? Atau kecemburuannya pada Miftah itu hanya bersifat kecemburuan sosial saja antar sahabat?
Bara masih bingung dengan perasaannya sendiri. Di sisi lain, Bara juga sangat merindukan kehadiran Bella di sampingnya.
Bella adalah seorang perempuan yang sudah mengisi hati Bara, dan membuat Bara merasa dihargai. Sebelum Bella juga mengkhianati Bara setelahnya.
Tak peduli Bella meminta maaf, ingin kembali lagi pada Bara. Menurut Bara, pengkhianatan itu kejam. Dan memaafkannya pun juga tidak bisa diprediksi. Sulit sekali.