"Bebaskan Ayahku!" ucap Asih terus memaksa.
"Kamu keras kepala juga ya." Jajaka Purwa mendecak, tidak suka dengan ucapan Asih yang seperti memerintahnya.
Keduanya saling pandang dengan kemarahan masing-masing yang saling membara di dalam dada mereka.
"Mana Kakakku, hah? Di mana dia?" Asih semakin keras mempertanyakan keberadaan kakaknya yang kini tidak terlihat sama sekali.
Hingga anak buah Jajaka Purba yang lain tiba-tiba datang dan menarik perhatian semua orang dengan sikapnya yang kini tampak begitu panik.
"Ju … Ju … Juragan," ucap seorang anak buah terbata-bata sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang dia maksud.
Jajaka Purwa ditambah kesal dengan sikap penjaganya yang kini sangat loading.
"Ada apa? Cepatlah bicara sebelum aku putuskan pita suaramu," ancam Jajaka Purwa membuat anak buahnya takut dan langsung membuatnya seketika lancar berbicara.
"Nona Nengsih … bunuh diri," ucap anak buahnya yang langsung membuat Asep dan Asih histeris begitupun si Tuan Tanah yang begitu menginginkan Nengsih jadi istrinya.
Tapi, mendengar perempuan itu bunuh diri karena tidak mau menikah dengannya … Jajaka Purwa marah dan kemudian pergi meninggalkan Asih yang sekarang menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena tidak percaya dengan apa yang barusan disampaikan anak buah si Tuan Tanah.
Asih dan Ayahnya kembali menangis mendengar kabar yang membuat mereka seperti tertembak peluru bertubi-tubi.
***
Di tempat lain, Bara yang tadi sudah menghindar dari urusan ayahnya dan menemui ibunya –sekarang terus diceramahi.
"Sudah berapa kali ibu katakan jangan pernah ikut campur dalam urusan Ayahmu? Kenapa kamu tidak mendengarkan Ibumu ini, Bara?" Kirani, Ibunya Bara dan yang adalah istri kedua dari Jajaka Purwa sangat tidak suka dengan sikap anaknya yang selalu menentang ayahnya itu.
"Bu, kenapa Ibu jadi selalu mendukung tindakan Ayah padahal Ibu tahu itu salah?" tanya Bara dengan kesal karena dulu Ibunya tidak seperti ini.
Kirani hanya diam, ada luka batin dan kecemasan yang tidak bisa dimengerti oleh anaknya itu.
Luka batin selama menjadi istri kedua dan tentunya tidak bisa lebih berkuasa dibanding istri pertama Jajaka Purwa yaitu Monika.
"Bara … jika kita tidak mendukung Ayahmu. Kita tidak akan punya apa-apa, dan kamu tidak akan mendapat bagian sepeser pun," balas Kirani dengan nada lemah lembut agar hati anaknya luluh.
Bara memalingkan wajahnya dari pandangan Ibunya yang seakan meminta pengertian dari anak keduanya ini.
"Selalu saja ibu membahas harta. Apakah di pikiran ibu hanya harta dan harta saja, Bu?" Bara bertanya dengan cukup keras, membuat Kirani juga gemas dengan sikap anaknya yang sama sekali tidak sejalur dengan pemikirannya.
Namun, belum sempat Kirani kembali menjelaskan pada Bara agar anaknya itu mengerti, kemudian pelayan pribadinya—Sunarti datang dan memberi kabar yang cukup membuat Kirani girang.
Karena calon istri ketiga suaminya dikabarkan telah tiada dan tidak akan menambah pesaing dalam perebutan harta suaminya kelak.
"Iya, Bu … dia bunuh diri, menusukkan pisau ke jantungnya sendiri," jelas Sunarti.
Kirani tersenyum.
"Ayo kita lihat episode yang sangat menarik ini!" ajak Kirani sembari menggandeng pelayan pribadinya itu yang sudah seperti rekan bisnisnya karena selalu menyampaikan informasi terkini.
Bara menggelengkan kepalanya, dia tidak habis pikir dengan perangai ibunya yang sudah sangat berubah.
Dan tiba-tiba, pikiran Bara pun kembali memutar kejadian tadi saat anak SMA yang tidak diketahui namanya itu akan dipukul oleh ayahnya.
Bara sangat khawatir pada Asih, sorotan mata Asih juga seperti memberi koneksi yang tersambung dengan hati Bara.
'Dia cukup cantik,' gumam Bara sembari melamun.
***
"Kakak!" teriak Asih sembari memeluk jasad kakaknya.
Ayahnya—Asep, pun juga dibebaskan untuk melihat terakhir kali jasad anak pertamanya itu.
"Nengsih! Nak, maafkan Ayah, Nak," ucap Asep. Dia memeluk kedua anaknya.
Adegan dramatis itu kini disaksikan semua orang, khususnya si Tuan Tanah, kedua istrinya dan anak-anaknya.
Kirani dan Monika sangat senang, karena saingan mereka sekarang sudah berkurang.
Mereka sangat mengapresiasi almarhumah Nengsih karena lebih memilih bunuh diri daripada nanti tersiksa karena melawan kesenioritasan mereka.
"Siapa dulu dong yang udah ngehasut Nengsih," celetuk Monika yang kini berdiri di samping Kirani.
Kirani terkejut, dia semakin tahu jika Monika itu adalah wanita yang sangat berani mengambil risiko dan dia adalah saingan terberatnya.
Jika Nengsih saja bisa dihasut untuk bunuh diri, dia juga sudah pasti berada dalam deretan selanjutnya.
Bisa-bisa Monika juga berani membunuh Kirani jikalau dia juga tidak sama-sama pintar dan membuat perlindungannya seaman mungkin.
Kirani menelan salivanya sendiri, setelah ucapan Monika menepi. Akan tetapi tetap nyaring di telinganya.
Monika melihat ekspresi ketakutan Kirani, dia rasa dia berhasil menakut-nakuti madunya itu.
'Mampus, lo!' ucap Monika dalam hatinya.
"Lama-lama rumah kita kayaknya sudah jadi tempat eksekusi mati," celetuk Adrian, kakaknya Bara yang langsung pergi meninggalkan tempat itu setelah melihat jenazah Nengsih yang sedang ditangisi keluarganya.
Bara yang melihat reaksi kakaknya, dia juga sebenarnya ingin mengikutinya.
Tapi Bara juga sangat ingin melihat Asih yang masih belum dia tahu siapa namanya. Dia ingin tahu nasib gadis SMA itu.
Sedangkan anak Monika tidak ada di sini, dia sedang menempuh pendidikan di luar negeri dan Monika hanya mempunyai satu orang anak perempuan saja bernama Hani.
Makanya yang lebih mempunyai potensi melanjutkan usaha Ayahnya ialah Adrian, anak lelaki tertua yang bukan berasal dari Monika melainkan dari madunya, Kirani.
"Segera kuburkan jasad perempuan rendahan itu!" titah Jajaka Purwa pada anak buahnya.
Asep dan Asih tidak ingin membiarkan jasad Nengsih dibawa, apalagi jika dikuburkan dengan tidak layak.
"Jangan, biarkan saya yang membawa Kakak saya," ucap Asih terisak.
"Iya, Tuan. Biarkan kami makamkan almarhumah Nengsih dengan layak, Tuan." Asep menimpali sembari memohon-mohon.
Jajaka Purwa kemudian mendekati keduanya, dengan senyuman picik yang dicurigai Asih dan Asep –jika dia mempunyai suatu rencana yang akan merugikan mereka berdua.
"Kalian ingin Nengsih dikubur dengan layak?" tanya Jajaka Purwa dengan memegang dagunya sendiri.
Seperti berpikir, tapi dia hanya pura-pura dan itu membuat Asih dan Asep sangat tegang.
Asih mengangguk, Asep pun menjawab," iya Tuan, izinkan Asih membawa jasad Kakaknya pergi."
Jajaka Purwa langsung berdiri dan menyetujuinya.
"Baiklah, bawa jasad perempuan hina itu pergi ke rumahnya. Biarkan penduduk desa tahu akibat dari melawan saya."
Asih dan Asep saling memandang penuh khawatir. Tapi juga sedikit lega karena Nengsih bisa dimakamkan dengan layak.
Bara pun ikut senang akan keputusan itu.
Kirani dan Monika sangat curiga dengan sikap suaminya yang bisa dengan mudah ditawar, mereka mencium bau-bau rencana yang sudah dipersiapkan oleh suaminya.
Tapi mereka tidak tahu apa yang pasti akan direncanakan suaminya nanti.
Kegelisahan mereka memuncak, karena mereka tahu kalau suaminya itu tidak akan bersedia menerima tawaran jika tanpa imbalan.
Mereka takut jika Asih, akan menjadi penerus kakaknya –Nengsih.
Ya, Asih adalah imbalan kesepakatan berikutnya.
***