Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 81 - Hamil Muda

Chapter 81 - Hamil Muda

Setelah sang Supir membukakan pintu mobil untuk keduanya, dia pun langsung kembali masuk lagi ke kursi kemudi untuk berencana memasukan mobil milik Tuannya itu ke dalam bagasi sebab memang Jajaka Purwa tidak punya rencana untuk berpergian lagi.

Dan saat masuk ke dalam rumah, keduanya berpapasan dengan Kirani.

Melihat langkah Asih yang lemas dan Jajaka Purwa setia merangkul Asih di sampingnya, tentunya ada kecemburuan yang menyergap diri Kirani saat melihatnya.

Tapi, kecemburuan itu tidaklah membuat Kirani bertindak bodoh.

Kirani tetap memperlihatkan keramahannya dan bertanya tentang kondisi Asih. Dia tidak bertanya kenapa baju Asih terlihat mewah hari ini sebab dia juga sudah tahu kalau Asih dan Jajaka Purwa sudah pergi jalan-jalan.

Itulah yang dia tahu. Kirani tidak tahu kalau Jajaka Purwa mengajak Asih ke Villa untuk bertemu dengan Hanantyo dan Dandi.

Sebab kalau Kirani tahu, Jajaka Purwa sudah tahu pastinya Kirani dan Monika akan memaksa untuk ikut karena mereka sangat ingin bertemu dengan Hanantyo dan juga Dandi.

Mereka pastinya tidak rela jika Asih lebih dipilih untuk bertemu dengan klien bisnis Jajaka Purwa dibandingkan dengan mereka yang merupakan istri pertama dan juga istri kedua Jajaka Purwa yang seharusnya lebih diutamakan.

Bukankah itu juga termasuk kesopanan? Istri ketiga dilarang mendahului istri pertama dan istri kedua, termasuk dengan pertemuan penting mereka tadi. Karena Monika dan Kirani akan sangat merasa terhinakan.

Jajaka Purwa tahu itu. Makanya, dia belum bilang pada Monika dan juga Kirani soal pertemuannya dengan Hanantyo dan Dandi tadi dengan Asih yang ikut turut menemaninya.

"Suamiku, Asih kenapa?" tanya Kirani pura-pura cemas melihat kondisi Asih yang terlihat kurang baik.

Dia juga memegangi bahu Asih. "Asih, apa kamu sedang tidak enak badan?" tanyanya lagi.

Saat Asih akan menjawab, Jajaka Purwa sudah mendahuluinya.

"Ya. Istri mudaku ini sedang tidak enak badan. Dia harus segera beristirahat di kamarnya," balas Jajaka Purwa.

Kirani kemudian menutup mulutnya dan menampakkan ekspresi terkejut.

Dan ketiganya tidak tahu kalau di tempat yang sedikit berjarak dari posisi mereka berdiri sekarang. Monika dan Nenih tengah memerhatikan mereka saat ini.

Dan Monika menganggap, akting Kirani barusan itu terlalu lebay. Dia dan Nenih saling berbisik satu sama lain dan tentunya menertawakan Kirani yang masih saja berjuang untuk mencari perhatian suaminya—Jajaka Purwa.

"Oh, Sayang … kamu harus menjaga kesehatan badanmu. Nanti kusuruh pelayan untuk membuatkan sup hangat untukmu ya," kata Kirani penuh perhatian.

Dan Jajaka Purwa sama sekali tak menghiraukan kata-kata Kirani tersebut.

Asih mengangguk dan mengucapkan rasa terima kasihnya itu. Dan menurut Asih, dia tak perlu repot-repot juga.

"Tidak perlu, Mbak. Aku hanya perlu istirahat. Terima kasih perhatiannya," ucap Asih dengan tambahan senyum terukir di bibirnya.

Asih ingin sekali segera pergi ke kamar dan menumpahkan semua kesedihannya.

Saat Kirani akan meluncurkan kata-kata lagi, dan mulutnya sudah terbuka. Irah, pelayan pribadinya Asih datang.

"Nyonya Asih, kenapa? Tampaknya tidak begitu baik," kata Irah penuh khawatir.

"Dia butuh istirahat. Istri Mudaku ini sedang tidak enak badan." Jajaka purwa yang menjelaskannya. "Irah, kamu nanti ambilin obat untuk Asih ya. Dan buatkan sup hangat untuk Asih. Akan Asih makan nanti, sesudah dia bangun. Sekarang, Asih harus istirahat."

Asih sempat ingin menolak lagi untuk tidak ingin dibuatkan sup. Tapi Asih tahu jikalau Jajaka Purwa sudah memerintah, akan sulit bagi Asih untuk menolak. Jadi Asih hanya diam saja.

Irah mengangguk dnegan postur badan yang sedikit membungkuk. "Baik, Juragan," katanya menurut.

Kirani sebal melihat sikap Jajaka Purwa yang sekarang seolah tak peduli dengan bentuk perhatian Kirani.

Dan rasa sebal itu semakin bertambah saat Jajaka Purwa berjalan menghindarinya dengan masih merangkul Asih yang kemudian ikut berlalu bersamanya. Meninggalkan Kirani tanpa sepatah kata pun.

"Ayo, Asih! Kamu harus segera beristirahat," kata Jajaka Purwa.

Mereka pun pergi, dan Irah segera melaksanakan tugasnya. Dia juga ikut pergi meninggalkan Kirani yang masih mematung.

Irah sempat menilik pada Kirani yang sekarang terlihat mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan ekspresi sebal tampak jelas di wajahnya itu.

Tapi Irah merasa tak punya urusan untuk mengurusi Kirani karena tugasnya lebih penting.

Dan setelah Jajaka Pura dan Asih tidak terlihat lagi, Irah pun juga sudah pergi. Ini adalah kesempatan bagi Monika dan Nenih untuk menghampiri Kirani.

Keduanya menghampiri Kirani dengan wajah semringah. Seolah menampakkan kesenangan mereka atas apa yang sudah menimpa Kirani tadi.

Dia diacuhkan? Oh, pasti sungguh sakit, pikir Monika dan Nenih.

Dengan kedua tangan yang dilipatkan di dada, Monika berkata pada Kirani. Dia menghasut.

"Mmm, kukira ada sesuatu yang aneh dari Asih. Apakah kau merasakannya?" Monika menatap Kirani dengan senyuman liciknya.

Seperti ada yang sedang dia pikirkan. Tapi Kirani belum menyadarinya.

Tapi Kirani tahu kalau tatapan dan senyuman itu mempunyai maksud tertentu.

Nenih yang setia berada di samping majikannya—Monika. Dia hanya tersenyum-senyum. Membuat Kirani jengkel dan Kirani pun menatapnya sinis. Tapi sekilas … sebab perhatian Kirani tertuju penuh pada Monika.

Dengan pandangan ketus, Kirani bertanya, "apa memangnya? Kau sengaja meledekku?" Kirani berpikir seperti itu.

Monika pun melirik ke sana kemari. Takutnya, ada orang lain selain mereka.

Monika kemudian kembali melangkah, selangkah lebih maju mendekati Kirani.

Dia pun berbisik, "apa kau tidak punya sangkaan sepertiku?" Monika melihat pada Kirani dengan ekspresi datar.

Tapi dia bermaksud mencari-cari keyakinan dalam diri Kirani atas ucapannya barusan.

"Sangkaan apa?" Kirani sedikit menaikkan nada bicaranya dengan pandangan kesal pada Monika yang menurutnya sedikit bertele-tele itu.

Monika pun mendecak sambil memalingkan wajah. Dan mereka saling melempar senyum. Senyuman yang Kirani tidak yakin mereka kenapa begitu.

Semakin membuat Kirani bingung saja.

"Aduh." Monika menepuk keningnya sendiri. "Kau ini bodoh, Kirani! Kukira kau pintar. Seharusnya kau itu peka sedikit dong. Kau tadi lihat kan bagaimana wajah Asih? Pucat." Monika kembali tersenyum. "Bisa saja, dia sedang mengandung? Hamil muda?" lanjutnya lagi.

Dan Kirani pun menelan salivanya, kesat sekali.

Dia baru mengerti apa maksud dari ucapan Monika itu. Dia mengkhawatirkan jika Asih mengandung anak dari Jajaka Purwa. Dan itu sudah jelas akan menambah lagi saingan di antara mereka.

Asih juga akan lebih disayang oleh Jajaka Purwa. Monika dan Kirani, sudah pasti akan diacuhkan.

Kirani diam sebentar. Monika dan Nenih saling tatap dan kembali saling melempar senyum.

Kemudian, tak lama Kirani berucap, "aku pun jadi curiga. Tapi … jika begitu, bukankah itu hanya akan mempersulit dia? Dan apa Suami kita tidak akan marah? Ya, kalau Asih hamil pastinya pihak sekolah akan bertanya-tanya dong? Dan identitas asli Asih yang sudah bersuami, akan terungkap." Pikir Kirani begitu.