Dan sekarang, Adrian berpose seperti model. Dia pikir, secara keseluruhan tampilannya sekarang sudah sangat rapi dan bagus. Sangat cocok untuk bertemu seorang perempuan cantik yang pastinya juga sudah siap Adrian jemput.
"Anjrittt! Sombong banget lo, Kak!" ujar Bara tak percaya dengan jawaban Kakaknya barusan.
"Lo masih kecil. Jangan campuri urusan orang dewasa!" kata Adrian sambil cengengesan.
Adrian pun berjalan menuju pintu keluar setelah dia mengambil jaket dan handphone-nya berikut juga tas selempang kecil yang selalu dia bawa jika akan main.
Dilihat dari gayanya, Adrian seperti tampak akan berkumpul bersama teman-temannya. Bara berpikir begitu.
Tapi dari ekspresinya, sangat sulit ditebak. Pikir Bara itu bukanlah ekspresi senang akan bertemu teman-temannya. Melainkan ekspresi senang akan bertemu seseorang.
Dan Bara menduga, Adrian akan ketemuan dengan seorang perempuan.
Pacarnya?
Sebelum Adrian benar-benar keluar, Adrian sengaja menengok dulu pada sang adik—Bara.
Dan apa yang dilakukan Adrian?
Adrian menjulurkan lidahnya pada Bara sebagai tindakan ledekan.
"Wleeee, gue berangkat ya. Mau happy-happy dulu. Bye!" Dengan sombongnya, Adrian pun pergi dan menutup pintu dengan cukup keras.
Bara yang melihat kesombongan sang Kakaknya itu pun langsung melongo karenanya.
"Anjir! Parah bener dia. Sombong sekali. Kurang ajar! Kakak Biadab!" gerutu Bara.
Bara pun melempar bantal yang tergeletak di dekatnya hingga mengenai pintu.
"Gak bisa gituh, dia sekali-kali ngajak adiknya ini ikut jalan-jalan? Kampret!" Bara terus saja menggerutu, mengumpat Adrian yang sekarang mungkin sudah pergi dari rumah dengan mobil kesayangannya.
Sementara Bara, tidak punya kegiatan lain.
Sebenarnya bukan tidak ada kegiatan. Di grup whatsapp teman-temannya juga ramai membicarakan beragam hal. Terkhusus edisi nongkrong bersama yang memang hampir setiap hari ada.
Hanya saja, Bara sedang tidak mood dengan mereka. Dan Bara juga merasa tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Entah kenapa, Bara pun tak tahu juga.
Bara hanya sedang dilema dengan perasaannya terhadap Rani dan juga keresahannya soal kondisi kesehatan Karin yang buruk.
Bella yang kembali lagi dengan Alfred pun bisa juga menjadi faktor alasan hati Bara menjadi tidak kondusif.
Bara merasa aneh dengan polemik batinnya sendiri.
"Duh, gue kayak orang stress aja. Banyak pikiran!" gumamnya sembari menjambak rambutnya sendiri.
***
Sekarang, Adrian sudah sampai di rumah sakit.
Di depannya kini, tengah berbaring sesosok perempuan paruh baya yang tidak lain adalah Ibunya Andara—perempuan yang sedang dekat dengannya meskipun keduanya belum punya hubungan sah dengan label 'Pacaran'.
Namun kali ini, tampaknya Adrian akan membuat pengakuan.
"Bu, kenalin ini Adrian," kata Andara pada sang Ibu sambil menunjuk sosok lelaki yang tengah berdiri di sampingnya sekarang.
Sang Ibu tersenyum lesu. Bukannya tidak senang akan kehadiran Adrian. Akan tetapi, tubuhnya yang lemas adalah penyebab raut wajahnya selalu terlihat lesu.
Adrian menyalami tangan Ibunya Andara. Dan tidak lupa, dia menampakkan senyum terindahnya.
Menarik perhatian calon mertua kan memang harus ya? Itulah yang dipikirkan Adrian saat ini.
"Saya Adrian, Bu. Pacarnya Andara," kata Adrian sambil menoleh sekilas pada Andara yang sekarang tampak terkejut dengan perkataan Adrian barusan.
Adrian bisa menangkap mata bulat milik Andara yang bertambah bulat dengan wajahnya yang kaku. Tapi setelah itu, ada semburat senyum yang memperlihatkan kebahagiaan.
Andara tesipu malu. Adrian menganggap itu sebagai persetujuan dari Andara kalau perempuan itu sangat berminat menjadi pacarnya Adrian. Tidak akan ada penolakkan darinya.
"Alhamdulillah, Andara punya calon sekarang. Ibu sangat bersyukur sekali." Ibunya Andara kemudian meraih tangannya Adrian dan tersenyum padanya.
Ditepuk-tepuklah punggung tangan Adrian sambil kembali berkata, "jaga Andara baik-baik ya, Nak Adrian!"
Kedua mata Andara langsung berair, begitupun dengan kedua matanya Adrian. Semua berawal karena ucapan Ibunya Andara yang terdengar menyayat hati dan juga kedua matanya yang lebih dulu berair.
Seisi ruangan pun tiba-tiba jadi terasa sedih.
Adrian kemudin mengangguk. "Iya, Bu," sahut Adrian.
Adrian yang melihat Andara di sampingnya tak kuasa untuk berucap atau bahkan menoleh kepadanya karena sibuk menyeka air mata. Adrian pun mengalihkan pembicaraan agar suasana sedih tidak berlarut.
"Bagaimana kondisi Ibu sekarang? Apa ada yang terasa sakit?" tanya Adrian pada Ibunya Andara.
Kedua tangan mereka pun juga sudah saling melepaskan.
Kini, giliran Ibunya Andara yang mengangguk.
Kemudian, dia menjawab pertanyaan dari Adrian.
"Ya beginilah. Rasanya masih tetap sama, Nak Adrian. Hanya saja, karena barusan Ibu mendengar kabar baik kalau kalian sudah punya hubungan istimewa. Ibu seketika jadi merasa sehat." Ibunya Andara bergurau.
Padahal nyatanya, karena kebahagiaanlaah, tubuhnya merasa sehat. Sebab sebenarnya, masih saja sama.
Kebahagiaan memang bisa berdampak bagus bagi seseorang. Terkhusus juga, bagi dirinya.
"Kalau bisa, segeralah menikah. Biar Ibu bisa melihat anak Ibu ini di pelaminan bersama lelaki yang dia cintai. Ibu akan bahagia sekali." Ibunya Andara menyampaikan harapan besarnya.
Membuat Andara terkejut dan menoleh pada Adrian yang saat ini terdiam. Andara pikir, Adrian juga sama terkejutnya. Dan itu terlalu cepat bagi mereka yang baru kenal belum lama ini.
"Ibu!" tegur Andara malu. Wajahnya memerah seketika.
Adrian pun tersenyum melihatnya. Adrian sebenarnya tidak begitu merasa terbebani atas ucapan yang keluar dari mulut Ibunya Andara barusan.
Menurut Adrian, itu sangat wajar. Orang tua yang mempunyai anak perempuan, memang tidak suka jika si putri mereka berpacaran terlalu lama.
Itu hanya akan memberi kesan negatif pada hubungan mereka. Dan terkadang, hubungan yang terlalu lama tidak juga bagus untuk beberapa pasangan karena sering kali berujung perpisahan.
Katanya, hanya menjaga jodoh orang saja.
Adrian pun mulai menanggapinya.
Adrian tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Bersikap selembut mungkin pada calon mertuanya itu.
Hati Ibunya Andara yang sudah tua pasti sangat renta, dan Adrian pikir dia harus bisa menjaga ucapannya sebaik mungkin.
"Iya, Bu. Adrian akan segerakan. Kami hanya menunggu waktu yang tepat," ucap Adrian.
Batin Ibunya Andara sangat merasa damai karenanya. Adrian memang bisa mendamaikan hati orang tua.
Tak ayal jika putrinya—Andara menyukai Adrian. Terlihat jelas dari setiap kerut di wajah Andara yang menunjukkan kebahagiaan bisa memperkenalkan Adrian pada sang Ibu.
Adrian juga tahu apa yang tengah dirasakan oleh Ibunya Andara di tengah kondisi kesehatannya tidaklah baik dan juga tidak adanya perkembangan yang signifikan pada perkembangan kesehatannya.
***
Kirani tengah berbaring di sofa. Dan kakinya tengah dipijit oleh pelayan pribadinya—Sunarti.
Mereka berdua tengah bergosip. Membicarakan Monika—terkhususnya.
"Kemarin Nyonya Monika belanja banyak banget baju loh, Nyonya," kata Sunarti dengan nada memanas-manasi.
"Oh ya? Online shop atau ke Mall?" Kirani ingin tahu pasti soal di mana Monika berbelanja.
"Ke Mall, Nyonya. Nenih juga ikut. Mereka juga sambil makan-makan. Malah, Nenih juga diberi baju sama dia. Gak tanggung-tanggung. Nyonya Monika juga beliin dia tiga baju loh, Nyonya." Sunarti menunjukkan wajah yang dapat Kirani tebak maksud arah pembicaraannya ke mana.