"Bella Sayang … kamu ternyata jenguk aku. Kamu masih peduli sama aku, kan?" Alfred sangat senang dan dia pun kemudian memeluk Bella.
Tapi perempuan itu berontak, dia tidak ingin dipeluk oleh mantan selingkuhannya sendiri.
"Ih, lepas Alfred!" Bella berhasil melepasnya, tapi sekarang wajah Alfred sedih, dia sudah seperti orang yang depresi. "Denger ya! Gue ke sini hanya karena Mommy gue, dia yang mau ngejenguk lo, bukan gue. Sorry," tambah Bella lagi.
Namun, setelah Bella mengutarakan alasan sebenarnya … Alfred pun diam dan berjalan ke kasurnya yang hanya berjarak beberapa langkah saja.
Dia kemudian menaikkan kakinya, membaringkan badan seperti acuh dan menarik selimut.
Sekarang dia menutup matanya, seakan keberadaan Bella hanya angin malam yang membuat dingin dan ingin segera terlelap.
"Eh lo malah tidur. Hey! Bantu gue," bentak Bella memaksa .Bella menarik-narik tangan Alfred.
Alfred awalnya tidak bereaksi. Karena Bella terus saja menganggunya, Alfred pun marah untuk pertama kali.
Matanya memerah karena pengaruh alkohol. Bella mengenduskan hidung, dia mencium bau minuman.
Bella sangat tidak suka jika Alfred minum terlalu banyak. Bukan peduli terhadap kesehatannya, tapi kontrol diri lelaki itu yang selalu tidak eling jika sudah mereguknya.
"Diam!" bentak Alfred pada Bella dan menatapnya tajam.
Sebab putusnya hubungan perselingkuhan mereka, Alfred sendirilah penyebabnya.
Karena waktu itu Alfred mabuk parah hingga dia menodai keutuhan Bella. Walaupun Bella centil, dia termasuk perempuan yang menjaga kehormatan vitalnya.
Bella tahu kalau dirinya menyerahkan itu, dia tidak bisa punya masa depan. Kebanyakan orang yang rela memberikannya pada lawan jenisnya tanpa ikatan pernikahan, juga sering dianggap rendah di mata masyarakat.
Bella tidak mau, dia tidak ingin menambah beban hidupnya. Sudah cukup menurutnya.
Kehidupan keluarganya yang tidak harmonis sudah menjadi masalah besar yang tidak pernah selesai-selesai, Bella tidak ingin menambahnya lebih kacau.
Hingga Alfred pun dipecat dari jabatannya sebagai selingkuhan. Tapi, saat Bella ingin menyudahi perselingkuhannya itu, Bara akhirnya tahu dan dia menolak Bella untuk kembali bersamanya.
Bella dan Bara terlibat cekcok adu mulut saat itu. Hingga sampai sekarang Bella harus berjuang demi untuk mendapatkan kembali hati Bara yang sudah terlanjur dia lukai.
Walaupun keperawanan Bella sudah hilang. Bella tidak malu untuk itu.
"Tuh kan lo gak waras kalau udah mabuk," ucap Bella sambil menunjuk-nunjuk wajah Alfred.
Telunjuk mungil itu kemudian dipegang Alfred dengan cengkeraman kuat. Bella ketakutan, apalagi sekarang dia sedang di dalam kamarnya.
Sekeras apa pun Bella menjerit, tidak akan terdengar oleh ibunya yang sekarang tengah duduk di lantai bawah mengobrol dengan kedua orang tua Alfred yang kebetulan sedang ada di Indonesia.
Awalnya Bella tidak ingin mengikuti rencana rendahan ibunya untuk membujuk orang tua Alfred agar menyuntikkan dana dan menanam saham di perusahaan ibunya sesuai kesepakatan awal.
Tapi entah mengapa kedua orang tua Alfred membatalkannya.
Bella sudah curiga itu karena faktornya adalah akibat kandasnya hubungan Bella dan Alfred.
Bella tahu kalau Alfred pasti meminta orang tuanya untuk tidak jadi bekerja sama dengan orang tua Bella.
Bella kali ini terpaksa menurut demi menyelamatkan usaha ibunya yang sudah di ujung tanduk kebangkrutan.
"Kalau aku gak waras, mana mungkin aku tahu niatmu ke sini, Bell," balas Alfred serius.
Wajah Bella menegang. Ternyata Alfred berani memanfaatkan situasi. Dia tahu kalau ibu Bella sedang membutuhkan kerja sama dengan orang tuanya.
Bella terdiam. Dia malu untuk mengalah apalagi sampai memelas pada Alfred.
Bella mengalihkan wajahnya, dia tidak ingin berpandangan dengan Alfred yang sekarang tahu niat kedatangan Bella ke rumahnya.
Alfred kemudian mendekati Bella. Dia menatapnya dengan senyuman penuh bahagia.
Alfred kemudian mencolek dagu Bella, ditepisnya tangan nakal itu dan Bella mendengus, dia sangat kesal.
Tapi dia masih menyimak kelanjutannya. Bella entah akan setuju atau tidak, tapi dilihat dari situasi sekarang .., pikir Alfred Bella akan mudah untuk menuruti segala kemauannya.
"Jadi gimana? Kamu mau balikan lagi sama aku dan ngelupain si Bara itu?" tanya Alfred.
Dia masih memandangi wajah Bella yang sekarang sedang kesal dan tidak karuan.
Dia harus memilih antara hati dan kesulitan ekonomi. Kondisi yang tidak memihak keinginan Bella untuk kembali pada Bara.
***
Asih keluar dari kamar mandi, dia masih memakai handuknya.
Dilihatnya Jajaka Purwa tengah santai sambil memegang ponselnya.
Dia sibuk dengan layar ponsel, entah mengurusi kesibukan bisnis atau sekadar ikut mengobrol di grup whatsaap.
Asih tidak tahu –yang jelas keberadaan suami yang tidak dicintainya itu membuat Asih risih.
Masih belum ada kerelaan bagi Asih untuk memperlihatkan keelokan tubuhnya.
Asih kemudian mendekati lemarinya, membukanya dan melihat sederet pakaian yang hanya sedikit.
Asih sengaja tidak membawa banyak-banyak bajunya karena larangan dari si Tuan Tanah itu.
Katanya, Asih akan dilengkapi segala fasilitas termasuk baju walaupun mungkin sampai sekarang Asih masih memakai baju-bajunya sendiri yang dia bawa dari rumah.
Asih mengambil pakaian lengkap, dia kemudian menutup kembali pintu lemarinya itu dan berjalan balik ke kamar mandi.
Hampir menghilang ke dalam kamar mandi, suara Jajaka Purwa mencegahnya.
Begitu menggelegar sampai kaki Asih pun juga bergetar. Hidup bersama si Tuan Tanah itu seperti membawa Asih ke era perang dunia di masa Hitler.
Suara tembakan dan kediktatoran menguasa sampai rasanya bernapas saja begitu terbatas bagi Asih.
Tidak ada ketenangan menurutnya, yang ada hanya ketakutan yang terus-terusan datang.
"Kenapa kamu masuk lagi ke kamar mandi?" tanya si Tuan tanah dan dia pun menyimpan ponselnya.
Tegap, menatap Asih yang sekarang kikuk. Asih seperti ditodong dengan pistol, padahal tidak ada ancaman benda tajam yang diarahkan padanya sekarang.
"Aku –aku hanya ingin ganti baju di dalam Tuan," balas Asih terbata-bata.
Jajaka Purwa langsung bertindak, dia turun dari kasur dan langsung mendekati Asih.
"Eh, kenapa begitu? Mending kamu pakai baju di sini aja Asih," ucapnya dengan wajah buayanya.
Bukan hanya perasaan kikuk saja yang sekarang sedang dirasakan oleh Asih. Tapi, rasa kesal pun sangat menjulang tinggi.
'Pantas saja dia tidak pergi-pergi. Ternyata otaknya semakin mesum saja,' gumam Asih di dalam hatinya. Lagi-lagi Asih tidak bisa apa-apa lagi. Dia harus menurut.
Sedang di meja makan, Adrian, Bara, Kirani dan Monika sudah duduk rapi menunggu dua pengantin baru yang tak kunjung tampak untuk makan malam.
Mereka heran, sudah lebih sepuluh menit dari jadwal yang sudah menjadi hukum tidak tertulis dalam aturan rumah ini, Jajaka Purwa dan Asih tak kunjung hadir untuk makan malam.
Monika dan Kirani berpikir yang tidak-tidak. Tidak ada pikiran positif, yang ada hanyalah dugaan terkait dengan Asih yang pandai menggoda suami mereka dengan kepolosannya.
Adrian dan Bara dari tadi hanya diam, sesekali mereka membuka handphone mereka, hanya untuk meringankan kebosanan.
Mereka tidak bisa mengambil hidangan duluan sebelum ayah dan ibu tiri baru mereka datang.
Dalam hati keduanya tak henti-hentinya mengumpat. Tapi mereka tidak berani mengucapkannya. Bisa-bisa ibu mereka--Kirani marah besar.
"Kenapa Ayah kita begitu lama, Kak?" tanya Bara di chat whatsaap pada Adrian yang sekarang memang sedang bermain handphone.
"Gue bukan asistennya," balas Adrian singkat dan menambahkan emot tertawa yang hampir terjungkir.
Tapi, baru saja Bara ingin mengetik lagi –balasan kedua dari Adrian muncul.