Chereads / RANI / Chapter 3 - BAB3

Chapter 3 - BAB3

"Baiklah, baiklah, pergi sana," kata Boby Tornado yang kontan wajahnya berubah memerah. "Syaf, mari kita mengganti pakaian," katanya kepada Syaf Chenko, dan dengan sigap ia melepaskan baju longgarnya.

Seraya sambil meniup sesuatu yang tak terlihat, Syaf Chenko memegang bagian kerah baju kemeja yang telah disiapkan, dan dengan rasa puas yang begitu tampak, ia masukkan tubuh tuannya yang terawat baik itu ke dalam baju kemeja.

Setelah selesai berpakaian, Boby Tornado memerciki tubuhnya dengan wangi-wangian, meluruskan lengan kemejanya, dan dengan tidak merasa canggung memasukkan ke dalam kantong-kantong kemejanya: papiros, dompet, korek api, dan sebuah jam berantai ganda dan bercap. Dan setelah mengebutkan saputangan dan merasa dirinya sudah bersih, harum, segar, dan gembira secara fisik, walaupun sedang mengalami peristiwa yang tak membahagiakan, ia pun lalu menuju ke ruang makan dengan langkah kaki agak gemetar, dan di meja situ sudah menunggu secangkir kopinya, dan di samping kopi telah bertumpuk surat-surat dan kertas-kertas dari kantor.

Ia baca surat-surat itu. Satu di antaranya sangat tidak menyenangkan yang datang dari seorang pedagang yang telah membeli tanah milik istrinya. Tanah itu memang terpaksa dijual; tapi saat ini, sebelum ia berdamai dengan istrinya, tak mungkin harus ada pembicaraan tentang penjualan tanah itu. Yang paling tak menyenangkan dalam urusan ini, bahwa kepentingan uang terkait dengan soal perdamaiannya dengan sang istri. Dan kemungkinan bahwa ia bisa saja dikendalikan oleh kepentingan itu, dan bahwa untuk menjual tanah itu ia terpaksa harus berdamai dengan sang istri, sungguh sangat mengganggu perasaannya.

Setelah selesai membaca surat, Boby Tornado menggeser semua kertas-kertas ke dekatnya dan dengan cepat membalik-balik berkas dua perkara, lalu dengan pensil yang berukuran besar ia lalu membuat beberapa catatan. Setelah menyingkirkan kedua perkara itu, ia pun meminum kopinya; setelah minum kopi ia membuka koran pagi yang masih lembab karena embun, dan mulai membaca.

Boby Tornado menganut dan membaca koran liberal, bukan yang ekstrem, tapi yang alirannya dianut oleh kebanyakan orang. Sekalipun ia sama sekali tidak tertarik pada ilmu, kesenian, maupun politik, dengan teguh ia meyakini pandangan yang dianut oleh kebanyakan orang dan korannya terhadap bidlang-bidang tersebut, dan ia baru akan mengubah pandangannya bila kebanyakan orang juga telah mengubahnya, atau lebih tepatnya bisa dikatakan bahwa Boby Tornado tidak mengubah pandangannya, melainkan pandangan itu yang secara tak terasa berubah sendiri dalam dirinya.

Boby Tornado tidak memihak pada satu aliran atau pandangan, tapi aliran dan pandangan itu yang datang kepadanya, sama seperti halnya ia tidak memilih bentuk topi atau jas resmi, melainkan hanya ikut saja yang umum dikenakan oleh kebanyakan orang. Memiliki pandangan, bagi dia yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang sudah dikenal dan berpikiran sederhana, yaitu pikiran yang biasanya berkembang pada usia yang matang, adalah amat penting seperti halnya mempunyai topi. Jikapun ada alasan kenapa ia lebih menyukai dan memilih aliran liberal ketimbang konservatif, seperti yang dianut oleh kebanyakan orang dari kalangannya, hal itu bukan karena menurut penilaiannya aliran liberal lebih masuk akal, melainkan karena aliran itu lebih cocok dengan gaya hidupnya. Partai liberal mengatakan, di salah satu negara semuanya buruk, dan memang Boby Tornado memiliki banyak utang, sedangkan uang yang ada sama sekali tak mencukupi. Partai liberal yang ada di negara tempat ia tinggal mengatakan, bahwa perkawinan adalah lembaga kuno yang harus disusun kembali, dan memang, kehidupan keluarga hanya sedikit memberi kenikmatan kepada Boby Tornado, dan memaksanya selalu berbohong dan berpura-pura, padahal itu sangat memuakkan dirinya. Partai liberal juga mengatakan, atau lebih tepatnya bermaksud mengatakan, agama hanya merupakan kekang bagi sebagian penduduk yang biadab, dan memang Boby Tornado tak tahan mendengarkan doa, bahkan doa yang pendek sekalipun, tanpa merasa nyeri di kaki, dan ia tak habis pikir apa sih gunanya semua kata-kata yang mengerikan dan muluk-muluk tentang duniasana itu, padahal di dunia ini kiranya orang bisa hidup dengan gembira. Selain itu, Boby Tornado, orang yang sangat suka dengan lelucon itu, terkadang mencengangkan orang yang beriman dengan pendapatnya bahwa jika hendak membanggakan asal-usul, maka seharusnya orang tidak berhenti hanya sampai pada Ryurik dan menolak nenek-moyang yang pertama, yaitu monyet. Begitulah, aliran liberal yang sudah menjadi adat kebiasaan bagi Boby Tornado, dan ia sangat menyukai korannya, seperti halnya ia begitu menyukai cerutu sesudah makan siang, karena cerutu selalu mendatangkan kabut dalam benaknya. Ia membaca tajuk rencana yang menjelaskan bahwa di zaman kita ini sia-sia sajalah meneriakkan jeritan bahwa radikalisme bakal menelan semua unsur konservatif, dan pemerintah wajib mengambil langkah-langkah untuk menindas ular revolusi. Sebaliknya, "Menurut pendapat kami, bahaya bukan terletak pada ular revolusi yang hanya sebatas khayalan, melainkan pada bercokolnya tradisionalitas yang menghambat kemajuan," dan sebagainya. Ia pun lalu membaca tulisan lain tentang masalah keuangan, di mana disinggung nama Argas dan Molki, dan dilontarkan berbagai kritik pedas kepada kementerian keuangan. Dengan daya tangkap yang cerdas yang memang jadi

ciri khasnya, ia bahkan mampu memahami semua makna kritik pedas apapun: dari siapa dan untuk siapa, dan dalam rangka apa kritik itu dilontarkan, dan itu senantiasa selalu memberinya rasa puas. Tapi hari ini rasa puas itu teracuni ingatan akan nasihat-nasihat Merlin dan pernyataannya

bahwa di rumah itu semuanya sudah kacau-balau. Lalu la baca pula berita bahwa

Brit Weist, menurut kabar angin, telah melewati Giesbodon, dan bahwa

sekarang tak lagi beruban, tentang penjualan sebuah kereta sederhana, dan

tentang pinangan seorang pemuda; tapi berita-berita itu tak memberinya

kepuasan yang tersembunyi dan ironis seperti sebelumnya.

Setelah selesai dengan koran, cangkir kopi kedua, dan roti kering dengan mentega, ia berdiri, mengibaskan remah-remah roti kering itu dari rompinya, dan sesudah menegapkan dadanya yang bidang ia pun tersenyum riang, bukan karena dalam jiwanya ada sesuatu yang menyenangkan-senyum-an riang itu lebih disebabkan oleh pencernaannya yang begitu baik.

Tapi senyuman riang itu kini mengingatkan dirinya kepada semuanya, dan ia pun termenung kembali.

Dua suara anak-anak (Boby Tornado mengenal suara Tomas,

anak laki-laki yang kecil, dan Maisya, anak perempuan yang besar) terdengar

di sebelah pintu yang berjarak beberapa meter. Mereka membawa sesuatu dan terjatuh.

"Saya kan sudah bilang, jangan menaruh penumpang di atap," teriak

anak perempuan dalam bahasa mereka. "Nah, kau pungut sendiri!"

"Semuanya kacau," batin Boby Tornado, "anak-anak berlarian sendiri." Dan ia pun mendekat ke pintu, memanggil mereka. Lalu mereka melemparkan kotak yang berbentuk kereta kuda, lalu masuk menemui ayahnya.

Gadis kecil kesayangan ayah itu berlari dan masuk dengan berani,...