Reina meminta izin kepada Adya untuk pergi keluar dengan alasan ingin pergi jalan-jalan, padahal Reina ingin pergi ke apotek. Reina tidak keluar sendiri, Adya menyuruh sopir pribadi untuk mengantar Reina dan Reina tidak merasa keberatan karena yang terpenting Reina harus pergi ke apotek.
Saat tiba di apotek terdekat, Reina segera pergi ke sana, Reina membeli testpack dan juga pil anti hamil karena Reina harus berjaga-jaga, dia takut jika ternyata benar dirinya tengah mengandung anak Theo.
Selesai dari apotek, Reina mendekat ke arah supir, "Pak supir, bisa tunggu sebentar, aku ingin minum teh di cafe depan."
"Silahkan Nyonya Nicholas."
Reina pergi ke cafe, begitu masuk ke cafe Reina segera memesan teh mawar juga sepotong cake red velvet. Reina memakan makanannya perlahan sambil memperhatikan suasana sekitar.
"Lareina Zeline?" Tanya seorang pria, Reina otomatis langsung melihat siapa yang memanggilnya.
"Kamu Reina kan?"
"Iya, apa kamu Deon?" Tanya Reina ragu.
"Iya aku Deon, bagaimana kabarmu?"
"Ya ampun Deon, aku baik." Ucap Reina senang karena bisa bertemu dengan teman lamanya.
Deon duduk di hadapan Reina, "Kita sudah bertahun-tahun tidak bertemu."
"Iya, terakhir mungkin empat tahun yang lalu?" tanya Reina.
"Tidak, tapi lima tahun," jawab Deon.
"Ya ampun lama sekali."
"Gimana kabar Ayah juga Nathan?" tanya Deon.
"Mereka baik," jawab Reina.
"Syukurlah." Reina dan Deon asik berbincang.
Karena waktu sudah semakin berlalu, Reina pun pamit, "Ouh iya Deon, maaf aku harus segera pergi." Reina berdiri dari kursinya.
"Reina." Panggilan Deon menghentikan langkah Reina.
"Iya?"
"Boleh aku meminta nomor mu?" Deon memberikan smartphonenya.
"Emm, tentu." Reina menuliskan nomornya.
Setelah itu Reina mengembalikan smartphone Deon, "Terima kasih, aku akan menghubungi segera."
"Ya, kalau begitu aku pergi."
"Hati-hati di jalan."
Reina segera pergi, karena Reina takut membuat mertuanya cemas, Reina bilang akan pergi sebentar.
Begitu Reina pulang, Adya dan Safira langsung mendekat ke arah Reina.
"Sayang."
"Maaf Mommy, aku terlambat pulang."
"Tidak apa sayang."
"Kak Reina habis pergi dari mana?" tanya Safira.
"Hanya dari cafe."
"Kenapa Kakak tidak mengajakku?"
"Kamu kan sedang pergi."
"Iya juga sih." Ucap Safira sambil menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, aku ke kamar yah Mommy, Safira." Pamit Reina.
"Iya sayang."
"Iya Kak Reina."
Reina pergi ke kamarnya, lalu segera mengecek apakah dia hamil atau tidak.
Sambil menunggu hasil testpack nya terlihat, Reina duduk di pinggiran bathtub sambil menggenggam testpack dengan harap-harap cemas.
"Semoga hasilnya negatif." Reina belum siap jika harus mengandung anak Theo.
Begitu hasilnya keluar, mata Reina membulat.
"Benarkah hasilnya?" Reina mencoba melihat kembali dan hasilnya tetap sama.
"Syukurlah." Reina bernapas lega, karena hasilnya garis satu, itu artinya negatif.
Reina segera meminum pil anti hamil, untuk mencegah bila sewaktu-waktu Theo tiba-tiba menyerangnya.
Bukan tanpa alasan mengapa Reina tidak ingin memiliki anak dari Theo, Reina tidak ingin terjerat dengan suaminya dan Reina sudah bertekad, dia akan pergi meninggalkan Theo di saat kesabarannya sudah habis, Reina tidak bisa hidup seperti ini terus.
Pintu kamar mandi terbuka, itu membuat Reina terkejut, Reina langsung menyembunyikan pil nya di saku pakaian.
"Kamu sedang apa?" tanya Theo.
Theo datang di waktu yang tidak tepat.
"Aku sedang."
"Apa yang kamu sembunyikan." Theo tau Reina menyembunyikan sesuatu.
"Ini hanya."
"Berikan." Theo menjulurkan tangannya.
"Kak Theo."
"Cepat berikan." Pinta Theo.
Karena tidak ada pilihan lain, Reina memberikan testpack yang berada di sampingnya.
"Untung saja aku belum membuangnya, bisa-bisa Kak Theo melihat pil ini," batin Reina.
"Negatif." Theo membanting testpack yang Reina berikan.
Tak!
Theo mengunci pintu kamar mandi dari dalam, Reina sudah bisa menduga apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kemari." Reina mendekati Theo.
"Buka bajumu."
"Hah, apa?"
"Buka sendiri, atau aku yang membukanya?" Tanya Theo dengan tatapan tajam.
"I-iya." Tidak ada pilihan, Theo tidak boleh melihat pil nya.
Dengan pelan Reina membuka pakaiannya lalu menyimpannya di tempat yang kering.
"Cepat sedikit."
"Sebentar."
Theo mulai mengisi bathtub dengan air dan sabun, setelah Theo telanjang, Theo langsung masuk ke dalam bathtub.
"Kelinci lambat cepatlah." Theo tidak suka menunggu lama.
"Kak Theo, apa bisa." Kini Reina juga sudah telanjang.
"Masuk." Perintah Theo.
"Sayang cepat, sebelum aku bertindak kasar." Peringatan Theo.
Reina masuk ke dalam bathtub, dengan satu tarikan Theo mendudukkan Reina di pangkuannya dan.
"Akh." Reina berteriak kencang.
Tanpa pemanasan Theo langsung memasukan penisnya ke dalam vagina Reina, Reina jelas merintih kesakitan, sakitnya hampir sama seperti saat dimana Reina kehilangan keperawanannya.
"Kak Theo lepas."
"Diam." Theo mulai memainkan penisnya.
"Kenapa sempit sekali." Theo kesusahan untuk memperdalam permainannya.
"Kak Theo lepas." Sakitnya semakin menjadi.
"Kak Theo aku mohon lepas." Reina memohon dengan air matanya yang sudah keluar dari pelupuk matanya.
"Gak."
"Ahh." Reina semakin membenci Theo, dia mirip seperti monster, tidak punya perasaan, Reina tidak boleh mengalah. Dengan berani, Reina melepas penyatuan mereka.
"REINA." Theo jelas marah.
"Tinggalkan ego mu untuk sekarang." batin Reina.
"BERANINYA KAMU." Saat Theo ingin berbuat kasar kepada Reina, Reina mengubah posisinya menjadi berhadapan, dengan sekali gerakan.
Chup!
Reina mencium bibir Theo, Theo jelas terpaku dengan tindakan Reina yang terkesan berani, namun Theo menyukainya.
Reina melumat bibir atas dan bibir bawah Theo bergantian. Theo hanya diam, membiarkan Reina bermain sesukanya, Theo ingin lihat bagaimana liarnya Reina saat melakukan sex.
Reina melepaskan ciuman mereka dan benang saliva menghiasi pelepasan itu, karena tidak ingin menatap Theo, Reina langsung beralih mencium leher Theo.
Theo di buat gila dengan tindakan Reina, meskipun lambat, tapi itu yang Theo suka dan jelas itu karena Reina yang melakukannya.
Reina menciumi leher dan dada Theo dengan air mata yang masih turun dari pelupuk matanya, Reina hanya melakukan apa yang biasa Theo lakukan kepadanya.
"Kamu sangat pintar sayang."
Begitu puas dengan servis yang Reina berikan, kini giliran Theo yang memberikan pemanasan.
Theo menciumi wajah, leher dan tentu saja payudara Reina, Theo dibuat semakin ingin melakukan sex dengan Reina. Dan jika bisa Theo ingin selalu melakukannya, di manapun dan kapanpun itu.
Theo masih heran dengan dirinya sendiri, dia tidak pernah tergoda oleh wanita, meskipun wanita itu telanjang bulat di depannya, Theo tidak ada minat bahkan Theo malah jijik.
Namun kenapa dengan Reina berbeda, hanya melihat Reina memakai celana pendek dan atasan saja bisa membuat Theo terangsang. Apalagi saat Theo melihat setiap inci tubuh Reina tanpa sehelai benang Theo langsung gila akan sex. Sepertinya Theo sudah candu melakukan sex dengan Reina dan Theo tidak akan bisa berhenti melakukannya.