Sudah beberapa hari ini Reina tampak murung, saat ditanya oleh Safira dan Adya, Reina hanya akan menjawab dia baik-baik saja.
Safira dan Adya mengira jika Reina sedang ada masalah dengan Theo, namun melihat tingkah Theo, Theo seperti biasa akan menyapa dan mendekati Reina, dan itu membuat Safira dan Adya bingung, sebenarnya ada apa dengan Reina.
"Sayang, aku berangkat dulu." Theo menyematkan kecupan di kepala Reina.
"Kamu tidak perlu mengantarku keluar, Istirahatlah di kamar."
"Emm." Reina hanya menjawab demikian.
Begitu Theo pergi, Adya memeluk menantunya.
"Sebenarnya kamu kenapa sayang?" tanya Adya.
"Aku tidak apa Mommy, mungkin kondisi tubuhku melemah," jawab Reina.
"Kamu sakit?" Adya mengecek kening Reina, namun Reina tidak demam.
"Aku hanya butuh istirahat saja Mommy."
"Baiklah, istirahat sekarang juga sayang."
"Biar aku antar Kak Reina," ucap Safira.
"Tidak usah Safira." Reina menatap ke arah Safira, Safira menatap Reina dengan tatapan sendu.
"Safira, Kakak baik-baik saja," ucap Reina.
"Kakak jangan sakit, Safira sedih melihat Kakak seperti ini, Kakak tidak seperti biasanya." Safira menangis, saking sayangnya dengan Kakak perempuan satu-satunya yang dia punya.
"Sini, Kakak baik-baik saja Safira." Reina membawa Safira ke dalam pelukannya.
"Kak Theo juga, kenapa Kak Theo terlihat biasa saja, padahal Kakak sedang tidak baik." Kesal Safira dengan tingkah Theo.
"Tidak apa Safira."
"Kak Reina."
"Iya?"
"Cerita kepadaku jika sedang ada masalah," ucap Safira.
"Pasti."
Adya mengusap kepala Safira dan Reina bergantian, "Reina sayang sebaiknya kamu istirahat."
"Iya Mommy."
"Tapi Mommy." Safira masih ingin bersama dengan Reina.
"Sayang, Reina harus istirahat."
"Safira, besok Kakak pasti akan baik-baik saja."
"Kakak berjanji?"
"Janji."
"Baiklah." Safira pun melepaskan pelukannya.
Reina bangkit lalu pergi ke kamarnya untuk istirahat.
"Mommy, tadinya aku ingin pergi, tapi melihat kondisi Kak Reina, aku jadi tidak ingin pergi." Ucap Safira sedih.
"Pergilah, biar kakakmu Mommy yang jaga."
"Tapi Mommy."
"Tidak apa sayang, kakakmu kan sudah bilang, besok dia akan baik-baik saja."
"Iya Mommy."
Adya mengusap kepala Safira, "Jangan khawatir sayang."
"Kalau begitu aku pergi yah Mommy."
"Iya sayang, hati-hati di jalan."
Begitu Safira pergi, Adya pun bangkit dan pergi untuk mengecek keadaan Reina.
Adya mengetuk pintu kamar Reina, Reina membuka pintu lalu mempersilahkan Adya untuk masuk.
"Apa Mommy mengganggumu sayang?"
"Tidak Mommy."
"Mommy ingin bicara sebentar." Reina duduk di sofa bersama dengan Adya.
"Ada apa Mommy?"
"Mommy tau kamu sedang ada masalah."
"Aku tidak apa Mommy."
"Sayang, seorang ibu tau jelas bagaimana anaknya, tanpa kamu bilang, Mommy yakin kamu tidak baik, jika kamu tidak ingin cerita, tidak apa, Mommy akan menunggu sampai kamu mau cerita." Adya mengelus kepala Reina.
"Mommy sebenarnya." Reina ragu untuk berterus terang.
"Kenapa sayang?"
"Aku." Haruskah Reina menceritakannya.
"Aku tidak enak badan, karena kemarin." Ucap Reina.
"Mommy tau." Adya tersenyum.
"Kapan terakhir kamu datang bulan sayang?" tanya Adya.
"Dua minggu yang lalu," jawab Reina.
"Sepertinya cucu Mommy sudah tumbuh, apa kamu merasa mual?"
"Tidak."
"Kita lihat reaksi selanjutnya, jika kamu mual, kita harus segera pergi ke dokter." Adya begitu senang jika benar kini cucunya telah hadir.
"Tidak mungkin aku mengandung, aku tidak mau," batin Reina.
"Istirahat yang banyak sayang."
"Iya Mommy."
"Mommy sekarang merasa lega, Mommy kira kamu ada masalah dengan Theo, ternyata bukan." Reina tersenyum kecil sambil berucap maaf kepada Adya di dalam hati.
"Kalau begitu Mommy pergi sayang."
"Iya Mommy." Adya pergi dari kamar Reina.
Reina mengucapkan maaf beberapa kali karena Reina secara tidak langsung berbohong kepada mertuanya. Tapi jika Reina berterus terang, Reina juga tidak mau yang lain mendapatkan resiko jika Theo malah marah.
.
.
.
Safira berjalan gontai, Nathan yang melihat sikap Safira tentu merasa heran.
"Kamu kenapa?" tanya Nathan.
"Aku kepikiran sama Kakakku," jawab Safira.
"Memangnya Kakak kamu kenapa?"
Safira menghentikan langkahnya dan Nathan pun ikut berhenti, "Dia sepertinya sakit, tapi aku tidak tau pasti."
"Gejalanya bagaimana?"
"Kakakku sikapnya berbeda, lebih banyak diam." Jelas Safira dengan wajah sedih.
"Mungkin dia sedang ada pikiran."
"Itu sebabnya, aku bingung, jika ada pikiran, masalah apa yang Kakakku hadapi."
Nathan tampak berpikir lalu berbicara, "Dia mungkin bertengkar dengan suaminya."
"Benarkah?" tanya Safira.
"Aku hanya menebak." Jawab Nathan sambil tersenyum.
"Hah, Kakakku yang satu itu benar-benar yah." Safira makin kesal dengan kakaknya Theo.
"Sudahlah, jangan terlalu di pikirkan, kamu mau ke tempat seru?"
"Kemana?"
"Ayo." Nathan menggandeng tangan Safira.
Nathan membawa Safira menuju game station terdekat.
"Kenapa kita ke sini?" Tanya Safira sambil menatap sekitarnya.
"Aku akan menunjukan game seru." Nathan duduk di depan komputer lalu memasang earphone nya.
"Duduklah." Nathan menyuruh Safira untuk duduk di sampingnya.
Begitu Safira Sudah duduk, Nathan fokus menatap layar, "Perhatikan baik-baik."
"Oke Kak Nathan."
Nathan bermain game dengan sangat mahir, Safira berteriak mendukung Nathan.
"Itu di sana." Safira menunjuk layar dengan jarinya.
"Kak Nathan di belakang."
"Wah Kak Nathan mengalahkannya." Safira dengan setia menjadi supporter untuk Nathan.
"Yeah." Nathan berteriak kemenangan.
"Aku menang." Nathan mengangkat tangannya di depan Safira, Safira pun melakukan tepuk tangan dengan Nathan sambil tersenyum.
"Kak Nathan hebat."
"Aku bahkan bisa bermain game menggunakan dua komputer."
"Wah, luar biasa." Kagum Safira.
"Orang-orang pasti mengenalku di dunia game, apa kamu juga bermain?"
"Emm, tapi aku tidak sehebat Kak Nathan, apa nama Kakak di dunia game?"
"Bokguk, kamu?"
"Ouh nama akun ku Bokbi, kenapa nama kita hampir sama?"
"Bok bok." Ucap Nathan dan Safira secara bersamaan, Nathan dan Safira tertawa terbahak-bahak.
Nathan kembali fokus dengan permainannya sedangkan Safira memperhatikan Nathan bermain, Safira tersenyum, karena berkat Nathan Safira bisa kembali tertawa. Nathan menatap ke arah Safira sekilas, melihat Safira tersenyum sambil menatapnya, Nathan pun bertanya dengan pandangan yang tetap fokus ke layar.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Nathan.
"Emangnya gak boleh?" tanya Safira balik.
"Boleh, boleh banget, apalagi kalau itu kamu." Ucap Nathan sambil tersenyum.
"Ihh Kak Nathan." Safira memukul lengan Nathan pelan.
Nathan tertawa, Nathan melihat ke arah Safira dengan tangannya yang bermain di atas keyboard.
"Fokus aja main, ngapain liat-liat aku." Ucap Safira dengan jahil.
Nathan tersenyum lalu kembali menatap layar, Safira sangat senang menemani Nathan bermain game.
Selagi Nathan bermain, Nathan memesan beberapa makanan untuk mereka. Jadi Safira bisa makan sambil memperhatikannya bermain. Safira terus berteriak dengan kemenangan Nathan, Safira tidak peduli apa yang lain terganggu atau tidak, yang jelas Safira begitu senang dan sangat bersemangat untuk menjadi supporter bagi Nathan.