"Sex." Reina bungkam, salahkan juga dirinya kenapa dengan mudahnya dia terbawa suasana.
"Kita sama-sama membutuhkan sex, jadi itu wajar, dan lagi status kita adalah sepasang suami istri, kita bebas melakukannya kapanpun dan di manapun, termasuk sekarang." Theo ingin mencium bibir Reina, namun Reina langsung menghindar.
"Aku tidak mau."
"Ayolah sayang, aku membutuhkanmu dan kamu juga membutuhkanku."
Reina menatap Theo, "Aku sama sekali tidak membutuhkanmu, cari saja jalang di luar sana." Ucap Reina dengan spontan.
"Aku tidak suka bermain jalang, tapi jika kamu mau menjadi jalang ku, dengan senang hati aku akan terus memasuki mu." Theo mencoba mencium bibir Reina lagi dan lagi Reina menghindar.
"Aku tidak sudi." Reina berontak lalu mundur ke belakang.
"Ayolah, aku tau kamu menginginkanku."
"Tidak, aku tidak mau lagi berhubungan intim denganmu." Tolak Reina, Reina takut, kemarin saja Theo begitu buas menggaulinya. Dan sekarang Reina sedang marah kepada Theo.
"Jika bukan aku, kamu mau melakukan sex dengan siapa?"
"Dengan orang yang jauh lebih baik darimu."
Theo menatap Reina sambil memainkan lidahnya, "Jangan memancing emosiku sayang, ayo cepat kemari." Perintah Theo.
"Gak," tolak Reina.
"Reina!" Theo mulai mengubah nada bicaranya.
"Aku bilang, aku gak mau." Teriak Reina begitu lantang.
Theo langsung memeluk erat pinggang Reina dengan sekali tarikan, kemudian Theo mengangkat tubuh Reina dengan satu tangan.
"Lepas." Reina berontak.
Theo menjatuhkan Reina ke ranjang, Reina ingin bangkit namun Theo lebih cepat menindih tubuhnya.
Chup!
Theo mulai mencium bibi Reina, Reina mencoba menghindar tapi tidak bisa, Theo lebih gencar menciumi bibirnya.
"Emmm." Mau bagaimana pun, tenaga Reina tidak sebanding dengan tenaga Theo.
Meskipun Reina menghindari ciumannya Theo, namun Theo tetap menciumi wajah Reina.
"Yak!" Reina berteriak.
Theo makin gencar mencium bibir Reina, tenaga Reina melemah dan itu adalah kemenangan untuk Theo, karena dengan begitu Theo mudah mencium bibir Reina, Reina mulai terisak dan air matanya jatuh.
Theo tidak memperdulikan kondisi Reina, Theo malah memperdalam ciumannya, sudah puas dengan bibir Theo beralih ke leher.
"Kak Theo, lepas." Reina memukul punggung Theo.
"Akh, lepas sialan, lepas." Reina berteriak juga menangis karena Theo mengigit lehernya tanpa perasaan. Belum lagi remasan tangan Theo di kedua payudaranya yang begitu menyakitkan.
Theo meremas payudara Reina dari luar pakaian dengan sangat kencang dan kasar, membuat Reina berteriak sakit bukan nikmat.
"Dasar monster." Ucap Reina sambil menangis.
Theo seolah-olah tuli, dia tidak peduli dengan teriakan juga tangisan Reina, yang terpenting adalah nafsunya terbayar.
Theo kira setelah melakukannya malam kemarin dia tidak akan lagi mau menyetubuhi Reina, namun itu salah, karena nyatanya Theo malah kecanduan akan sex. Reina terima atau tidak, itu bukan urusannya, yang jelas Theo menginginkan sex bersama dengan Reina, menghabiskan waktu yang panas dengan istrinya.
Kini Theo membuka baju Reina dengan tergesah-gesah, Theo ingin meremas payudara Reina tanpa halangan. Begitu membuka Pakaian dan bra yang Reina pakai, Theo membuangnya ke sembarangan tempat. Theo dengan cepat memainkan payudara Reina, mulut Theo menjilat puting sebelah kanan, menyesap dan menggigitnya, sedangkan yang kiri tangan Theo meremas menekan dan menariknya kencang membuat Reina berteriak. Theo terus membelai payudara Reina dengan mulut dan tangannya, awalnya Reina merasakan nikmat, namun Theo merubah permainan, Theo bermain secara kasar.
"Akh sakit." Teriak Reina kesakitan.
Theo menggigit, menyesap dan memainkan payudara Reina dengan cara kasar, Theo benar-benar bermain kasar sampai Reina merasakan linu di kedua payudaranya.
Bukan hanya di sekitar payudara, Theo melakukan cara kasar di leher, bibir dan bagian tubuh Reina yang lain. Sekarang Theo bangkit, membuka bawahan Reina, kini terpampang lah tubuh Reina yang polos dan menggoda. Theo juga membuka semua pakaiannya, saat Theo sedang fokus membuka pakaiannya, Reina bangkit perlahan dan bermaksud untuk menghindar, namun tidak bisa, Theo yang melihat Reina langsung mendorong Reina agar kembali berbaring, kini tubuh mereka sama-sama polos.
Reina menatap Theo memelas, berharap Theo mau melepaskannya, tapi Theo tidak mungkin melepaskan Reina di saat mereka sudah siap seperti ini.
"Kak Theo, aku mohon, jangan."
Tanpa menjawab atau berbicara Theo dengan sekali sentakan langsung memasukan penisnya ke dalam vagina Reina yang sudah sangat siap. Reina sedikit berteriak dan kesakitan karena vaginanya belum ada pelumas, vagina Reina sedikit kering jadi begitu Theo memasukannya yang Reina rasakan adalah rasa sakit.
"Shit! kenapa lubang mu sempit sekali." Theo terus berusaha menerobos lebih dalam, Reina memukul lengan Theo.
"Kak Theo lepas, itu sakit." Reina mulai terisak kembali.
Theo tidak mendengarkan ucapan Reina, Theo malah semakin gencar menggerakkan penisnya di dalam vagina Reina, meskipun awalnya kesusahan, Theo kini bisa menggerakkannya dengan mudah.
Air mata Reina masih saja mengalir, Reina terisak, ini paksaan. Sedangkan Theo begitu asik dengan permainannya. Melihat payudara dan bibir Reina, Theo pun kembali bermain di area itu dengan permainan di bawah yang tetap berjalan bahkan Theo menambahkan temponya.
Reina sudah mengeluarkan pelepasannya, melihat Reina sudah pelepasan, Theo pun makin gencar dan menggerakkannya lebih cepat, Theo ingin segera mendapatkan pelepasannya.
"Aku akan segera keluar sayang." Theo merasakan spermanya yang akan segera keluar, begitu mulai keluar, Theo memperdalam penisnya dan Reina hanya mampu mendesah.
Perut Reina menghangat dan Theo tersenyum puas begitu telah mendapatkan pelepasan pertamanya, Reina meraup oksigen dengan rakus, bahkan dadanya naik turun.
Saat Reina sibuk mengambil oksigen, Theo mengeluarkan penisnya, Reina bernapas lega. Namun, Theo membuka lebih lebar paha Reina dan Theo kembali memasukan penisnya.
"Akh." Reina tersentak begitu Theo memasukannya dengan sekali sentakan dan penis Theo tertanam begitu dalam.
"Kak Theo berhenti, cukup, lepaskan ini terlalu dalam."
Theo tersenyum miring, dia tidak akan berhenti, akan sangat di sayangkan jika ini berakhir begitu saja. Dan Theo kembali memainkan aksinya di bibir, leher, area dada dan area sensitif Reina.
Entah berapa kali Theo terus memasukan penisnya, yang bisa Reina lakukan hanya mengadu dan meminta Theo berhenti, meskipun ucapannya sama sekali tidak di hiraukan.
Selama permainan Reina terus saja menangis, sampai Reina merasa bahwa air matanya telah kering karena dia terus saja menangis. Apa tidak ada rasa kasihan yang Theo rasakan kepadanya, jika tidak ada cinta setidaknya rasa kasihan. Reina merasakan kelelahan yang amat sangat dan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Theo bermain sangat kasar, Reina menatap Theo di depannya, keringat mereka menetes. Theo terlihat tidak merasakan lelah sama sekali, perlahan pandangan Reina menggelap, Reina tidak melihat apapun, yang terakhir Reina lihat adalah pemandangan Theo yang begitu puas dengan permainannya dan Reina tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi.