Chereads / Suamiku Berbahaya / Chapter 23 - Wawancara

Chapter 23 - Wawancara

Pagi-pagi sekali Theo menyuruh Reina untuk segera bersiap, Reina tentu saja protes, tapi pada akhirnya menurut juga karena Theo pasti mengancamnya.

Reina tambah kesal dan risih karena Theo menyuruhnya menggunakan dress kurang bahan.

"Ini tidak nyaman." Reina keluar dari kamar mandi, Reina menggunakan dress hitam pendek, dress ini memperlihatkan bahu dan sedikit pahanya.

Theo lantas menilai penampilan Reina dari atas hingga bawah, Reina merias wajahnya dengan makeup natural, rambutnya di gerai lalu menggunakan dress pilihannya, dan tentu saja sepatu heels dan perhiasannya juga pilihan Theo.

"Damn it! aku tidak suka penampilanmu, tapi mau bagaimana lagi kita sudah telat." Sejujurnya Theo tidak suka jika miliknya dilihat oleh orang lain, Reina terlalu cantik hari ini.

Theo memeluk pinggang Reina, bisa Theo rasakan bagaimana sempurnanya lekuk tubuh Reina.

Chup!

Theo melumat bibir Reina, Reina yang mendapatkan serangan tiba-tiba hanya bisa diam.

Beberapa detik kemudian Theo melepaskan ciumannya, lalu menggandeng tangan Reina untuk keluar bersama-sama.

Melihat Theo dan Reina sudah rapih, tentu membuat Adya dan Safira langsung bertanya.

"Mau kemana kalian sayang?"

"Ada acara di kantor Mommy." Jelas Theo.

"Ya ampun, Kak Reina cantik sekali." Safira memuji kecantikan kakaknya.

"Terima kasih Safira."

"Kak Reina cantik, tapi sayang, kenapa harus Kak Theo yang berada di sisi Kakak? sangat menggangu pemandangan." Ucap Safira dramatis.

"Safira." Tegur Theo sedangkan Reina dan Adya tertawa.

"Sayang, Safira hanya bercanda." Lerai Adya.

"Enggak tuh."

"Safira sudah."

"Iya Mommy."

Adya pun mengajak anak-anaknya untuk sarapan bersama.

"Mommy, kami tidak bisa ikut sarapan hari ini, kami harus segera berangkat." Pamit Theo.

"Ya sudah, hati-hati di jalan."

"Sampai jumpa Mommy, Safira." Pamit Reina.

"Iya sayang."

Theo dan Reina segera berangkat menuju kantor TBN CORP menggunakan mobil, sopir pribadi keluarga Nicholas langsung sigap mengantar majikannya.

Di sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali, sampai Reina membuka suara.

"Kak Theo."

"Emm."

"Sebenarnya, ada acara apa?" Tanya Reina begitu penasaran.

"Nanti juga tau." Reina mengangguk sebagai jawaban, dan Reina pun diam.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di kantor, sang sopir segera membuka pintu untuk majikannya.

Theo menggandeng tangan Reina, begitu mereka masuk para karyawan berjejer rapih sambil menunduk hormat begitu melihat kedatangan Theo dan Reina.

"Selamat datang, Tuan dan Nyonya Nicholas." Sapa Farel.

"Mereka sudah menunggu di aula." Lanjut Farel kemudian mengikuti mereka dari belakang.

Begitu tiba di aula, Reina terkejut karena banyak wartawan di sana. Begitu mereka datang para wartawan langsung memotret setiap gerak gerik mereka, Reina yang tidak terbiasa mendadak canggung, Theo dan Reina berdiri di tengah panggung.

"Senyum." Bisik Theo.

"Aku tidak bisa."

"Lihat saja aku." Reina menatap Theo, Theo pun tersenyum.

"Tuan Nicholas, lihat sebelah sini."

"Nyonya Nicholas."

Setelah melihat Theo, Reina pun tersenyum ramah. Theo melepas gandengan mereka lalu beralih memeluk pinggang Reina.

Setelah acara pemotretan selesai, Theo dan Reina di persilahkan duduk oleh sang pembawa acara.

Theo menyuruh Reina duduk lebih dulu, lalu menutupi bawahan Reina karena bisa di pastikan paha mulus Reina akan terekspos, Theo tidak ingin ada yang melihatnya.

Begitu mereka sudah duduk manis, sang pembaca acara membuka acaranya lalu mulai ke acara inti, yaitu tanya jawab.

"Baik, Tuan dan Nyonya Nicholas, kami memiliki beberapa pertanyaan dan ini adalah pertanyaan yang paling banyak di pertanyakan oleh hadirin sekalian."

"Apa benar, jika Tuan Nicholas sempat di tuduh penyuka sesama jenis, mohon di jawab."

"Itu tidak benar, buktinya aku sudah memiliki seorang istri." Ucap Theo sambil menatap ke arah Reina.

"Lalu Nyonya Nicholas, kapan kalian saling mengenal?"

"Kami mengenal beberapa bulan yang lalu." Jawab Reina jujur, tapi itu membuat Theo menatapnya datar.

"Maksudnya, kita baru serius menikah beberapa bulan yang lalu, untuk saling mengenal, kita sudah mengenal dari masa kecil." Jelas Theo.

"Itu berarti, Tuan dan Nyonya bertemu lagi saat sudah dewasa?"

"Iya, bisa di katakan seperti itu." Reina menatap Theo heran, kenapa Theo berbohong.

"Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pendapat Nyonya Nicholas saat melihat berita rumor Tuan Nicholas dengan seorang model, mohon di jawab."

"Untuk itu, aku tau itu tidak benar." Ucap Reina bingung sambil menatap ke arah Theo.

"Istriku cemburu, bahkan mendiami ku." Theo mengelus kepala Reina sambil tersenyum, hadirin bersorak riuh.

"Benarkah, lalu bagaimana Tuan membujuk Nyonya Nicholas?"

"Aku katakan padanya, itu hanya rumor, dan aku yakinkan bahwa hanya dia wanita yang aku cintai." Theo menyematkan kecupan di kepala Reina.

Hadirin yang melihat adegan itu kembali riuh, bahkan blitz kamera semakin aktif memotret moments mereka, banyak pasang mata tersenyum, namun tidak dengan Reina.

"Baik, terima kasih atas waktunya Tuan dan Nyonya Nicholas."

Theo dan Reina berdiri, lalu mereka keluar dari aula.

"Tuan, ketua dari media korea ingin bertemu dengan anda, beliau sudah menunggu di ruang rapat." Jelas Farel.

"Ya." Theo dan Reina jalan di depan, dan tentu saja Farel mengikuti mereka dari belakang.

Begitu di depan ruang rapat, Farel membuka pintunya.

"Silahkan Tuan dan Nyonya." Ucap Farel.

"Halo Mister Nicholas." Sapa seorang pria bersama asistennya.

"Halo Mister Axel."

Theo duduk di kursi utama, di samping kanan ada Reina dan di samping kiri ada Farel, di depan Theo tentu ada Tuan Axel dan asistennya.

"Asisten saya akan langsung menjelaskan kerja sama kita," ucap Axel.

"Ya, silahkan."

Lampu mulai redup, layar monitor menyala, asisten Tuan Axel mulai menjelaskan kerjasama mereka.

Reina yang awalnya fokus menyimak, tiba-tiba terkejut karena dengan lancangnya tangan seseorang mengelus pahanya, sang tersangka hanya tersenyum menyeringai. Siapa lagi kalau bukan oknum bernama Theobald Nicholas, Theo menyangga dagunya dengan tangan kiri, tatapannya memang fokus ke depan, tetapi tangan kanannya malah asik mengelus paha Reina dan Reina hanya diam.

Theo tidak menyia-nyiakan kesempatan, begitu Reina duduk tentu saja setengah paha Reina akan terekspos.

Awalnya Theo hanya mengelus, namun kelamaan Theo mulai mengelus paha dalam Reina. Jari tangan Theo mengelus vagina Reina yang tertutup panty, Reina mati-matian menahan desahan dengan menggigit bibir bawahnya.

Reina memindahkan tangan Theo, namun tangan Theo kembali memainkan aksinya bahkan sekarang jari telunjuk Theo ingin menerobos masuk. Jari telunjuk Theo masuk melalui sisi panty, begitu sudah masuk, jari telunjuk Theo mengelus vagina Reina secara langsung, saat jarinya ingin masuk ke dalam lubang vagina Reina. Lampu ruangan menyala, menandakan penjelasan telah selesai, Reina bernapas lega sedangkan Theo kesal.

"Bagaimana Tuan Nicholas?"

"Ya, kita resmi bekerja sama." Theo langsung mengubah ekspresinya, Reina yang melihat perubahan ekspresi Theo tentu sangat terpesona.

Theo melepaskan jarinya dari dalam panty Reina, mereka berbincang sebentar, kemudian Tuan Axel dan asistennya pergi.

"Sudah tidak ada lagi?" tanya Theo.

"Tidak ada Tuan," jawab Farel.

"Baguslah, jangan menganggu, aku akan istirahat di ruangan ku, jangan datang kecuali aku yang suruh."

"Baik Tuan Nicholas."

Theo menggandeng tangan Reina, mereka pun pergi dari ruang rapat menuju ruangan kerja Theo yang berada di lantai atas.