Reina mendapatkan sebuah pesan dari nomor yang tidak di kenal.
[Hai Reina]
[Maaf, siapa ya?] balas Reina.
[Ini aku Deon, jangan lupa untuk menyimpan nomorku Na]
"Ahh ternyata Deon, aku kira siapa." Reina menyimpan nomor Deon.
[Iya Deon, aku sudah menyimpannya]
[Terima kasih, lain kali kita harus bertemu lagi Na]
[Semoga]
[Aku akan menunggu]
Reina mematikan smartphonenya tanpa membalas pesan dari Deon.
"Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya juga yang lain," monolog Reina.
Karena makan malam akan segera datang, Reina pun pergi ke bawah. Adya dan Safira sudah ada di lantai bawah.
"Kak Reina, hari ini makan malam akan di siapkan oleh Mommy dan aku, jadi Kak Reina duduk saja, tunggu kami oke." Jelas Safira.
"Oke Safira." Jawab Reina.
"Kak Reina harus memberi penilaian nanti."
"Iya."
Sambil menunggu Adya dan Safira memasak, Reina duduk di ruang tengah, karena bosan Reina menyalakan televisi, begitu menyala, berita yang tidak ingin Reina dengar dan lihat muncul.
Pengusaha kaya pemilik TBN CORP yaitu Theobald Nicholas kembali di rumorkan dengan model cantik asal america yang bernama Lucy, mereka berdua di sebut-sebut sebagai couple visual.
Entah kenapa mood Reina seketika down, karena mendengar suara Safira dan mertuanya memanggil, lantas saja Reina mematikan televisi lalu bergabung bersama mereka.
Saat makan malam, Reina sama sekali tidak nafsu makan, karena menghargai kerja keras Safira untuk memasak makanan, akhirnya Reina menghabiskan makanannya dengan terpaksa.
"Bagaimana Kak Reina masakan ku?" tanya Safira
"Enak," jawab Reina.
"Hanya enak saja?" Safira menatap Reina dengan penuh harapan.
"Enak sekali." Ucap Reina sambil tersenyum, Safira ikut tersenyum, Safira senang jika Reina menyukai makanannya.
Adya tersenyum melihat Reina dan Safira, mereka begitu akrab dan terlihat seperti saudara kandung.
"Mommy, kalau menurut Mommy bagaimana?" tanya Safira.
"Sangat enak sayang," jawab Adya.
Safira lagi tersenyum puas, untung saja Mommy dan juga Kakaknya menyukai makanan buatnya, yah meskipun sebenarnya Mommy nya lah yang berperan lebih banyak saat Safira membuat makanan.
Mereka bertiga larut menikmati hidangan masing-masing sambil sesekali berbincang, dan malam ini mereka makan malam tanpa Theo karena Theo ada urusan penting dan akan malam malam di luar.
Selesai makan malam, Reina kembali ke kamar lalu segera membersihkan diri, dan setelahnya Reina berbaring di atas ranjang dengan posisi tengkurap.
Reina merasakan sesuatu hal yang aneh dalam hatinya, Reina menutup matanya sambil mengatur napas. Pintu kamar terbuka, Theo baru saja tiba, melihat posisi tidur Reina, Theo lantas menegurnya.
"Tidur itu yang benar." Reina sama sekali tidak mendengarkan ucapan Theo.
Theo segera membersihkan diri lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian santai, begitu keluar dari dalam kamar mandi, Theo masih melihat Reina tidur dengan posisi tengkurap.
Lantas Theo mendekati Reina, Theo duduk di samping Reina lalu membenarkan rambut yang menghalangi wajah Reina. Reina yang merasa terganggu lantas bangkit dan duduk di ranjang menghadap ke arah Theo.
"Ganggu banget sih." Ucap Reina marah.
Theo menatap Reina dengan wajah datar lalu melipat ke dua tangannya di depan dada.
"Mulai berani marah-marah sekarang?" Theo tersenyum menyeringai.
Sadar jika tindakannya salah, Reina berdiri lalu pergi ke arah sofa. Mata Theo terus memperhatikan tingkah Reina, Reina duduk di sofa dengan wajah jutek dan bibir cemberut.
"Kenapa?" Reina tidak menjawab.
"Reina." Panggil Theo.
"Lareina Zeline."
"Jika dalam hitungan tiga kamu masih diam, jangan salahkan aku jika aku berbuat kasar." Peringatan Theo.
"Satu."
"Apa sih." Reina langsung berucap.
"Kemari." Theo berbaring di ranjang.
"Gak."
"Reina." Bentak Theo.
"Gak mau."
"Dua." Theo menghitung kembali.
"Ti." Reina lantas berdiri di samping Theo.
"Sini." Theo merentangkan kedua tangannya.
"Mau apa?" Tanya Reina jutek.
"Tidur, apa lagi selain tidur, tapi bermain dulu sepertinya menyenangkan." Theo tersenyum penuh arti.
"Aku mau tidur di sofa." Reina ingin kembali ke sofa, namun tangan Theo menghentikannya.
"Kita hanya tidur."
"Yakin?"
"Emm." Theo membawa Reina untuk berbaring ke dalam pelukannya.
Theo tidur terlentang, sedangkan Reina tidur menghadap ke arah Theo.
Theo sudah memejamkan matanya, sedangkan Reina masih membuka matanya sambil menatap wajah Theo.
"Kak Theo."
"Emm." Jawab Theo dengan mata tertutup.
"Apa aku boleh bertanya?" tanya Reina.
"Jangan menganggu." Jawab Theo tidak ingin di ganggu dan Reina pun cemberut.
Reina bingung kenapa moodnya memburuk seperti ini, apakah karena berita tadi, itu tidak mungkin, memangnya kenapa jika itu benar, tapi hatinya tidak terima.
"Jangan banyak berpikir." Theo menatap mata Reina.
"Emm." Reina memalingkan pandangannya.
Tangan Theo memegang pipi Reina, "Jelaskan," ucap Theo.
"Apa?" tanya Reina.
"Apa isi pikiranmu." Reina tidak menjawab.
"Kenapa, kamu cemburu?" Reina terbelalak kaget dengan pertanyaan Theo.
Reina pun berusaha mengontrol ekspresinya, "Apa, cemburu?"
"Pasti karena rumor itukan?"
"Aku tidak mengerti." Reina pura-pura tidak tau.
"Memang otakmu tidak akan pernah mengerti." Ejek Theo, mendengar hal itu Reina semakin cemberut, Theo malah menghinanya.
"Dengarkan aku baik-baik, aku tidak mencintai wanita manapun di dunia ini kecuali Mommy dan juga adikku, jadi kamu, ataupun wanita lain di luar sana jangan harap aku akan mencintai kalian, hatiku sudah penuh." Jelas Theo panjang lebar.
"Baguslah, aku juga tidak berharap kamu akan mencintaiku." Jawab Reina.
"Meskipun begitu, kamu tidak boleh mencintai pria lain." Ucap Theo.
Reina menatap Theo tidak terima, "Apa urusannya dengan mu?" Sewot Reina.
"Lihat saja hukuman mu."
Reina sungguh tidak percaya dengan Theo, seenaknya saja Theo membuat peraturan, "Egois," ucap Reina kesal.
"It's me." Jawab Theo.
"Tidurlah, besok kita memiliki acara penting." Theo mengeratkan pelukannya.
Tanpa menjawab, Reina pun terdiam, meskipun hatinya tidak enak, tapi ucapan Theo tadi membuatnya tenang, entah apa alasannya.
Diam-diam Reina mencuri pandangan ke arah Theo, Theo menutup matanya, tangan Reina terulur lalu melambaikan tangannya di depan wajah Theo.
"Ngapain sih kamu?" Tanya Theo dengan mata tertutup.
Reina pura-pura tidak mendengar, sepertinya Theo tau jika Reina belum tidur.
"Mau tidur atau main?" tanya Theo.
Reina pun segera menutup matanya begitu Theo membuka mata. Theo menatap Reina lalu mengeluarkan napasnya, napas Theo menerpa tubuh Reina, Reina dengan jelas merasakan itu.
Reina perlahan membuka matanya, begitu terbuka, Theo masih menatap ke arahnya dengan cepat Reina kembali menutup matanya.
"Jangan bermain-main jika kamu tak mau aku menggempur mu sampai pagi."
Reina membuka mata lalu berkata, "Kak Theo sudah janji tidak akan melakukannya."
"Ya, oleh sebab itu cepatlah tidur sebelum aku melanggar janji itu."
Reina pun menutup mata, tangan Reina kini ikut memeluk tubuh Theo. Reina merasa nyaman, pelukan hangat saat tidur membuatnya cepat masuk ke alam mimpi.