Chereads / I Love You, My Best Friend / Chapter 22 - Chapter 22 - Tetap Profesional

Chapter 22 - Chapter 22 - Tetap Profesional

Debur ombak yang cukup pasang dengan suara burung berkicau membangunkanku dari tidur malamnya. Aku membuka mataku dan mengerjapkannya beberapa kali. Lalu memandang sekitarku yang mana isi kamar vila ini sudah berantakan karena aktivitas semalam aku dan Hendrick bercinta dengan kasar.

Kulihat di sisiku tidak ada Hendrick. Tapi aku bisa mendengar keramaian teman-temanku sedang melakukan sesuatu. Aku pun beranjak dan ah ... baru kusadari tubuhku sedikit terasa nyeri. Namun kupaksakan untuk berdiri dan menuju kamar mandi.

Aku minum pil pereda nyeri dan memandang wajahku di cermin. Aku pun mandi dan kemudian merapikan kamar. Jika seseorang masuk selain aku dan Hendrick, bisa-bisa mereka akan bertanya.

"Mayleen, kau sudah bangun," Hendrick masuk dan meraih pinggangku. Lalu ia mengecup bibirku.

"Hmm yeah ... apa aku melewatkan sesuatu?"

"Tidak ada yang penting selain canda tawa dari mereka. Apa kau kesakitan?"

Kuanggukkan kepalaku dan Hendrick membalikkan tubuhku. Ia melepas pakaianku lagi dan mengolesi minyak angin di punggungku. Hendrick memijatnya perlahan.

"Maafkan aku atas semalam. Kau sebaiknya habis ini istirahat saja, Mayleen," katanya.

"Tidak apa. Aku baik-baik saja."

Hendrick hanya diam dan ia tetap meneruskan memijat diriku. Aku ingin bertanya tapi tidak tahu harus dari mana. Rasa penasaran ini terus menerus menyelimuti diriku.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Hendrick tiba-tiba.

"Tidak ada." Aku langsung menarik diri dan mengenakan pakaianku kembali. Lalu aku berdiri dan mengeringkan rambutku serta menyisirnya.

"Aku akan menunggumu di luar, Mayleen."

Hendrick keluar dan aku hanya menatapnya dari cermin. Kuhela napasku karena ia terasa berbeda sejak semalam. Yah, walau aku hanya mendengar sepenggal pembicaraan saja, tapi aku juga penasaran dengan maksudnya.

Saat aku keluar, aku meminta maaf pada semuanya karena terlambat bangun. Kukatakan saja bahwa aku mendadak tidak enak badan.

Saat Cherry memberikanku toast yang ia buat, aku baru sadar bahwa Hendrick tidak bersama para laki-laki. Kulihat ke sekitar dan aku tak menemukannya.

"Dia pergi sebentar," kata Cherry memberitahu, ia seolah tahu siapa yang kucari.

"Ke mana?"

Cherry menatapku dan ia melihat sekeliling. "Aku seharusnya tidak mengatakan ini. Tidak ada yang boleh mengatakannya padamu. Tapi kumohon, jangan sampai Hendrick tahu kau mengetahuinya dariku, ok?"

Kuanggukkan kepalaku agar ia segera memberitahuku.

"Ia sedang bertemu dengan Sera. Kurasa mereka putus. Maksudku, Hendrick memutuskannya, tapi Sera merasa tersakiti dan Hendrick merasa bersalah. Jadi, Hendrick mendatanginya di suatu tempat. Entahlah, aku tidak tahu di mana. Yang jelas bukan di rumah Sera."

Jantungku seperti jatuh dari tempatnya berada. Perasaan kesal, sedih dan cemburu bercampur aduk. Aku mencoba menahan sesak dalam dadaku dan memakan toast Cherry.

"Terima kasih untuk infonya, Cherry. Aku akan menjaga rahasia ini," kataku padanya.

"Sama-sama. Tapi apa kau tidak cemburu?" tanya Cherry.

Kukedikkan bahuku. Walau aku cemburu pun, memang apa yang akan membuat perbedaan? Pada akhirnya Hendrick masih bersama Sera.

"Tidak. Hanya saja, Hendrick sangat lemah dengan tangisan wanita. Maksudku, ketika ia merasa melukai wanita, maka ia akan benar-benar meminta maaf," jelasku.

Aku yakin Cherry mengerti apa yang kukatakan, tapi tidak akan mengerti maksudku. Sebab yang ia tanyakan adalah bagaimana perasaanku, bukan malah aku yang mengatakan hal-hal kelemahan Hendrick.

Tapi bagaimana pun Cherry, ia teman yang baik untuk diajak bicara. Kurasa kalaupun aku mengatakan bagaimana perasaanku pada Hendrick ke Cherry, ia akan memahami. Sebab sejak awal memang hanya dengan Cherry aku cukup dekat.

"Kalau begitu, nikmatilah makananmu dulu. Aku belum mandi, jadi aku mau mandi," katanya menepuk bahuku.

Aku mengangguk. Menghabiskan toast buatannya cukup mengisi perutku yang memang kosong. Tapi pikiranku? Pikiranku bahkan tertuju pada Hendrick.

***

Mendadak keberadaanku di vila membuatku bosan dan muak. Apa artinya jika kesedihan yang lama hilang lalu di ganti dengan kesedihan yang baru? Hendrick bahkan tidak kunjung balik. Pikiranku berkelanan bahwa mereka berdua terlibat adu ranjang.

Aku mengemasi pakaianku dan kemudian dengan terpaksa berpamitan pada semuanya. Mereka menatapku dengan serius dab melarangku untuk pulang sambil menunggu Hendrick.

"Maaf, aku harus pulang. Sudah lama aku tidak melihat orang tuaku," kataku beralibi, padahal aku yakin mereka tahu kenapa aku berpamitan pulang.

"Setidaknya tunggulah Hendrick, Mayleen. Aku yakin sebentar lagi ia kembali," kata Dexa membujuk.

Kugelengkan kepalaku dan tersenyum. Saat itu juga taksi online yang kupesan sudah datang.

"Katakan saja kalau aku memang pulang. Terima kasih untuk waktu kalian," kataku akhirnya.

Aku masuk ke dalam taksi online dan duduk diam dengan pikiran berbagai macam. Hatiku tadi sudah merasa tak enak jika aku bertemu dengan Hendrick saat aku sudah akan pergi. Tapi untungnya, keadaan memihakku.

Aku memeluk Mom dan Dad yang saat aku tiba, mereka tengah duduk di teras berdua. Rasanya rinduku terobati dan aku lupa akan hak yang baru saja terjadi.

"Di mana Hendrick?" tanya Mom mencari-cari.

"Aku meninggalkannya di vila. Ia bersama teman-temannya dan aku pulang tanpa ia antar," jelasku berbohong.

"Apa kalian bertengkar?" tanya Dad.

Kugelengkan kepalaku. Sepertinya Dad sudah sangat siap memarahi Hendrick jika ia melukaiku. "Tidak, Dad. Aku yang menolak diantar olehnya."

"Ya, sudah. Kau istirahatlah, Sweetheart."

Aku masuk ke dalam rumah dan menuju kamarku. Dan inilah rumah yang sesungguhnya. Membuatku bebas berekspresi dan aku langsung jatuh di atas kasur.

Besoknya aku mulai kerja. Aku sudah mempersiapkan diriku untuk segala hak yang menyakitkan. Dan well, Hendrick tidak menghubungiku sama sekali. Entah kenapa aku curiga kalau ia belum kembali ke vila sampai saat ini, sepertinya.

Saat aku masuk kantor, keadaan masih sepi. Hanya beberapa rekan kerja saja yang baru hadir termasuk aku.

Jantungku berpacu cepat saat waktu sudah menujukkan keramaian kantor. Grace datang dan ia terkejut melihatku. Ia tersenyum padaku tapi aku tidak membalasnya. Hanya tatapan dingin saja yang kutunjukkan padanya.

"Mayleen, ikut ke ruanganku," suara Steven terdengar dan ia memerintahku.

Aku dengan profesional berdiri dan mengikutinya. Bayangan-bayangan itu terus mengelilingi kepalaku. Tapi aku mencoba menghiraukannya.

"Karena beberapa hari kau tak masuk, jadi ini pekerjaan yang sempat tertunda dan hanya kau bisa mengerjakannya," katanya lalu memberi sebuah bundelan kertas padaku.

Aku menerimanya dan menatap sebagian. Jadi aku mengangguk. "Baik. Apa ada lagi?" tanyaku.

"Tidak." Steven memandangku dengan teramat serius dan aku tetao menatapnya dengan tatapan dingin.

"Kalau begitu, aku permisi," kataku dan berbalik untuk menuju pintu.

"Maaf," tiba-tiba satu kata itu menghentikan langkahku. Aku tidak ingin menolehnya. Tapi aku menunggu lagi apa yang akan ia ucapkan setelah ini. "Maafkan aku untuk semuanya. Aku sadar, sepenuhnya aku salah. Kuharap kita tetap bisa bekerja secara profesional."

"Dan itulah yang sedang kulakukan sekarang, Steven."