Sejujurnya aku sangat kesal jesica selalu menanyakan hal itu. Seakan akan dia ingin tau urusanku dengan Frans. Namun aku harus menjawab dengan tenang, agar jesica tidak menaruh curiga padaku.
Posisi duduk kami berhadapan. Jesica memandang tajam mataku, seolah ingin segera menunggu jawaban keluar dari mulutku.
Tarik nafas…hembuskan.. "huft."
"Kan tadi sudah dijelaskan pada saat kita bertemu di cafe. Gini deh aku jelasin lagi ! kalau aku sama pak Frans tadi ke cafe, ya hanya sekedar ngopi ngeteh doang. Kebetulan sewaktu pak Frans kerumah, ada barangnya yang ketinggalan. Dan saat dia mau mengambilnya, yaudah sekalian kita pergi ngopi. Dan masalah ia terburu untuk pulang ke Jakarta ada masalah apa, ya aku sendiri gak tau sih jes !."
Berbagai alasan ku berikan pada Jesica. Untuk menutupi kejadian antara aku dan Frans pada malam Frans menembaku.
"Oh gitu ya." Jawabnya lirih.
Huft. !!
Jesica menghela nafas lega setelah mendapat penjelan dariku. Entah apa maksudnya dia tiba-tiba menghubungiku hanya menanyakan soal aku dan Frans di cafe. Rasanya ia ingin tahu sekali, namun apapun alasannya aku akan berusaha menutupi soal hubunganku dengan Frans yang aku tidak ingin semua orang mengetahui, sebelum waktunya nanti.
Hoam !!
"Hah gue ngantuk banget vir. Capek rasanya badanku belum sempat istirahat sepulang dari Bandung. Yaudah aku istirahat dulu ya. Selamat istirahat kak vir."
"Selamat malam jes, sampai bertemu besok di kantor."
Aku langsung menutup teleponku dan ingin segera berendam. Badanku terasa lengket dan capek banget. "Mau tau aja urusan orang nih jesica. Hammh."
Setelah aku berendam cukup lama kira-kira 45 menit, rasa lelah dibadan dan fikiran mulai berkurang sehingga ringan dikepala. Ku tengok jam di dinding tidak terasa sudah tengah malam. Tidak biasanya aku mandi semalam ini. Konon katanya jika mandi malam hari dapat membuat badan rematik. Sebelum istirahat malam, aku menyisir rambut panjangku yang sudah lama tidak mendapatkan perawatan rutin. "Perlu ke salon kayaknya ni, udah mulai kusut banget rambutku."
Klunting… Ada pesan masuk di ponselku. Ternyata Frans, ia mengirim pesan untukku jika esok ia akan menjemputku untuk berangkat ke kantor. Karena montorku belum kelar di bengkel. Membaca pesan perhatiannya membuatku tersenyum bahagia, pengantar tidur nyenyakku pada malam ini.
.
.
Pagi mulai menyapa, sejuknya udara masuk dari celah jendela dan fentilasi kamarku. Serasa segar sekali badanku. Ada yang berbeda dengan hari ini, seperti ada yang baru dalam diriku. Aku merasakan hari ini lebih bahagia dari hari kemarin.
Tidak lupa aku mengucap syukur pada yang Maha Kuasa, karena aku merasa lengkap di kehidupanku banyak orang yang menyayangiku, ada ayahku yang selalu ada, serta seorang laki-laki yang selalu peduli denganku.
Aku lebih semangat menjalankan aktivitas pada hari ini, bergegas aku keluar kamar membuka seluruh jendela ruang di rumah, agar udara bersih masuk kedalam rumah menggantikan udara yang kotor.
"Selamat pagi ayah." Sapa pagi sengan senyum ceria terpancar di wajahku.
"Selamat pagi juga nak, pagi ini sepertinya bahagia sekali. Ada apa ?" Tanya ayahku yang baru saja keluar kamar dengan mata yang sedikit sipit karena baru bangun tidur.
"Hmmm, kita kan memang harus bahagia, menjalani kehidupan ini yah. Seperti apa kata ayah, seberat apapun hidup yang kita jalani, kita harus tetap bahagia. Karena itu bagian dari rasa syukur kepada Tuhan."
"Iya ya, semakin pintar, anak ayah."puji ayahku yang berdiri didepan kamarnya.
Mengingat pagi ini Frans akan kerumah untuk menjemputku, aku ingin memasakan untuknya sebagai awal dimana aku menjadi wanita spesial dikehidupannya. Aku akan membuatnya ketagihan dengan masakanku.
Sayuur…yuur…sayuur.
Terdengar teriakan tukang sayur dari dalam rumah. Aku segera keluar menjumpai tukang sayur tersebut. "Mang, beli sayaur." Teriakku dari dalam pagar rumah kepada tukang sayur yang berjalan mendorong gerobaknya. Lalu tukang sayur itupun berhente, dengan segera aku menghampirinya.
"Mau belanja apa neng?" Tanya tukang sayur separuh baya dihadapanku ini.
"Ada ikan nila gak mang ?. Saya kepengen masak pesmol ikan nilah nih."
"Oh ada ini neng. Neng mau berapa kilo ?"
"Saya mau 2 kilo saja. Tolonh dipilihkan ikan yang masih segar ya mang. Dan sekalian bumbu pelengkapnya."
Tukang sayur yang sering di kompleksku ini memang handal. Mengerti berbagai macam masakan beserta bumbunya. Sehingga konsumen yang baru belajar memasak seperti aku, mudah untuk mendapatkan bahannya.
Tidak perlu lama aku menunggu mamang sayur untuk menyiapkan pesananku. Ikan nila segar, beserta bumbu pelengkap dan kerupuknya sudah dikantong plastik hitam. Lalu aku segera membayarnya sesuai dengan nominal yang disebutkan oleh mamang sayur.
Untuk memburu waktu agar tidak kesiangan, aku meminta ayah untuk membantuku didapur. Namun ayah cukup membantuku pekerjaan yang ringan saja. "Tumben anak ayah masak ikan. Biasanya kalau suruh masak ikan alasannya malas dan ribet. Tapi ini masak ikan nila lumayan banget jumlahnya loh. Ada apa gerangan ?" Tanya ayahku heran melihat hasil belanjaku hari ini.
"Ish, ayah mah, anaknya rajin salah, anaknya malas juga salah."
Hmmm!! Menghela nafas panjang.
" Nanti pagi, mas Frans mau jemput vira berangkat ke kantor, rencananya, vira mau kasih bekal untuk mas Frans. kan montor vira juga belum kelar. Katanya sih, nanti siang mau langsung diantar ke kantor sih yah."
"Oh, jadi masak beginian karena si Frans mau kerumah. Ngomong-ngomong kalau boleh tau, seberapa dekat sih kalian ?"
wajahku dan ayahku secara reflek berhadapan. kami saling memandang. terdiam sejenak, ayah menunggu jawaban keluar dari mulutku.
Glekk !! Akupun tersentak kaget dengan pertanyaan ayah kali ini. Di satu sisi aku ingin jujur tentang hubunganku, namun disisi lain, aku tidak ingin siapapun tau tentang hubungan ini termasuk ayahku sendiri. Akan ada saat yang tepat aku mengungkap semua. Disaat kuliahku selesai dan Frans akan menghadap ayahku untuk meminta izin meminangku.
"Emm, kita hanya berkawan saja kok yah. Tidak ada hubungan apapun. Ah sudahlah jangan bahas hal itu !!. Nanti masaknya gak kelar." Aku coba mengalihkan pembicaraan ayahku agar tidak membahas hubunganku terlebih dahulu dengan Frans.
"Ayah hanya ingin tau saja nak. Kalaupun iya ada hubungan diantara kalian, ayah setuju saja. Asalkan Frans mampu menjadi penggangi ayah dikehidupan anak ayah ini." Mendengar penjelasan ayahku itu, hati ini serasa ditusuk dan sesak. Sedih sekali jika suatu saat nanti aku kehilangan cinta pertamaku. Yaitu ayahku.
Aku beserta ayah pasmol ikan nila membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Selesai memasak, aku menyiapkan sarapan untuk ayah, dan bekal untuk Frans. Aku langsung mandi dan bersiap menunggu Frans menjemputku.
Matahari mulai terasa terik, kicauam burung, suara ayam berkokok, menandakan jam sudah menunjukan pukul 7 pagi. Dimana para tetangga kulihat sudah bepakaian rapih, yang hendak memulai aktivitasnya. Ada yang pergi ke kantor, sekolah, berjualan, dan lain sebagainya. Ketika aku duduk di teras sendiri menunggu kedatangam Frans, tiba-tiba ayah datang menghampiriku.
"Eh ayah.." sedikit kaget.
"Frans masih belum datang juga ?" Tanya ayahku sambil menarik kursi yang akan di tempatinya.
"Iya nih yah. Kenapa?"
"Ada yang mau ayah bicarakan sama vira."
"Ada apa yah ? Kok sepertinya serius banget." Kataku melihat wajah ayah yanh nampaknya ada hal yanh serius.
"Ayah mulai besok mau masuk ke kantor, ayah bosan jika dirunah tidak ada aktivitas. Boleh kan nak jika ayah masuk kerja ?". Wajah ayah memelas dihadapanku. Sebenarnya aku takut jika ayah kelelahan sehingga sakitnya kambuh lagi. Tetapi jika ayah dirumah saja tidak ada aktivitas, bisa jadi makin setres.
"Emmm..boleh sih yah, tapi pesan vira jam kerjanya dikurangi dan jangan kecapekan. Ingat kata vira ya yah !"
Tidak lama kemudian, yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Tiin..tiin, klakson mobil Frams terdengar di luar pintu gerbang. Frans turun dari mobil dan meminta izin pada ayah untuk menjemputku pergi ke kantor.
"Assalamualaikum, vira, om, selamat pagi." Sapa Frans. Pagi ini dia terlihat gagah dan ganteng. Pakaiannya yang rapi dengan jas hitam berdasi di tengahnya serta rambutnya klimis menambah kegantengan kekasih di depanku saat ini. Mataku tak hentinya memandanginya. Benar aku dibuatnya terkesima seakan auranya terpancar sekali.
"Hey, jangan ngelamun !" Sentak Frans membuyarkan lamunanku padanya.
"Vira sama mas Frans berangkat dulu ya yah." Pamitku pada ayah. Aku mencium punggung tangan ayahku diikuti Franspun begitu.
"Iya, hati-hati ya kalian. Frans jangan ngebut bawa mobilnya !"
Dadaaaa….