Mulutnya turun dengan keras dan cepat ke mulutku. Ciuman itu dipenuhi dengan rasa lapar dan kebutuhan yang mendesak. Tiba-tiba aku berharap kami tidak berada di bar lagi sehingga aku bisa berlutut untuknya. Tidak pernah ada waktu yang aku pikir aku akan merasa baik-baik saja dengan menginginkan itu, dengan melakukannya, tetapi ternyata benar. Aku sangat sialan.
Tepat ketika aku menurunkan tangan ku ke pantatnya, cahaya melintas dari sisi lain dari mata tertutup ku.
"Apa-apaan ini?" kata Gandi.
"Beri aku omong kosong itu," tambah Roni. Dan aku tahu, aku tahu tanpa membuka mata, apa yang terjadi. adi tersentak menjauh dariku.
Ada sekelompok pria, semua berdiri di sekitar dengan kamera dan telepon yang ditujukan ke aku, pada kami, mengambil foto, merekam. Bukan orang-orang yang akan aku lihat di sini setiap malam, tetapi wartawan.