"Shanza!" Alby sedikit membentak. "Apa aku sedang berbicara dengan tembok atau batu besar sekarang ini?" Alby mendesah. Rasanya ia ingin marah. Namun, melihat Shanza begini, hanya ada rasa iba saja.
"Maafin aku." Akhirnya ia mau membuka mulutnya. Suara lirih itu terdengar masuk menyela ke dalam lubang pendengaran Alby. Shanza mulai menatap wajah tampan remaja yang sudah menjadi penyelamat untuknya sore ini. Alby bahkan mangkir dari sekolahnya hanya untuk dirinya. "Maafin aku sebab terus merepotkan."
"Kenapa melakukan itu lagi?" tanyanya. Mengerutkan dahi vertikal. "Kamu sudah dihukum beberapa bulan lalu. Kamu meminta maaf sebab merepotkan aku, sekarang begini lagi?" Alby menggerutu. "Shanza, ini bukan kedua atau ketiga kalinya. Ini sudah kelima kalinya. Aku harus membujuk pemilik toko dan—"
"Jangan lakukan itu lagi jika kamu keberatan," ujarnya memotong.
Alby berkacak pinggang di depannya. "Ini cara kamu berterima kasih."