"Astaga, sungguh?" Rafael tampak mengeluarkan ekspresi yang lega. "Karena saya terus kepikiran. Karena walau bagaimanapun… malam itu kita melakukannya tanpa pengaman sama sekali. Tanpa kon—"
Ucapan pria itu terhenti, sama dengan Luna yang langsung bungkam. Mata kedua orang itu sempat bertemu bersama bayangan kejadian malam itu yang serempak memenuhi kepala. Membuat wajah Luna sedikit panas, lalu dia segera memalingkan wajahnya.
Namun gestur itu langsung ditangkap oleh Rafael. Membuat pria itu sedikit mengernyitkan dahinya, sebab rasa penasaran yang selama ini dia tahan seperti kian menjadi tanda tanya besar.
"Ya, seharusnya begini. Inilah kamu yang asli dan yang saya kenal, seorang gadis yang pemalu. Tapi kenapa belakangan ini kamu tiba-tiba menjadi berbeda?"
Ditanya begitu Luna jadi mati kutu. Astaga, dia tak seharusnya bersifat plin-plan begini. Dia sendiri yang memutuskan untuk mengambil jalan ini, maka dia harus lebih berani menghadapinya.