Chereads / Anasthasia and the Golden Wizard / Chapter 36 - Red Moon (III)

Chapter 36 - Red Moon (III)

Ernan berteriak lantang sambil mengayunkan pedangnya menebas ekor monster itu. Kepala monster itu berpaling dan menatapnya dengan api kemarahan. Wajahnya yang menyerupai manusia terlihat mengerikan, mulutnya terbuka dan memperlihatkan gigi yang runcing, rambut hitamnya yang kusut dan panjang berkibar, dan pekikan keras seperti hewan buas keluar dari mulutnya. Suara raungan monster itu membuat para pasukan mengalami rasa pening yang dasyat di kepala. Mereka segera menutup telingganya tetapi sia-sia, suara yang telah masuk melalui gendang telingga dan sampai ke dalam otak akan bertahan lama dan memberikan siksaan seperti ratusan jarum yang menusuk kepala mereka. Ernan berusaha menutup telingganya dan menahan rasa sakit yang dirasakannya. Keringat dingin yang menetes, darah yang mengucur di tubuhnya, napas yang memburu, dan luka-luka di tubuhnya mulai dirasakannya. Meskipun ia menyadari jika monster itu bukan tandingannya dan ia bisa kehilangan nyawanya, tetapi sorot matanya tetap teguh.

Sesudah monster itu berteriak, ia memusatkan ekornya mengincar Ernan. Ujung runcing ekor yang seperti kalajengking berusaha menusuk Ernan. Dengan sekuat tenaga Ernan menggenggam pedangnya dan menangkis serangan makhluk itu. Tubuhnya terseret mundur karena tekanan kekuatan yang besar dari ekor monster itu. Saat monster itu mengarahkan ekornya kembali padanya, Ernan segera berlari berlindung di belakang reruntuhan bangunan. Untunglah, terdengar suara Marquess yang memerintahkan pelepasan panah. Alhasil, ratusan anak panah mengarah ke arah monster sehingga membuatnya berhenti menyerang Ernan. Puluhan panah terpental saat menyentuh badannya yang keras dan berbulu seperti seekor singga. Bunyi puluhan anak panah yang berjatuhan di halaman terdengar nyaring. Namun, ratusan panah menancap di badan monster itu dan cairan kental berwarna hitam mengalir. Mulut sang monster melengkung ke bawah, dua kaki depan monster itu berusaha menghilangkan anak panah yang ada di tubuhnya. Monster itu mengamuk dan menyambar para pasukan yang berada di dekatnya lalu melemparkannya. Kaki depannya menghantam kastil dan membuat getaran di kastil itu. Sayap monster itu terentang dan ia mulai mengepakan sayapnya. Hembusan angin yang besar dirasakan para pasukan yang berada di sekitar itu. Ernan segara keluar dari balik runtuhan bangunan tempatnya berlindung dan menyelamatkan para pasukan yang lain.

Kaki monster itu telah terangkat dari tanah dan terbang menuju Marquess yang ada di atap kastil. Kepakan sayapnya membuat panah-panah yang diluncurkan padanya terpental menjauh. Para pasukan pemanah yang ada di atap kastil memandang dengan ngeri saat monster mengarah pada mereka. Namun, saat mereka melirik ke arah Marquess Liere yang menatap monster dengan tak gentar. Hati mereka menjadi kuat. Sosok ketangguhan Marquess Liere yang terkenal saat masih muda terlihat kembali memancar. Bahkan, ia terlihat sangat gagah di usianya yang tua dengan baju perang yang dikenakannya, pedang di ikat pinggangnya, tubuh yang tegap menantang dan rambut hitam sebahu yang tertiup angin seakan-akan seperti benteng kota yang kokoh. Tak akan goyah meskipun seribu pasukan rebah di samping kanan dan kirinya, sosoknya tetap teguh berdiri. Tangannya mengambil pedang besar yang ada di ikat pinggangnya dan bersiap saat monster itu datang menyerang.

Monster itu memekik dengan nyaring kembali dan membuat para pasukan kesakitan. Beberapa pasukan yang lengah karena suara monster itu terkena cakaran monster dan berjatuhan ke bawah kastil. Monster yang besar itu menjejakkan kakinya di atap kastil dan membuat suara benturan yang keras. Beberapa pasukan mundur seketika dan segera membentuk barisan untuk mengelilingi Marquess.

"Lindungi, Marquess!"

Pedang dan tombak yang ada di tangan mereka teracung ke arah monster dan pasukan pemanah kembali menghujani monster itu dengan panah. Monster itu melancarkan serangan mereka. Marquess berlari dengan langkah yang lebar lalu melompat ke arah badan monster itu.

"Beraninya kau!" suara yang keluar dari mulut Marquess sangat dingin. Ia mengayunkan pedang besarnya dan menebas sayap monster itu. Hembusan angin dan tekanan kekuatan dari ayunan pedang itu sangat terasa.

"Kraaaak…!"

Saat pedang itu menyentuh sayap itu terdengar suara benturan dan tebasan yang hebat. Salah satu sayap dari monster itu terputus. Keluarlah asap hitam yang mengepul dan cairan hitam menyembur keluar memenuhi atap kastil. Marquess dan para pasukan segera menghindar. Sang Monster yang menyadari satu sayapnya terlepas segera mundur beberapa langkah. Pertama kalinya monster itu terlihat panik dan segera akan kabur melompat turun dari kastil. Marquess yang mengetahui monster itu akan melarikan diri, berlari dan mengejar monster itu. Kakinya menginjak tepian atap dan melompat ke arah punggung monster yang meluncur turun dari kastil.

Sang monster terkejut merasakan seorang manusia berada di punggungnya. Ditambah lagi, Marquess menancapkan pedangnya ke punggung monster. Seketika terdengarlah suara pekikan monster yang sangat memekakan telinga. Beberapa pasukan berteriak kesakitan dan terjatuh tak sadarkan diri serta keluar darah dari telingga mereka. Marquess yang berada paling dekat dengan monster itu terkena dampak paling parah, alis matanya mengerut, raut wajahya menahan kesakitan, lelehan merah keluar dari telinganya tetapi tangannya tetap kuat memegang pedang yang menusuk punggung monster. Sang monster berpaling menatap Marquess dengan dendam dan kaki depannya berusaha melepaskan Marquess dari tubuhnya sambil turun meluncur menuju bangunan paling jauh dari kastil itu.

Ana menyipitkan mata menatap jendela kaca yang besar. Tangannya meremas gaun tidurnya dengan erat dan alis matanya bertaut. Sorot matanya membara menatap monster yang turun dari atap kastil menuju ke arah tempatnya berada. Sebelumnya, saat Ana menyadari ruangan tidur yang ia gunakan merupakan bangunan terdekat dengan monster, segera ia mencari tempat terjauh dari kastil bersama-sama dengan pelayan yang lain. Namun, saat ini monster itu tetaplah menuju ke arah mereka. Lucy yang berada di sampingnya mencengkeram erat lengan Ana dengan ketakukan. Mereka membelalakkan mata lebar-lebar dengan tubuh yang gemetar. Ketakukan, kengerian, dan kesangsian terlihat jelas di wajah pucat mereka.

"Ma… makhluk itu nyata?" gumam mereka perlahan.

Ana memandang sepintas ke raut wajah mereka. Ketidakpercayaan yang mereka alami saat ini, Ana telah merasakannya. Desas desus simpang siur tantang penyerangan kota Wayshire akhirnya terungkap. Orang-orang yang tidak percaya adanya monster menyerang menganggap kejadian di kota itu hanyalah omong kosong. Mereka lebih percaya penyerangan oleh binatang buas atau perampok. Bahkan Marquess sendiri sempat menyatakan ketidakpercayaannya saat mereka makan bersama. Ana kembali menatap ke atas langit dan berteriak,

"Monster itu datang! Berlindung!"

Segera Ana menarik tangan Lucy menjauh dari kaca jendela dan mengajak para pelayan yang lain berlari. Monster itu menghempaskan tubuhnya dan menabrak kaca jendela, berhadap Marquess menghantam kaca dengan keras. Suara pecahan kaca dan hamburan kaca di lantai terdengar nyaring. Sepihan kaca bercampur debu menyelimuti tempat itu sejenak.

Tak puas sampai disitu, saat kaki monster menyentuh lantai segera tubuhnya berputar-putar dengan hebat dan berusaha melepaskan Marquess dari badannya. Monster itu berusaha menabrakkan badannya kembali ke dinding tetapi Marquess segera mencabut pedangnya dan melompat turun. Tubuh Marquess terjatuh di lantai dan terduduk. Pedang yang dipegangnya menopang tubuhnya. Wajahnya segera terangkat menatap monster besar di hadapannya. Tak ada rasa ketakukan sedikit pun dari sorot mata tuanya, melainkan keberanian dan tekad yang kuat menyala-nyala di setiap nadinya.

Monster itu menggeram dengan berang dan berlari mengincarnya. Mulutnya terbuka lebar dan berusaha menerkamnya. Marquess menghadang serangan itu dengan pedangnya. Ia menebaskan pedangnya dengan kuat. Namun, yang tidak diketahuinya, ujung runcing ekor monster bergerak dengan cepat dan menusuk dada menembus baju perang marquess. Seketika cairan merah mengalir dari dada Marquess.

Monster itu menyeringai dengan senang, mulut besarnya tersenyum lebar saat mencabut ekornya dari tubuh Marquess dan menghempaskannya. Tubuh Marquess menghantam tembok dengan keras dan membuat retakan di dinding. Marques terbatuk sejenak dan berusaha berdiri sambil memegang luka tusukan di dadanya. Darah yang mengalir dan napasnya berat mulai dirasakannya. Sebelum Marquess beranjak dari tempatnya, dengan cepat monster itu menerjang dan akan menerkamnya. Marquess terkejut dan segera memegang pedangnya bersiap menghadapi serangan terkaman gigi runcing monster. Sekonyong-konyong seseorang mendorong tubuhnya menjauh dari monster sehingga kepala monster itu menghantam lantai yang kosong. Di antara debu yang bertebaran, terlihat seorang gadis yang melompat tinggi melewati kepala monster yang berada di lantai. Kaki gadis itu menyentuh lantai dengan perlahan, gaun tidurnya dan rambut hitam panjangnya berkibar.