Ana memandang pemuda yang tersenyum di hadapannya lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Tangannya mengambil irisan buah dan memakannya dengan santai seakan perkataan pemuda itu hanya gurauan.
"Apa yang bisa dilakukan pengawal yang terluka?" tanya Ana, "aku tidak membutuhkan pengawal," tolak Ana dengan santai.
Pemuda itu masih memperlihatkan senyumannya yang menjual. "Hei, aku hanya terluka ringan," ucapnya penuh percaya diri.
"Benarkah?" Ana menaikan alis matanya tidak percaya. Tangannya menepuk tepat di bagian luka pemuda itu. Pemuda itu langsung mengerang kesakitan. Ana menggelengkan kepalanya sambil menatapnya dengan prihatin.
"Lihat? Kau masih sakit."
Pemuda itu nyengir menahan sakit di dadanya lalu terbatuk sebentar. Ia kembali menawarkan dirinya dengan wajah memelas. "Aku harus mencari banyak ditra, adikku masih kecil-kecil dan orang tuaku sudah tidak bisa bekerja."
"Kau bohong," sahut Ana tidak percaya.
"Cih. sial, tahu ya."