Keesokan paginya, seperti biasa Allice menyiapkan sarapan untuk Claretta. Ia menata makanan di atas meja dengan senyum mengembang dan sangat bersemangat.
Kegiatan yang sudah ia lakukan puluhan tahun lamanya. Setiap membayangkan suami atau anaknya makan dengan begitu lahap, ia selalu bahagia. Rasa bahagia seorang ibu yang sederhana.
Sampai selesai Allice menata makanan di meja makan, Claretta belum juga turun dari kamarnya.
"Claretta, kok, belum turun ya, Bi?" tanya Allice pada Bi Ijah yang juga berada di dapur.
"Saya juga kurang tahu, Nya," jawab Bi Ijah dengan sopan. Ia masih sibuk membereskan dapur setelah selesai memasak makanan untuk sarapan tadi.
Seketika Allice teringat kejadian kemarin. Di mana ia menyeret Claretta ke dalam mobil, karena marah putrinya ditembak oleh Matteo.
'Jangan-jangan, Claretta masih marah padaku karena kejadian kemarin,' gumam Allice dalam hati. Ia jadi merasa tak enak hati pada Claretta.