Di sela kegundahan Citra, Daniel pun merasakan hal yang sama meski di negara yang berbeda.
Senyaman-nyamannya tempat persinggahan orang tua, itu sama sekali tidak menjadikan obat Daniel di kala gelisah. Pikirannya melayang menyawang atap langit sepanjang malamnya.
Suara-suara hingar bingar kota itu lenyap termakan situasi kelamnya awan hitam yang membendung hamparan langit. Dan kini hanya rintik gerimis memberi kesyahduan malam di kota Birmingham.
Hanya sebuah layar canggih dan tipis itu yang mampu meredakan kerinduan Daniel pada Citra. Ia membuka laptopnya, lalu menekan tombol on/off dan sinar itu mulai terpancar dengan kilat potret Citra yang pertama di lihatnya.
Danie sulit berpikir, entah hal apa yang akan ia perbuat pada laptopnya itu. Tentunya ia hanya ingin melihat wajah wanita yang selalu menyita separuh pikirannya, mengganggu aktifitasnya, dan menghentikan linangan air matanya.
