Pantas saja Rayno tak kunjung mengangkat telpon Juwita. Selain ia kecewa, Rayno juga menghabiskan waktunya seharian suntuk di sebuah starbuck hingga tak terasa awan hitam sudah berduyun menghitamkan alam.
Rayno mengakhiri minum-minuman dengan jalan sempoyongan di pinggiran jalan seperti orang gila yang tak berakal.
Suaranya lantang terus meraung-raung mengibarkan nama Juwita.
"Juwita, kenapa kamu tega? Kenapa kamu mengkhianatiku? Kenapa kamu membohongiku?" teriak Rayno sambil berderai air mata.
Rayno menendang krikil yang ada, melampiaskan segala kemarahannya pada angin yang berhembus, meski bagaimana pun juga angin tak akan bisa menyampaikan semua kekecewaannya.
Tubuh lusuh penuh dengan keringat dan bau aroma red whine nampak menyengat di tubuhnya, karena tak sedikit minuman itu ikut terguyur dada bidang Rayno, hingga dadanya yang basah kemali mengering.