Kaki Wiguna begitu sulit melangkah.
Baru saja ia hendak menaikan kakinya di batas titian pintu masuk kantornya setelah pulang dari kantor polisi, ia di datangkan beberapa masalah lagi.
Katon menyambar langkah Wiguna mendahuluinya masuk ke depan pintu, hingga membuat Wiguna menunduk tertatih sontak melebarkan senyumannya, meski detik itu ia tak sedang ingin tersenyum.
"Siang tuan!" sambut Wiguna.
"Kemana saja kamu? Dari pagi aku menelponmu tak juga kau angkat?"
"Ma-maaf tuan!"
Memang Wiguna melupakan handphonenya di tengah ketegangan membelit perasaannya saat berada di kantor polisi.
Apalagi detik ini pikiran Wiguna melayang, masih tak menyangka adiknya sedang berada di balik jeruji besi.
Meski ia menapakkan kakinya di bibir kantor, tapi pikirannya kalut tak terarah.
Melihat roman wajah Katon begitu menyengat, Wiguna tak bisa mengelak atau pun membantah. Ia hanya pasrah kemana kakinya mengikuti perintah.