Chereads / My Pregnant / Chapter 18 - On The Way

Chapter 18 - On The Way

Mengingat kata terakhir Citra malam kemarin adalah sebuah perpisahan, Rayno mencari alamat Citra sebisa dia.

Masih jelas terngiang di telinganya hingga menjalar ke otak, 'Aku akan pergi jauh. Besok kita gak bakalan ketemu lagi. Jadi jangan bertingkah berlebih seperti ini!' ucapan Citra malam kemarin yang masih jadi pertanyaan di hati Rayno. Dan semua belum mendapat jawabannya.

Pagi itu, Kendaraan masih sepi tak seramai biasanya. Karena hari itu hari aktif, maka para pekerja sudah fokus pada pekerjaannya masing-masing, para pelajar sudah masuk kesekolah masing-masing, dan semua manusia seisi bumi alam itu sibuk dengan ribuan kegiatan.

Lain dengan Rayno. Ia tidak kerja, tidak sekolah, dan juga tidak sibuk.

Percayalah dia hanya lelaki penyuka kebebasan tanpa ada prosedur yang mengikatnya.

Tapi, setelah ia tahu bahwa dirinya sedang jatuh cinta, maka mulai dari detik itu juga hatinyalah yang terikat oleh beban rasa suka.

"Apa ini rasanya jatuh cinta? Dimana ya rumahnya? Kalau benar dia mau pergi? Pergi kemana? sama siapa? Haduh, baru kali ini gue sebingung ini," cerocosnya dalam hati.

Setelah ia memarkir mobilnya di bahu jalan sementara, baru terpikir selintas di otaknya nama Juita. "Juita pasti tahu dimana rumahnya Citra. Tapi apa alasan saya pada Juita? Supaya Juita ngasih alamat Citra? Huft, pasti Juita gak mau ngasih tahu deh." kelutus Rayno kebingungan.

Rayno sangat tahu bagaimana sifat Juita sebenarnya. Walau dia bisa di kendalikan dengan uang, tapi mulutnya bisa diibaratkan sebagai bom atom, selaki klik maka 'Duaaarrrr' akan menggelegar hasilnya.

Untuk pertama kalinya otak Rayno di peras abis oleh perasaannya. Setelah berfikir dan tak membuahkan hasil, kini mobilnya melaju lagi. Rayno menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi. Tak pikir panjang, dirinya kini sedang tertuju pada Juita.

Berat hati ia menginjakkan kaki di halaman rumah Juita yang tidak terlalu besar. Rumah sederhana tanpa penghijauan yang sangat gersang.

"Rayno?"

Juita terkejut tegang bangkit dari kursi kayu saat duduk santai di depan rumahnya, masih mengenakan baju rumahan.

"Rayno melebarkan senyumannya berpura-pura ramah.

"Kamu kesini? kerumahku?" tanya Juita malu-malu. Dia tak percaya diri dengan tubuh berdaster itu.

"Ia, gue sengaja ke sini mau lihat keadaan kamu. Pipi nanyain kamu tuh!"

"Masa?" Perasaan Juita melambung tinggi. "Maaf ya! Penampilanku kaya gini. Abis kamu gak ngasih kabar dulu sih," lanjutnya.

"Gak apa-apa. Kamu cantik ko." Walau ulu hatinya merasa mual ingin memuntahkan seisi perutnya saat mengucapkan kata-kata itu,Tapi, tetap ia tahan.

Semua Rayno lakukan hanya untuk mencari imformasi saja.

Pipi Juita merona, ia menyeka helaian rambut yang menutupi bulu matanya sambil mengangkat satu alisnya berbunga-bunga.

"Aku siap-siap dulu ya!"Ekor mata Juita genit nakal melirik ke tumpuan bola mata Rayno. Rayno terpaksa menyambar senyuman Juita dengan sebuah misi.

Selang beberapa menit Juita masuk kedalam rumah, dan Rayno menunggu di luar saja. Inilah waktu yang tepat untuk Rayno melancarkan aksinya.

Rayno celingukan melirik ke kanan dan ke kiri. Memastikan situasi aman. Satu gerakan cepat ia lakukan. Rayno menyambar handphone yang tergeletak di atas lemari hias dengan ketinggian satu pinggangnya. Rayno terpaksa mengerahkan tenaganya fokus pada handphone, lalu menggasak dan cepat berangkat jauh menggunakan mobil jeep-nya.

"Yes!" Tingkahnya bergairah saat mendapatkan apa yang ia inginkan dan melupakan semua masalah rumahnya.

Setelah Rayno menancap gas cepat, ia kembali memutar otak dan mencari nomor kontak dengan nama Citra di dalam handphone milik Juita.

***

Sedang pagi itu waktu menunjukan angka 09.00 setelah Citra melirik arloji berbentuk oval.

Citra mendorong lelaki paruh baya yang paling ia sayangi di atas kurisi roda. Di temani Kirana, dirinya cukup berberat hati melangkahkan setiap jengkal kakinya.

Tak ada pilihan lain, selain sejenak menenangkan diri di luar negri. Berharap otakcepat berhenti dan melupakan semua masalah yang selalu menghantuinya.

Sepagi itu, ribuan pengunjung bandara Sukarno hatta sudah memadati seluk beluk setiap area. Langkah Citra terhenti, saat handphonenya berbunyi. Hatinya seolah tertarik ingin membuka inbox dengan nomor bertuliskan nama Juita.

"Nitip Ayah ya kir! Kalian tunggu di boarding area! Nanti aku kesana." Pinta Citra lugas.

Kirana mengerti dengan arahan Citra, setelah melihat wajah Pak Katon terlihat lelah. Istirahat di boarding area terminal 2 cukup tepat untuk mereka. Walau tak seluas di Terminal 3, namun tetap nyaman dengan area tempat duduk dan charging point di banyak tempat.

Sela itu, Citra membuka inbox di handphonenya melimpir ke toilet terdekat.

'Cit, kamu dimana? aku ingin bertemu dengan kamu sekarang juga. Penting!' Isi inbox itu lumayan menggoyahkan pendirian Citra. Dalam pikirannya terbersit sekilas tentang kabar pelaku cabul terhadap dirinya. Meski sulit untuk membalas Juita, jarinya tetap berusaha menari merangkai kata jawaban dari inbox itu.

'Aku di bandara.' Balas Citra singkat.

Di balik handphone Juita, Rayno terkejut mendengar kata bandara. Jelas pikirannya melayang membayangkan sebuah penerbangan jarak jauh. Tanpa berlama-lama membalas, Rayno memacu kuda besinya kencang, mengarah ke sukarno Hatta.

Hanya dalam seperempat jam saja, ia sampai di tujuan dengan kecepatan supernya. Meliuk-liukan mobilnya menerobos semua lampu merah dan sempat meninggalkan pasangan kekasih yang tersenggol mobilnya saat berkendara kilat.

Tanpa memarkir mobil sesuai prosedur, Rayno turun mobil dan bertunggang langgang berlari kencang. Melirik semua arah, dan membuka semua punggung yang berambut percis dengan geraian rambut Citra.

"Citra?"

"Maaf! Kamu salah orang,"

langkah selanjutnya lagi, "Citra?"

"Apaan? Namaku Kimi."

'Mana dia? Bagaimana cara aku menemukannya?' teriak hatinya risau berbelit di otaknya kacaw.

Keringat mulai membasahi dadanya yang tinggal tulang. Ia mulai kelelahan dan hampir putus asa. Kakinya lemah dan menekuk lemas di atas lantai. Tehel hitam di bandara itu terlumuri keringat deras Rayno.

Jejak yang tak kunjung ia dapatkan hanya sebuah khayalan Ray saja.

Ternyata perjalanan yang ia anggap sebuah perjuangan, menyisakan sebuah petaka.

Beberapa lelaki bertubuh kekar mengenakan seragam berwarna midnight blue membuat wajah Ray semakin pucat.

Beberapa petugas itu siap menyergap Ray, dengan menggenggam erat kedua perlenganan kompak.

"Lepaskan! Apa-apaan ini? Gue salah apa sih? Lepas!"

"Ikut kami! Jelaskan semuanya di kantor!"

"CITRA! CITRA!" Teriak Rayno meronta minta tolong.

Mendengar kericuhan itu, Citra yang baru saja keluar dari toilet mulai penasaran. Dan isengnya lagi, dia menyambangi tempat puncak kericuhan.

Seketika matanya bulat sempurna, terkejut hebat saat melihat orang yang tak asing sedang di sergap petugas dan di kerumuni masa.

"Rayno?" panggilnya lumayan menarik perhatian.

"Cit? Tolong gue Cit! Jangan pergi!" jerit Rayno penuh keringat.