Kami selesai makan. Kak Rayi mulai mengantre di kasir. Aku memutuskan menemani nya karena dua sahabatnya itu justru masih asyik bermain game di gawai masing- masing. Masih duduk di meja kami yang kini hanya tinggal piring, gelas dan mangkuk kosong, bekas makan tadi.
"Katanya nanti malam Papa sudah pulang kok, Ay," cetusku saat dia mulai meluncurkan aksi protektif nya mengetahui aku di rumah sendirian beberapa hari ini.
"Oke, tetap kabari aku, ya, kalau ada apa -apa di rumah. Jangan lupa kunci pintu dan jendela." Dia mengelus sudut bibirku pelan, memperhatikan bagian itu lekat -lekat sambil terus menasihatiku dengan banyak kalimat saran mau pun larangan.
Adegan romantis yang jarang terjadi itu, kini terganggu oleh kedatangan sepasang kekasih lain. Mereka berdiri di belakang kami, sambil berdeham. Tentu aku dan Kak Rayi spontan menoleh ke belakang. Di mana ada Kak Faza dengan kekasih baru nya tersebut.