Chereads / Dendam Arum / Chapter 2 - Part 1 # Pertengkaran

Chapter 2 - Part 1 # Pertengkaran

Disebuah kota. cuacanya cerah tapi tidak untuk Arum. Hatinya remuk

Arum menatap geram pada lelaki yang masih berstatus suaminya itu. Gila. Bagaimana mungkin dia bisa merendahkn derajatku sebagai istri hanya demi perempuan simpanannya itu. Batin Arum kecewa. Hatinya sakit tak terkira.

Riko, lelaki berstatus suami itu menatap Arum dengan pandangan meremehkan. Seolah Arum hanyalah manusia yang kehilangan harga sebagai istri dimatanya.

"Kau lihat Arum! Mudah bagiku untuk menggantikanmu dengan Ambar bukan? Dia lebih cantik, muda dan tentu saja jauh lebih menarik darimu,!' Ia terkekeh.

"Kalau aku memang tak baik bagimu lalu untuk apa Kau masih mempertahankan Aku, Pah! Kenapa tidak kau ceraikan saja agar kau bisa puas bermain dengan perempuan manapun yang kau suka!" Umpatku.

"Aku membutuhkanmu untuk statusku di masyarakat dan untuk anak-anakku, sedangkan Ambar untukku bersenang-senang," lagi-lagi ia terbahak.

Arum menatap wajahnya dengan penuh kebencian.

"Tertawa dan teruslah merendahkan aku, kau akan menyesal, Pah!' Ambar langsung beranjak meninggalkannya diiringi gelak tawa Riko. Pongah.

Suaminya Riko, jujur saja bila mengukur fisik ia bukanlah lelaki idaman. Di jauh dari tinggi, putih, gagah dan tampan. Dia biasa saja. Dulu Arum memilihnya pun karena "biasa"nya itu, saat itu Arum hanya membutuhkan lelaki yang mencintainya. Karena Arum dulu sering kecewa untuk urusan asmara. Dari sekian mantan pacar, cuma dia yang paling biasa saja. Dan itu membuatnyamerasa aman saat memilihnya.

Ia tampak sungguh-sungguh mencintai Arum, tuturnya halus dan santun. Ia selalu sopan. Hingga membuat Arum lupa bahwa semua bisa berubah.

Selang waktu berjalan, ekonomi mereka semakin membaik, godaan pun datang.

Bukan cuma sekali, ia mengkhianati Arum. Dan, bukan satu kali pula ia merendahkannya. Arum benar-benar muak.

****

Arum. Usianya 36 tahun. Ia seorang ibu rumah tangga biasa, dan dari pernikahan selama dua belas tahun, mereka telah dikaruniai dua orang anak laki-laki yang pintar. berusia tujuh dan sepuluh tahun. Sebenarnya, andai mampu bersyukur tak ada kekurangan dalam rumah tangga mereka. Tapi, manusia terkadang sering merasa tak puas akan apa yang ia punya, hingga masih saja sibuk mencari sesuatu yang menurutnya membahagiakan. Termasuk Riko, suaminya. Karirnya yang semakin baik membuatnya jadi besar kepala. Bila Arum melakukan hal yang dianggapnya salah, maka ia akan menghadiahi Arum dengan sebuah perselingkuhan. Padahal Arum sudah berusaha menjadi istri dan ibu yang baik untuknya dan anak-anak mereka meski tak sempurna. Arum sadar ia masih punya banyak kekurangan, tapi ia juga tahu bahwa ia tak pantas diperlakukan seburuk itu oleh Riko. Padahal, andai saja Arum tak punya hati mudah saja baginya menyebut ribuan kekurangan Riko. Tapi Arum tak ingin. Bagaimanapun Riko suaminya, sayang Riko justru berpikir sebaliknya. Sangat mudah lisannya merendahkan Arum. Arum menghela nafas karena kecewa. "Tunggu pembalasanku, Riko!" Desisnya geram.

Arum bukan saja lelah tapi juga muak. Dua belas tahun berumah tangga, bolak-balik dikhianati dan direndahkan membuatnya begitu terbakar. Kelelahan dan kemuakkan itulah yang kemudian mengantarkan langkahnya sampai ke rumah Mina Roh. Seorang dukun kampung. Hati Arum menghitam. Penuh jelaga akibat ulah suaminya.

Arum tau tentang Mina Roh dari temannya yang juga pernah meminta bantuannya. Ia pernah punya masalah yang sama dengan Arum, dan sekarang kehidupan rumah tangganya aman, suaminya berubah drastis. Dari suka selingkuh, minum dan hobby main tangan menjadi suami yang penurut, terlalu penurut. Kadang Arum merasa aneh melihat suami temannya itu. Karena Arum melihatnya tampak bodoh dihadapan istrinya.Tidak wajar. Tapi, May menikmati semua perubahan suaminya itu dengan bahagia. Suaminya begitu penurut. teramat sangat penurut.

Setelah dua jam menempuh perjalanan dengan mobil, Arum akhirnya sampai di rumah Mina Roh. Tidak terlalu sulit menemukan kediamannya karena gambaran yang diberikan oleh May sangat jelas. Hanya, jalannya yang tidak cukup lebar membuat Arum harus rela berjalan kaki sekian ratus meter menuju rumahnya. Mobil ia tinggalkan di tepi jalan, di tempat yang dianggap cukup aman.

Mina Roh berusia kurang lebih lima puluh tahun. Wajahnya sedikit tampak seram, berkulit agak legam, ditopang tubuh yang agak membungkuk. Ia tampak jauh lebih tua dari usianya. Sekejap sempat terlihat barisan giginya tampak merah, seperti bekas mengunyah daun sirih atau orang lebih mengenalnya dengan menyipa. Ini adalah kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat Kalimantan. Arum menelan ludah. Sempat merasa ciut.

Ia tertawa, membaca ketakutan Arum. Diraihnya tangan Arum.

"Tidak usah takut, Nak. Aku bisa melihat maksud kedatanganmu kemari dan aku bisa membantumu. Masuklah!" Ajaknya. Terdengar ramah, sungguh kontras dengan penampilannya. Sejenak Arum merasa malu.

Dengan masih dibalut rasa takut Arum mengikuti ajakan Mina Roh. Rumahnya tampak temaram, hanya diterangi cahaya remang-remang. Rumahnya yang terbuat dari kayu, minim jendela dan tidak ada listrik. Terlihat ada lampu teplok bertengger di dinding. Sepi.

Tetangga pun tinggal cukup berjauhan dengannya, hingga semua aktifitas yang berlangsung tak akan ada yang memperhatikan. Ia tinggal di lingkungan yang sepertinya sesama tetangga pun tidak saling peduli. Ditambah lagi disekeliling rumah Mina Roh masih ditumbuhi dengan pepohonan sehingga menambah jarak dirinya dengan para tetangga. Sesaat Arum bimbang, ia pun mencium bau yang khas, begitu menusuk, kemenyan. Seketika Arum merinding, tapi ia berusaha untuk tak mundur.