Keesokan harinya..
Solo
Di rumah pak Krisna,
Di meja makan..
"Nduk.."
(Nak..), kata bu Dewi.
"Inggih bude, enten menapa ?"
(Iya bude, ada apa ?), tanya Titah.
"Benjing panjenengan budhal dhateng pesantren darussalam ne ta, berarti dinten niki terakhir panjenengan kanca ni bude kesah kemana-mana dong"
(Besok kamu berangkat ke pesantren darussalam nya kan, berarti hari ini terakhir kamu menemani bude pergi kemana-mana dong), jawab bu Dewi.
"Inggih bude, emang e dinten niki bude kersa kemana ?"
(Iya bude, memangnya hari ini bude mau kemana ?), tanya Titah lagi.
"Dinten niki bude kersa dhateng mall, kanca ni bude dhateng mall nggih sisan tumbas perlengkapan panjenengan konjuk sinau ing pesantren darussalam nduk"
(Hari ini bude mau ke mall, temani bude ke mall ya sekalian beli perlengkapan mu untuk belajar di pesantren darussalam nak), jawab bu Dewi lagi.
"Inggih bude"
(Iya bude), kata Titah.
"Ampun kesupen konjuk Renal ugi mah"
(Jangan lupa untuk Renal juga mah), sambung pak Krisna.
"Loh kok bekta-bekta Renal ta mah ?"
(Loh kok bawa-bawa Renal sih mah ?), tanya Tiyo.
"Ayah kesupen asih tau anak-anak nggih ?"
(Ayah lupa kasih tau anak-anak ya ?), tanya bu Dewi.
"Astaghfirullahalazim, inggih mah, ayah kesupen memberitahu anak-anak"
(Astaghfirullahalazim, iya mah, ayah lupa memberitahu anak-anak), jawab pak Krisna.
"Jadi gini loh Iyo, Renal ayah pindahkan sekolah ke pesantren darussalam untuk jaga Titah, adikmu ini", kata pak Krisna menjelaskannya pada Tiyo.
"Oh gitu, kalau begitu Iyo juga ya ayah, mama", kata Tiyo.
"Maksudnya ?", tanya bu Dewi dan pak Krisna bersamaan.
"Ndherek sekolah ing pesantren darussalam ugi hehe.."
(Ikut sekolah di pesantren darussalam juga hehe..), jawab Tiyo.
"Tapi kan harus ngurus surat pindah juga yo", kata pak Krisna.
"Punika mah gampang yah, online konjuk ngurus serat pindah rampung deh yah"
(Itu mah gampang yah, online untuk ngurus surat pinda selesai deh yah), sambung Tiyo.
"Oh begitu, sampeyan ingkang urus ta yo ?"
(Oh begitu, kamu yang urus kan yo ?), tanya bu Dewi lagi.
"Oke mah", jawab Tiyo.
"Alhamdulillah", kata Titah.
"Sampun rampung sarapan ne nduk, mangga kita budhal dhateng mall sakmenika"
(Sudah selesai sarapannya nak, yuk kita berangkat ke mall sekarang), sambung bu Dewi.
"Inggih bude"
(Iya bude), kata Titah lagi.
"Yah, mama budhal nggih"
(Yah, mama berangkat ya), sambung bu Dewi lagi.
"Nggih, ati-ati"
(Ya, hati-hati), kata pak Krisna.
"Nggih"
(Ya), sambung bu Dewi lagi.
"Assalamu'alaikum", bu Dewi dan Titah memberikan salam pada pak Krisna, Tiyo, dan Renal.
"Wa'alaikumussalam", pak Krisna, Tiyo, dan Renal menjawab salam dari bu Dewi dan Titah.
"Hemm..", keluh pak Krisna.
"Punapa yah ?"
(Kenapa yah ?), tanya Renal.
"Mboten menapa, ayah namung berpikir punapa mboten online ugi nggih urus serat pindah sampeyan, menawi kados wingi dangu telu dinten enggal dados"
(Tidak apa, ayah hanya berfikir kenapa tidak online juga ya urus surat pindah mu, kalau kaya kemarin malah lama lagi dan nyuruh orang eh keluar uang), jawab pak Krisna.
"Punika mah klintu ayah piyambak, nyuruh tiyang nggih, bayar tiyang ugi nggih, punapa mboten tanya ing Renal utawa Tiyo"
(Itu mah salah ayah sendiri, nyuruh orang ya, bayar orang juga ya, kenapa tidak tanya pada Renal atau Tiyo), keluh Renal.
"Inggih nggih, nggih sampun lah sampun terlanjur uga, sampun siyang nih, ayah budhal dhateng kantor nggih"
(Iya ya, ya sudah lah sudah terlanjur juga, sudah siang nih, ayah berangkat ke kantor ya), kata pak Krisna.
"Inggih yah, ati-ati"
(Iya yah, hati-hati), sambung Tiyo.
"Nggih"
(Ya), kata pak Krisna lagi.
"Assalamu'alaikum", pak Krisna memberikan salam pada Tiyo dan Renal.
"Wa'alaikumussalam", Tiyo dan Renal menjawab salam dari pak Krisna.
"Buruan yo habiskan sarapannya, gue tunggu di luar, elu lama gue tinggal", kata Renal.
"Oke..", sambung Tiyo.
Purwokerto
Di rumah pak Joko,
Di depan rumah pak Joko..
"Fandi cepat..", kata bu Ajeng.
"Inggih bu"
(Iya bu), sambung Irfandi.
Yogyakarta
Pesantren Darussalam
Di aula pesantren darussalam..
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Sobri", pak kyai Abdullah memberikan salam pada pak Sobri.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, pak kyai Abdullah", pak Sobri menjawab salam dari pak kyai Abdullah.
"Gimana persiapannya, apakah sampun jagi sedaya utawa taksih enten ingkang kirang persiapannya konjuk menyambut kedatangan anak kula uga keluarganya, Sobri ?"
(Bagaimana persiapannya, apakah sudah siap semua atau masih ada yang kurang persiapannya untuk menyambut kedatangan anakku dan keluarganya, Sobri ?), tanya pak kyai Abdullah.
"Alhamdulillah sampun sedaya uga alhamdulillah mboten enten ingkang kirang pak kyai Abdullah"
(Alhamdulillah sudah semua dan alhamdulillah tidak ada yang kurang pak kyai Abdullah), jawab pak Sobri.
"Syukur alhamdulillah, ya sudah lanjutkan ya Sobri, saya mau ke kelas untuk mengajar", kata pak kyai Abdullah.
"Inggih pak kyai Abdullah"
(Iya pak kyai Abdullah), sambung pak Sobri.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Sobri", pak kyai Abdullah memberikan salam pada pak Sobri.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, pak kyai Abdullah", pak Sobri menjawab salam dari pak kyai Abdullah.
Di luar aula pesantren darussalam..
"Mas Sobri ribut ra ya, coba aku cek wae deh"
(Mas Sobri sibuk tidak ya, coba saya cek saja deh), kata bu Indri.
Di aula pesantren darussalam lagi..
"Assalamu'alaikum", bu Indri memberikan salam pada semua santri.
"Wa'alaikumussalam", semua santri menjawab salam dari bu Indri.
"Duh mas Sobri neng endi ya ?"
(Duh mas Sobri dimana ya ?), bu Indri bertanya-tanya.
"Bude ngapa ?"
(Bude kenapa ?), tanya Rivan.
"Bude golek pakde, kowe delok ra van ?"
(Bude cari pakde, kamu lihat tidak van ?), tanya bu Indri juga.
"Oh pakde, delok bude"
(Oh pakde, lihat bude), jawab Rivan.
"Oh ya neng endi ?"
(Oh ya dimana ?), tanya bu Indri lagi.
"Kuwi, neng kana bude"
(Itu, di sana bude), jawab Rivan lagi.
"Oke, maturnuwun ya van"
(Oke, terimakasih ya van), kata bu Indri.
"Inggih sami-sami bude"
(Iya sama-sama bude), sambung Rivan.
"Haduh dadi ra sabar karep bertemu karo kowe iseh dik.."
(Haduh jadi tidak sabar ingin bertemu dengan kamu lagi dik..), kata pak Sobri.
"Dik, oh mesti mbak Ajeng sing mas Sobri pangarah iki"
(Dik, oh pasti mbak Ajeng yang mas Sobri maksud ini), sambung bu Indri.
"Dik Ajeng", kata pak Sobri lagi.
"Tenan ta"
(Benar kan), sambung bu Indri.
"Dik Ajeng, oh dik Ajeng.., eh dik Indri", kata pak Sobri lagi.
"Apa dik Indri, dik Indri, aku krungu mas, mas Sobri sebut jeneng jeneng mbak Ajeng ya ta, emm rasakan iki"
(Apa dik Indri, dik Indri, saya dengar mas, mas Sobri sebut nama mbak Ajeng ya kan, emm rasakan ini), sambung bu Indri yang mencubit pak Sobri.
"Aww.., ampun sakit dik", kata pak Sobri lagi yang kesakitan, karena di cubit oleh bu Indri.
"Van ana apa ta ?"
(Van ada apa sih ?), tanya Kamil.
"Biyasa mil, bapakmu di jiwit karo ibumu"
(Biasa mil, bapakmu di cubit dengan ibumu), jawab Rivan.
"Haduh kapan berubahnya ya bapakmu lan ibumu mil"
(Haduh kapan berubahnya ya bapakmu dan ibumu mil), keluh Oyong.
"Oyong..", kata Kamil yang kesal mendengar perkataan Oyong.
"Haiya mulai lagi, sudah saya mau lanjutkan membantu persiapan untuk menyambut kedatangan anak dan keluarganya pak kyai Abdullah, gak mau ikut-ikutan", keluh Rivan.