Chereads / SECRET WIFE / Chapter 18 - Welcome To Malang

Chapter 18 - Welcome To Malang

Panji dan Melody akan berangkat ke Malang hari ini, menggunakan penerbangan pagi, keduanya kompak memakai jaket jeans untuk menemani perjalanannya. Melody pun tampak modis dan seksi mengenakan celana jeans biru dan kaos putihnya.

"Oleh-oleh buat Ibu jangan lupa, sudah dibawa?" Panji yang sudah berada di apartemen Melody mengecek barang bawaan gadis itu.

"Sudah, ada di tas biru. Itu sudah lengkap semua," jawab Melody. Ia menarik koper berukuran kabin berwarna kuning.

"Itu biar dibawa sopir, kita turun bawa ini aja," ucap Panji menggandeng jemari tangan Melody.

Keduanya keluar dari unit Melody dan berangkat menuju bandara. Melody yang sudah tidak sabar ingin bertemu ibunya banyak menceritakan masa kecilnya bersama dengan sang Kakak sebelum ditinggal pergi begitu saja oleh ayahnya.

"Apa kalian tidak pernah bertemu?" tanya Panji memancing obrolan mengenai ayah Melody.

"Tidak, beberapa kali aku hanya bertemu dengan istri barunya, entahlah aku merasa sudah tidak memiliki ayah." Melody menjawab pertanyaan Panji dengan nada kecewa. Kehilangan sosok seorang ayah sejak kecil membuatnya sudah melupakan sosoknya.

"Ya udah, kita jalan dulu. Ibu sudah tahu anak gadisnya bawa laki-laki ganteng?" Panji menggoda Melody yang pagi ini terlihat menggemaskan bagi Panji.

"Apaan sih Pak," sahut Melody. Keduanya sudah dalam perjalanan menuju bandara.

Sedangkan ibu Santi, ia sedang memasak untuk makan siang Melody dan Panji ketika datang nanti. Uang yang dikirimkan Melody kepadanya setiap bulan sudah lebih dari cukup untuk sekedar menyajikan makanan yang layak untuk calon menantunya.

"Mel jadi pulang?" tanya tetangga depan rumah Santi.

"Iya, ini lagi tak masakin makanan kesukaannya," jawab Santi santai. Ia sudah terbiasa dengan sikap kepo para tetangga di sekitar rumahnya.

"Mbak, daripada Mel jomblo terus mending sama anakku. Udah jadi Manager juga lho sekarang," kata Yati. Tetangga depan rumah Melody yang memang sudah lama ingin menjadikannya gadis itu menantunya.

"Masalahnya yang nikah kan anakku, tunggu jawaban dia aja Mbak. Maaf yah," jawab Santi sopan.

"Yowes, nanti kalau anaknya datang tak coba bicara sendiri, aku pulang dulu." Yati berpamitan pulang kepada Santi.

Santi sudah mendapatkan kabar dari Melody bahwa ia baru saja landing di bandara Juanda Surabaya. Jarak tempuh hampir dua jam lagi untuk sampai di rumahnya harus Melody lewati bersama dengan Panji.

"Mas pakai mobil siapa itu? Kok sudah ada sopir segala?" Melody mempertanyakan mobil yang dibicarakan Panji akan membawanya menuju Malang.

"Mobil kantor cabang Surabaya, Kayana ada kantor cabang disini. Dan sopirnya, dia yang biasa antar saya kesana kemari jika berkunjung kesini," jawab Panji sambil merangkulnya.

"Aku bahkan lupa sedang bersama siapa, astaga!" Melody menggelengkan kepalanya. Melody hampir melupakan siapa siapa pria yang sedang bersamanya.

"Sudah, ayo masuk mobil dulu. Kasian Ibu udah nungguin kita," kata Panji sambil terkekeh. Hal yang ia sukai dari Melody adalah kesederhanaannya, tidak berubah walaupun akan dipersunting oleh pengusaha seperti dirinya. Mobil Pajero Sport putih melenggang meninggalkan area bandara menuju Malang, kota kelahiran Melody.

"Rumahnya sederhana, Mas jangan kaget lho," kata Melody mengingatkan Panji.

"Iya, tidak usah dipikirkan. Saya gak masalah, yang penting kamunya nyaman." Panji tanpa sungkan merapikan rambut panjang Melody.

"Ada Pak sopir apa gak malu, Mas?" Melody menatapnya tajam.

"Ngapain malu, gakpapa udah biasa kok." Panji terlihat santai.

"Sudah biasa sama cewek-cewek itu ya?" tanya Melody menyudutkan dirinya.

"Salah bicara gue," Panji mendesis tak percaya. Melody yang biasa kalem sanggup mendebatnya.

"Bukan salah bicara tapi keceplosan kayaknya," ledek Melody.

"Sepertinya sudah mulai pandai mendebatku, awas saja." Panji terkekeh senang karena Melody menjadi sendiri walaupun sedang bersamanya.

Perjalanan menuju Malang mereka lalui dengan santai bahkan diselingi pertanyan-pertanyaan Melody kepada sopir Panji yang diluar dugaan.

"Jawab aja, Pak. Ini memang mobil khusus. Tidak ada perempuan lain yang bisa duduk disini denganku kecuali kamu," kata Panji meyakinkan Melody.

"Mbak Felishia?" tanya Melody memburu.

"Feli punya mobil sendiri, dia sudah banyak," jawab santai Panji.

"Mohon maaf, sebentar lagi sampai, Pak. Ini langsung saja?" tanya sopir Panji.

"Langsung saja, masuk gang depan yang warna putih," kata Panji.

"Lho, kok Mas udah tahu, pernah kesini?" tanya Melody terkejut. Ucapan Panji barusan seakan-akan menunjukkan pria itu sudah pernah berkunjung ke rumahnya.

"Belum pernah, kan sudah dikasih tahu Joni. Ayo turun, aku sudah gak sabar ketemu ibu," kata Panji mengajak Melody turun dari mobilnya.

Panji dan Melody turun dari mobil yang sudah terparkir tepat di depan rumah Melody, walaupun tidak memiliki garasi, rumah itu terlihat terawat dan cukup luas.

"Akhirnya, kowe pulang Nduk," ucap Santi kepada anaknya. ( Akhirnya, kamu pulang, Nak )

"Ibu, maaf nungguin. Tadi ada macet di tol," jawab Melody kepada ibunya.

"Eh, Mas ganteng ayo masuk. Mel, kamu kok diem aja. Ayo-ayo, rumahnya jelek," kata Santi mengajak Panji dan sopirnya masuk.

Makasih Bu," jawab Panji setelah mencium punggung tangan Santi. Pria itu tampak luwes berinteraksi dengan Santi.

"Mel, kamu bawa banyak banget ini buat siapa aja?" tanya Santi kepada anaknya setelah menghidangkan minuman hangat untuk Panji. Suasana mendung kota Malang memang membuat udara lebih terasa dinginnya walaupun di siang hari sekalipun.

"Buat Ibu lah, yang tas biru. Yang di kardus dibagikan saja ke tetangga," kata Melody yang duduk di samping ibunya.

"Oke, sekarang kita makan siang dulu, kasian itu sopirnya juga lapar, ayo Pak makan dulu. Sini masuk," kata Santi mengajak sopir pribadi Panji ke dalam rumah.

Mereka menikmati makan siang yang sudah Santi sajikan di meja makan. Rumah sederhana milik Santi menjadi lebih rame karena kedatangan Melody. Beberapa tetangga yang mengetahui kedatangan Melody dengan seorang pria menjadi perbincangan mereka.

"Jadi, Mas ganteng ini yang namanya Panji," Santi mengajak Panji berbincang setelah makan siang.

"Iya, Bu. Saya Panji," jawab Panji sopan.

Melody mendengarkan Panji dan ibunya berbincang, ia berharap Santi tidak keberatan atas hubungannya dengan Panji walaupun pria itu sudah beristri.

"Jadi, sampeyan yakin mau menikahi anak saya," tanya Santi kepada Panji.

"Yakin Bu, saya jamin semuanya untuk Melody. Ibu tidak perlu mengkhawatirkan yang lain-lain," kata Panji. Ia juga mengatakan jika Devina akan menghubunginya nanti malam untuk melamar Melody sebagai menantunya.

"Lalu istrimu bagaimana?" tanya Santi lebih lanjut.

"Feli sudah bertemu dengan Melody dan tidak ada masalah dengan mereka, saya sudah membuat kesepakatan tersendiri dengan Feli dan Melody untuk kedepannya agar mereka sama-sama nyaman dan tidak merasa terusik satu sama lain," jawab Panji mantap.

Beberapa hal yang ditanyakan Santi memang tidak membahas mengenai financial, karena ia yakin masalah mereka nantinya bukan soal itu tapi masalah waktu dan status Melody. Santi berharap Panji memperlakukan Melody dengan baik dan membuatnya bahagia, rentetan masa lalu yang tidak baik sempat Santi ceritakan kepada Panji agar pria itu mengingat bahwa Melody adalah harta berharga satu-satunya yang ia miliki.