Reyno pagi-pagi sekali sudah menjemput kekasihnya di apartemen, entah kekasih yang ke berapa tapi yang jelas wanita itu adalah salah satu koleksinya. Untuk apa setia hanya dengan satu wanita, kalau dengan banyak wanita bisa memuaskannya. Bukan sekali dua kali dirinya dilabrak oleh kekasih-kekasihnya, tidak jarang pula Reyno suka salah memanggil nama saking banyaknya pacar.
Retno tidak memandang bulu dari mana saja wanitanya berasal, tidak memandang juga apapun itu profesinya. Karena yang penting baginya bodynya harus bagus dan bersedia selalu ada untuknya.
"Sayang, kamu hari ini tidak berangkat ke kantor?" tanya Vania.
"Memangnya kenapa? Apa kamu mau jalan-jalan?" tanya Reyno sembari mengelus rambut kekasihnya.
"Aku ingin belanja ke mall, sepertinya hari ini ada peluncuran tas-tas baru. Aku ingin belanja ke sana sebelum nanti kehabisan stok," pinta Vania sembari bermanja pada kekasihnya.
"Yaudah, tinggal gesek aja beres kok." Reyno membuka dompetnya, kemudian mengeluarkan black cart lalu diberikan pada kekasihnya.
Betapa beruntungnya menjadi kekasih dari seorang CEO perusahaan tambang dan memiliki aset yang tak terhingga, Reyno dan Revan memiliki aset dan kekayaan yang sama banyaknya. Hanya apa saja perbedaan adalah Revan tidak suka menghambur-hamburkan uang untuk urusan yang tidak penting, sedangkan si kembarannya justru lebih suka menghamburkan uang bersama dengan wanita-wanitanya.
Revan hari ini sangat sibuk di kantor, sudah biasa mengerjakan semuanya sendirian tanpa bantuan dari kembarannya. Padahal perusahaan ini dikelola oleh tiga orang, Revan, Reyno dan sang papa. Tetapi dikarenakan sama papa saat ini sedang berada di luar negeri, Revan yang justru lebih banyak mengambil alih semuanya.
"Boss, tidak mau sarapan dulu sebelum terjun ke lapangan?" tawar sekretarisnya bernama Tasya.
"Belikan saya buah saja, saya sedang tidak ingin makan apapun selain buah," suruh Revan yang langsung dilaksanakan oleh sekretarisnya.
Dddrrttt Ddrrtt Ddrrtt!!!
"Nomor siapa ini?" gumam Revan karena ada nomor asing yang menelpon ke handphonenya.
"0876382***"
Is calling...
"Halo."
"Heh, kamu sekarang lagi ada di mana?"
"Siapa ini?"
"Ihh aku, Ratu. Kamu tuh gimana sih, jam segini kenapa belum jemput aku?"
"Kenapa aku harus jemput kamu?"
"Ihh kamu ogeb atau gimana, sih? Bukankah sudah aku bilang, kamu bertugas mengantar dan menjemput aku."
"Maaf untuk kali ini saya tidak bisa, karena sedang ada pekerjaan. Kamu bisa naik grab atau naik kendaraan umum."
"Kamu jangan coba-coba untuk lari dari tanggung jawab, masa hukuman kamu masih berlangsung. Pokoknya aku tunggu kamu sekarang juga."
"Sudah saya katakan, saya sedang sangat sibuk."
Revan menutup teleponnya begitu saja, supaya tidak lagi mendengar omelan dari cewek bawel. Biarkan saja anak SMA itu marah-marah nantinya, Revan mempunyai kesibukan yang luar biasa apalagi kalau sedang sendirian seperti ini.
Ratu akhirnya memutuskan untuk naik taksi saja untuk pulang ke rumah, daripada nungguin lama-lama di sekolahan. Mana ia terlanjur bilang sama papanya untuk tidak perlu dijemput, sekarang hasilnya malah zonk kayak gini. Niat hati ingin diantar jemput, supaya bisa meminta ini dan itu pada laki-laki yang katanya mau dijodohkan dengannya. Kalau dipikir-pikir lumayan juga sih laki-lakinya ganteng dan kaya raya, tidak masalah kalau mereka disuruh untuk bertunangan terlebih dahulu.
"Itu kenapa mulutnya kayak bebek gitu?" ledek sang papa ketika dirinya sedang menyirami tanaman di halaman depan, melihat putrinya pulang dari sekolah dengan bibir yang manyun.
"Pokoknya papa harus omelin itu calon mantu, bisa-bisanya dia melalaikan tanggung jawabnya untuk menjemputku pulang sekolah. Mana aku sudah menunggu lama, tapi dianya malah enggak datang," adu sang putri pada papanya.
"Aiss jadi cuma gara-gara masalah itu? Sayang, kamu kan tahu sendiri calon tunangan kamu itu memiliki kesibukan yang luar biasa. Tentu saja dia tidak bisa disamakan dengan sopir, yang bertugas mengantar jemput kamu. Dia punya pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, kalau dia bilang tidak bisa menjemput harusnya kamu berinisiatif untuk pulang sendiri," nasihat sang papa pada putri tunggalnya.
"Ya tapi kan perjanjiannya, dia yang mengantar jemput aku selama satu minggu. Itu berarti dia melanggar kesempatan yang sudah dibuat," kesal Ratu.
"Yasudah, kan tinggal kamu perpanjang lagi masa hukumannya apa susahnya, sih?" heran sang papa sembari menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan putrinya yang masih kekanak-kanakan, padahal usianya sudah lebih dari 17 tahun.
"Mama, aku boleh nanya sesuatu enggak?" tanya Ratu menghampiri mamanya yang sedang duduk di depan televisi.
"Walaupun Mama berkata tidak, kamu akan tetap bertanya, kan?" sindir sang mama membuat Ratu mengerucutkan bibirnya.
"Mama, coba jawab jujur dehh, kenapa sih kalian mau menikahkan aku sama Revan? Sudah jelas-jelas umur kita saja berbeda, aku masih belum kuliah, aku masih suka hangout ke sana sini sama teman-teman. Aku tidak bisa berdiam diri dirumah, seperti wanita-wanita pada umumnya jika sudah menikah," ujar Ratu membuat sang mama terkekeh.
"Perkataan kamu saat ini benar-benar persis, seperti apa yang Mama pikirkan dahulu sewaktu masih muda, sebelum menikah dengan papa kamu. Yang harus kamu tahu adalah mama dulu juga menikah muda, kamu pikir mama dan papa dulu saling mencintai? Padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya, tapi sudah disuruh menikah. Kalau kamu saat ini beruntung, karena ada tahap pertunangan terlebih dahulu jadi kalian bisa mengenal satu sama lain. Mama dan papa tidak pernah ragu untuk menikahkan kamu dengan Revan, karena kami sudah banyak mendengar banyak tentang sifat anak itu dari orang tuanya. Revan memiliki sifat keterbalikannya dengan sifat kamu, itu berarti kalau kalian nanti menjadi pasangan kalian akan saling melengkapi satu sama lain," jelas sang mama.
"Tapi kenapa menikahnya enggak nunggu aku lulus kuliah saja?" usul Ratu.
"Aiss kalau menunggu beberapa tahun lagi, sudah bisa dipastikan Revan akan menikah dengan wanita lain. Lagian kamu tuh selama ini enggak pernah nurut apa kata mama dan papa, di sekolah selalu saja bikin masalah bahkan sampai kami dipanggil beberapa kali ke sana. Siapa tahu saja nanti setelah menikah, sifat kamu yang kekanak-kanakan itu akan berubah dan kamu bisa menjadi anak yang penurut, jika yang menasehati adalah suami kamu," tegur sang mama.
"Emangnya aku sebandel itu apa? Perasaan juga bandelnya aku masih di tahap yang wajar," protes Ratu yang tidak mau disudutkan.
"Ya wajar kalau menurut kamu, coba kamu pikir-pikir lagi. Sering bikin ulah di sekolahan, ketahuan masuk klub padahal masih dibawah umur, sering minta duit sama adik-adik kelas, sering bawa kosmetik ke sekolahan padahal sudah dilarang, dan masih banyak kenakalan kamu lainnya yang sulit untuk mama jabarkan. Yang lebih membuat kami heran adalah walaupun kamu itu nakal dan susah dibilangin, tapi kamu tetap mendapatkan nilai yang baik di sekolahan. Itu nilai asalnya dari mana?" sindir sang mama.
"Astaga, gitu banget sama anak sendiri?" keluh Ratu.
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE
DAN JUGA COMENTNYA YAAAA
TERIMAKASIH!!