Jaya dibuat cemas lantaran anak semata wayangnya, belum pulang ke rumah padahal sudah malam. Yang tadi siang meminta izin untuk pergi belajar kelompok bersama teman-temannya, tapi nyatanya sampai sekarang malah tidak bisa dihubungi.
Teman-temannya Ratu juga non aktif semua ponselnya, entah ke mana mereka perginya gadis-gadis remaja yang nakal. Nia menyarankan agar suaminya menyusul ke rumahnya Naila, dikarenakan Ratu tadi meminta izin untuk belajar kelompok di sana. Takutnya nanti ada apa-apa karena jam segini belum sampai di rumah, orang tua mana yang tidak khawatir apalagi mereka hanya mempunyai satu putri saja dan itu pun sangat susah diatur.
"Mama, tunggu di rumah saja dan tidak usah ikut. Nanti kalau anak kamu sudah pulang, kabari aku," pamit Jaya pada istrinya.
"Iya, kamu hati-hati di jalan dan jangan ngebut. Ini sudah malam, aku tidak mau sampai kamu kenapa-kenapa," tegur sang istri.
Jarak rumahnya ke rumahnya Ratu lumayan jauh, tapi itu tidak menjadi penghalang untuknya menyusul sang putri. Kehidupan anak-anak remaja itu bisa dibilang sangat bebas, apalagi orang tua dari teman-temannya Ratu semuanya berada di luar negeri. Itulah kenapa Ratu sering sekali diajak main keluar, bahkan terkadang sampai lupa jam malam.
"Awas aja kalau nanti mereka tidak ada di sana," gumam Jaya.
Jaya memang sengaja tidak menyewa supir, lantaran dirinya masih sehat dan masih sanggup untuk menyetiri anak dan istrinya, kalau mau pergi ke mana-mana. Alasan yang lain adalah supaya ia bisa mengantar jemput anaknya, kemungkinan untuk anaknya membolos akan sangat kecil.
Tapi kalau lagi sibuk di kantor dan tidak bisa menjemput sang putri, kesempatan itu pasti akan digunakan anaknya untuk membolos dengan teman-temannya.
TING TONG TING TONG!!
CEKLEKKK!!!
"Maaf, mau mencari siapa?" tanya sang asisten rumah tangga.
"Apa Naila ada di rumah?" tanya Jaya.
"Non Naila, sedang pergi bersama teman-temannya. Tapi saya tidak tau, mereka pergi ke mana," jawabnya.
"Apa sudah dari tadi perginya?" tanya Jaya.
"Sudah, kalau tidak salah sudah dari siang." jawabnya.
Jaya tidak tahu lagi harus mencari mereka ke mana, semakin lama malam semakin larut tapi belum ada tanda-tanda mereka pulang. Istrinya juga tidak menghubunginya sama sekali, akhirnya Jaya memutuskan untuk pulang ke rumah saja dan menunggu anaknya di rumah.
"Awas aja nanti kalau pulang," geram Jaya.
Sedangkan manusia-manusia yang dari tadi dalam pencarian, kini mereka semua tengah berada di dalam sebuah klub. Mereka tidak minum alkohol sama sekali, tujuan ke sana hanya untuk ber joget-joget saja. Kebetulan Ratu punya kenalan kakak kelas, yang bisa membuat mereka diijinkan masuk ke dalam klub.
"Asikin aja cuuyyy." Ratu dan teman-temannya berjoget ria di lantai dansa, salah satu penghilang penat adalah menikmati musik dengan suara kencang. Kakak kelas menawarkan beberapa kali untuk mencicipi alkohol sedikit saja, tapi dengan tegas mereka menolak dan memilih minum jus saja, lantaran besok juga masih sekolah.
"Eh udah jam berapa, nih?" tanya Andin dengan sedikit berteriak, agar sahabat-sahabatnya bisa mendengarnya.
"Ngapain sih ngurusin jam? Have aja cuyyy," ujar Ratu sembari masih asyik berjoget.
"Heh, kamu lupa apa kalau enggak boleh pulang terlalu larut malam? Kalau aku sama Andin mah bebas, lah kamu bisa-bisa abis kepala kamu kalau pulang pagi," sahut Naila membuat Ratu berpikir sejenak, benar juga apa yang dikatakan sahabatnya. Bisa-bisa orang tuanya tidak berhenti mengomel, kalau tahu dirinya pulang pagi.
"Yaudah ayok pulang sekarang," ajak Ratu.
"Mau ke mana cantik?" Seorang pemabuk tiba-tiba menghadang jalan keluar mereka.
"Minggir!" Ratu berusaha untuk menyingkirkan laki-laki di hadapannya.
"Tidak semudah itu kamu bisa pergi dari sini, sayang. Bagaimana kalau kita minum-minum dulu? Abang yang akan mentraktir kalian bertiga," tawarnya.
"Tidak sudi kita minum sama laki-laki yang udah tua kayak kamu," sahut Andin membuat laki-laki asing tersebut tertawa terbahak-bahak.
"Justru yang tua seperti ini, yang banyak dicari oleh para wanita yang masih muda. Selain kantongnya tebal dan orangnya juga royal, aky akan memberikan kasih sayang yang berlimpah untuk kekasihku nantinya," ujar si pak tua dengan membanggakan dirinya sendiri.
"Atau kalian langsung mau bermalam denganku? Kita bisa menyewa salah satu kamar di tempat ini," tawarnya.
"Heyy bung, jangan ganggu mereka."
Mereka semua menoleh ke arah sumber suara, betapa terkejutnya Ratu melihat seseorang yang dikenalnya ada di klub ini juga. Tetapi laki-laki itu tidak mengenakan pakaian formal seperti biasanya, justru hanya memakai kemeja lengkap dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Revan?" batin Ratu.
"Memangnya kamu siapanya mereka? Berani sekali kamu mencampuri urusan aku," geram si pria asing.
"Bawa ini dan pergi dari sini." Revan mengeluarkan segepok uang dari dalam sakunya, kemudian ia berikan pada orang mebuk tersebut.
"Wahh rupanya kau orang kaya, baiklah aku akan pergi dari sini."
Pria asing tersebut benar-benar pergi setelah mendapatkan uang secara cuma-cuma, Revan juga berlalu begitu saja tanpa sedikitpun menyapa wanita-wanita dihadapannya. Sejujurnya Revan heran kenapa anak yang masih sekolah bisa masuk ke tempat seperti ini, mungkin kalau bukan karena dirinya ingin mencari Reyno, tidak akan sudi malam-malam datang ke tempat seperti ini.
"Revan, kenapa kamu bisa ada di tempat seperti ini? Aku pikir kamu sama sekali tidak mengenal dunia malam," ujar Ratu sembari berjalan di samping lelaki yang hendak dijodohkan dengannya.
"Itu bukan urusan kamu."
"Aiss galak sekali, sih? Revan, tolong antarkan aku pulang ke rumah," suruh Ratu membuat Revan mengernyitkan alisnya.
"Kamu datang ke sini sama siapa? Kenapa minta pulangnya sama aku?" ketus Revan.
"Ya aku datang ke sini sama teman-teman, tapi kan arah pulangnya berbeda. Lagian kalau nanti aku pulang sama kamu, pasti enggak bakalan deh dimarahin sama mama dan papa," bujuk Ratu berharap laki-laki di sampingnya mengiyakannya.
"Aku bahkan tidak perduli."
"Aihh tega sekali, sih? Kalau kamu tidak mau mengantarkan aku pulang, aku akan tetap berdiri di sini sampai kamu mau nemenin aku pulang," ancam Ratu namun tak dihiraukan sedikitpun oleh Revan.
Sedangkan teman-temannya Ratu hanya menyaksikan drama di hadapannya, dengan berjalan di belakang dua insan tersebut, tanpa ada niatan untuk menyela pembicaraan.
"Kelihatannya mereka akrab sekali? Siapa laki-laki itu?" bisik Andin pada Naila.
"Aku seperti pernah melihat laki-laki itu, tapi aku lupa di mana," ujar Naila.
Revan sebenarnya tidak tega juga, kalau harus meninggalkan cewek-cewek di tengah malam seperti ini, apalagi di tempat di mana banyak sekali orang-orang jahat berkeliaran.
"Kalian berdua pulang duluan, biar aku yang mengantar Ratu tulang," ujar Revan yang akhirnya mau mengalah.
"Kenapa kita semua tidak satu mobil saja?" pinta Andin membuat Revan menghela nafas beratnya.
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE
DAN JUGA COMENTNYA YAAAA
TERIMAKASIH